"Gitu, Beh. Kira-kira Babeh ada ide ndak buat ngajak anak-anak main kemana gitu? Yang deket-deket aja. Soalnya kan Bu Ketan lagi pergi. Umpama ke kraton kita udah pernah. Paman Dori pun lagi pulang kampung. Mau ke lereng Merapi, saya kok was-was. Apalagi ke parangtritis? Waduh ogah deh Beh." jelas Bu Mesha.
"Ini perkara tidak remeh, jeng. Kesedihan mereka bukan timbul karena sebab yang biasa. Memang benar Jeng Mesha n Pak Yula ketempat saya. Biar nanti malam akan saya rembug sama 'teman-teman' saya." terang Babeh sambil tersenyum menyeringai. Yang mendadak membuat bulu kuduk Bu Mesha dan Pak Yula meremang.
Sepulang sekolah di lapangan santiago berdebeu. Tampak Unyil dan Ika yang baru saja pulang dari sekolah. Seperti biasa, pada hari-hari biasa tidak lengkap rasanya hari berlalu tanpa para pandawa mengerjai mereka. Namun kali ini lain. Karena Ika yang berjalan lambat-lambat di belakang Unyil tidak melihat seorang pandawa satu pun di tepi lapangan.
"Nyil kok sepi ya?"
"Iyo ki, padahal biasane podo ting klekaran di sana." jawab Unyil bingung.
***
"Beh gimana jadi main kemari?" kata suara merdu di ujung telpon.
"Jadi Mom. Sudah bilang ke Eyang Sepuh? Rencana, nanti hari sabtu kita kesana." jawab Babeh.
"Oke deh, Mom tunggu kabarnya ya Beh."
Sambil menutup telpon, senyum merekah di wajah Babeh. Tugasnya untuk mencari tempat tamasya sudah terlaksana. Kini hanya tinggal menginformasikan pada Pak Yula dan Bu Mesha, pikir Babeh. Seraya berterimakasih pada 'teman-teman' nya yang telah memberi ide brilian. Tamasya ke Desa Rangkat.
"Makasih ya cong. Ide lu brilian."