Mohon tunggu...
Hendra Arkan
Hendra Arkan Mohon Tunggu... -

"... berjalan-jalan dan bersenang-senang,..."\r\n\r\nkarena setiap pertemuan itu menyenangkan, bukan? \r\n(email/blog: hendraarkan@gmail.com/\r\ndenmasgundul.wordpress.com)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pandawa Galau

6 Juli 2011   11:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:53 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

"Shim, bali yo?" kata Jenni ogah-ogahan.

"Bali? emoh! Ndak punya uang aku meh main ke bali."

"...bali=mulih=go home=sangi dul!" sahut Jenni.

"Lah napae Jen? Baru istirahat kedua ini, ngko distrap Bu Mesha lo. " sambung Sigit.

"Iyo bener Sigit, Balik ae yo? Males ki, lagian kita yo ngga jadi Tamasya to? Orang Bu Ketan baru pergi kok." sela Hendra.

Seminggu sudah ujian kenaikan kelas berlalu. Biasanya hari-hari ini disambut bahagia oleh para Pandawa. Karena usainya ujian merupakan awal petualangan baru mereka. Masa liburan yang panjang, membuat mereka selalu antusias dan bersemangat. Apalagi setelah terdengar bahwa sekolah hendak mengadakan tamasya.

Namun sayang, karena kepergian Bu Ketan untuk penataran dan musim liburan yang mepet dengan datangnya bulan puasa, sehingga rencana tersebut harus dibatalkan.   Hal ini membuat para pandawa teman-temannya galau bukan kepalang. Mereka tampak tidak bersemangat seperti biasa. Memang hal ini memberikan sedikit jeda nafas bagi para guru untuk tidak dipusingkan oleh tingkah laku mereka. Namun tetap saja beberapa guru merasa ada sesuatu yang hilang. Yaitu keceriaan.

"Jeng Mesha, kok saya prihatin ya sama anak-anak." keluh Pak Yula.

"Maksud bapak?"

"Itu anak-anak, lihat aja udah kaya ikan kepanasan, pada tidur-tiduran. Ndak seperti biasanya."

"Lha gimana lagi Pak, dengan tidak adanya Bu Ketan, acara tamasya terpaksa kita batalin. kita ndak bisa asal ngadain acara tamasya tanpa adanya beliau."

"Tapi apa ndak ada yang bisa kita lakuin jeng, paling ngga ngajak mereka maen kemana gitu, yang deket tapi ndak mahal. Jadi ndak perlu ongkos. Kalau masalah ijin, itu biar Bapak yang urus.

Sempat terdiam untuk berpikir akhirnya Bu Mesha mendapat ide.

"Pak saya punya ide!"

"Apa jeng?"

"Kita tanya Babeh aja. Gimana pak? Ide saya menarik to?" kata Bu Mesha sambil tersenyum bangga.

"..."

***

Siang itu Babeh yang sedang sibuk mempersiapkan rapot anak-anak dikagetkan dengan kehadiran Pak Yula dan Bu Mesha.

"Siang Beh." sapa Pak Yula.

"Loh Pak Yula sama Bu Mesha, tumben barengan. Ada apa ya?"

Setelah membereskan beberapa rapot yang tergeletak diatas meja, Babeh pun mendengarkan keluh kesah Pak Yula. Melalui Bu Mesha, akhirnya Babeh mengetahui perihal para siswa yang sedang galau karena tidak jadi Tamasya.

"Gitu, Beh. Kira-kira Babeh ada ide ndak buat ngajak anak-anak main kemana gitu? Yang deket-deket aja. Soalnya kan Bu Ketan lagi pergi. Umpama ke kraton kita udah pernah. Paman Dori pun lagi pulang kampung. Mau ke lereng Merapi, saya kok was-was. Apalagi ke parangtritis? Waduh ogah deh Beh." jelas Bu Mesha.

"Ini perkara tidak remeh, jeng. Kesedihan mereka bukan timbul karena sebab yang biasa. Memang benar Jeng Mesha n Pak Yula ketempat saya. Biar nanti malam akan saya rembug sama 'teman-teman' saya." terang Babeh sambil tersenyum menyeringai. Yang mendadak membuat bulu kuduk Bu Mesha dan Pak Yula meremang.

Sepulang sekolah di lapangan santiago berdebeu. Tampak Unyil dan Ika yang baru saja pulang dari sekolah. Seperti biasa, pada hari-hari biasa tidak lengkap rasanya hari berlalu tanpa para pandawa mengerjai mereka. Namun kali ini lain. Karena Ika yang berjalan lambat-lambat di belakang Unyil tidak melihat seorang pandawa satu pun di tepi lapangan.

"Nyil kok sepi ya?"

"Iyo ki, padahal biasane podo ting klekaran di sana." jawab Unyil bingung.

***

"Beh gimana jadi main kemari?" kata suara merdu di ujung telpon.

"Jadi Mom. Sudah bilang ke Eyang Sepuh? Rencana, nanti hari sabtu kita kesana." jawab Babeh.

"Oke deh, Mom tunggu kabarnya ya Beh."

Sambil menutup telpon, senyum merekah di wajah Babeh. Tugasnya untuk mencari tempat tamasya sudah terlaksana. Kini hanya tinggal menginformasikan pada Pak Yula dan Bu Mesha, pikir Babeh. Seraya berterimakasih pada 'teman-teman' nya yang telah memberi ide brilian. Tamasya ke Desa Rangkat.

"Makasih ya cong. Ide lu brilian."

Dan bayangan putih didepan jendela itu pun hilang diiringi harumnya kembang melati.

[Bersambung]

Arkanhendra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun