Mohon tunggu...
arkaan daffa
arkaan daffa Mohon Tunggu... Seniman - Ada

Pelajar dengan segala keingintahuannya tentang sejarah, budaya, dan bahasa dunia.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bahasa Indonesia: Dalam Diplomasi Budaya Indonesia-Australia

13 Oktober 2020   11:00 Diperbarui: 13 Oktober 2020   11:27 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam era globalisasi ini, hubungan antara tiap negara sangat sulit untuk dielakan. Entah sepanas apapun hubungan daripada dua negara tersebut, pasti tetap saling membutuhkan satu sama lain. Tidak terkecuali Australia dan Indonesia. Walaupun terlihat jauh dikarenakan letaknya yang sudah berbeda benua. Akan tetapi jarak antara Indonesia -- Australia hanyalah kurang dari 4.000 KM.

Mundur sedikit ke era lampau. Hubungan Indonesia dengan Australia sejatinya telah berlangsung pada zaman penjajahan Hindia Belanda. Dikarenakan pula, benua Australia dan pulau Tasmania ditemukan oleh para penjelajah laut Hindia Belanda yang pada saat itu ber ibu kota di Batavia. Oleh karena itu, sebelum dinamai 'Australia' oleh otoriter Inggris pada 1824. Australia masih bernama 'New Holland'. Term New Holland sendiri, masih digunakan oleh otoriter kerajaan Inggris hingga 1840-an, walaupun kata Australia sudah diperkenalkan pada masa itu.

Hubungan Indonesia -- Australia sejatinya telah dimulai sejak era Hindia Belanda. Mulai dari sektor perkebunan, maupun perdagangan. Namun, hubungan yang sangat nyata antara pemerintahan Hindia Belanda dengan Australia, terjadi saat pendudukang Jepang di Indonesia pada 1942. 

Banyak orang belanda dilucuti dan dipenjara oleh orang -- orang jepang. Sehingga, banyak dari masyarakat Hindia Belanda yang mengungsi ke Australia. Tidak hanya masyarakat kulit putih. Akan tetapi dari pribumi Indonesia turut serta dalam pengungsian ke Australia. 

Banyak gejolak pasang -- surut hubungan antara Indonesia dan Australia pasca kejadian tersebut. Mulai dari dukungan partai buruh australia yang mendukung kemerdekaan Indonesia, konflik antara Belanda dengan Australia di perjanjian renville karana dianggap sebagai 'partisan Indonesia' ketimbang perwakilan dewan keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), memanasnya hubungan akibat isu HAM di Timor-Timur, dan bahkan isu penyadapan pejabat Republik Indonesia (RI) di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). 

Banyak hal yang terjadi di antara kedua negara tersebut, disamping harus dipahami bahwa, tidak akan mungkin bagi Indonesia maupun Australia jika tidak mengembangkan hubungannya ke arah yang lebih progresif. Dikarenakan kedua negara yang saling memiliki kepentingan yang cukup besar berimbang, baik di wilayah regional, maupun multi regional.

Banyak sekali jenis kerjasama diplomatik antara pemerintahan Australia dengan Indonesia, jika ditinjau dari berbagai aspek. Namun yang menjadi perhatian dalam kasus ini ialah diplomasi budaya antara Indonesia dengan Australia. Festival kebudayaan, pertukaran pelajar, beasiswa seni & budaya, sering kali dilakukan oleh kedua negara tersebut guna menciptakan hubungan diplomatik yang erat. Namun, dalam segi budaya bahasa, Australia juga justru memiliki sebuah kecendrungan yang kuat dalam mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia.

Diplomasi budaya sendiri merupakan usaha memperjuangkan kepentingan nasional suatu negara melalui kebudayaan, secara mikro, seperti olahraga, dan kesenian, atas secara makro misalnya propaganda dan lain-lain, yang dalam pengertian konvensional dapat dianggap sebagai bukan politik, ekonomi, ataupun militer. 

Untuk lebih memperjelas makna dari diplomasi budaya sendiri, kita bisa melihat bagaimana Indonesia menyebarkan satwa langkanya seperti; Harimau Sumatra, Komodo, Anoa, dll-nya ke luar negeri. Tidak bukan sebagai langkah diplomasi budaya bangsa Indonesia terhadap masyarakat global. Selain itu juga, secara tidak langsung masyarakat dunia tahu akan hewan seperti apa saja yang ada dan berkembang di wilayah Indonesia.

Sudah sepantasnya pula bagi Australia dan Indonesia tetap menjaga hubungan yang erat dan komunikatif hingga di era modern ini. Posisi geopolitik dan geografis yang tidak bisa diabaikan oleh kedua negara, memang sudah seharusnya menjadikan kedua negara ini untuk saling bekerjasama dan tetap dalam hubungan yang baik dan progresif. 

Salah satu langkah dari Australia dalam mencapai hubungan yang harmonis tersebut ialah melalui diplomasi budaya tersebut. Australia sadar betul bahwa Indonesia yang berada di perbatasan utara -- nya memiliki sebuah potensi besar dalam hal Ekonomi dan militer di masa yang akan datang. 

Dengan jumlah penduduk lebih dari 240 juta penduduk, yang dimana bahkan Australia tidak dapat mencapai setengah dari jumlah penduduk Indonesia saat ini, membuat Australia harus tetap menjalani komunikasi yang baik dengan negara mitranya tersebut. Salah satu caranya ialah pendekatan budaya melalui pembelajaran bahasa indonesia.

Bahasa Indonesia yang merupakan cabang dari bahasa melayu saat ini telah memiliki hampir 260 juta penutur di seluruh Dunia. Menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa yang paling banyak penuturnya di kawasan regional Asean dan Pasifik Barat. Dengan kepentingan ekonomi Australia terhadap Indonesia dan kepentingan faktor budaya -- pariwisata, menjadikan alasan mengapa Australia perlu untuk menggalangkan program tersebut. 

Pada tahun 2006, melalui Dewan Riset dan Departemen Pendidikan, Sains dan Pelatihan pemerintah Australia, resmi menjadikan 'bahasa indoneisa' sebagai bahasa strategis nasional. Dengan kata lain, pemberdayaan SDM yang mumpuni didalam negeri terus digalangkan oleh pemerintah Australia agar studi bahasa indonesia dapat dikembangkan melalui institusi -- institusi pendidikan, baik di tingkat sekolah maupun perguruan tinggi.

Berdasarkan sejarah, bahasa Indonesia mulai diajarkan di Australia pada 1955 di Universitas Sydney dan Universitas Melbourne. Pembukaan kelas bahasa indonesia, dilatar belakangi oleh dimulainya hubungan diplomatik Indonesia -- Australia beberapa tahun belakangan dikarenakan konflik Indonesia -- Belanda pasca Indonesia memproklamasikan Kemerdekaannya. Ditambah juga situasi politik dalam negeri Australia yang saat itu tengah dikuasai oleh partai buruh, membuat parlemen lebih condong terhadap kepentingan kemerdekaan Indonesia daripada Belanda yang pada saat itu masih tergabung dalam sekutu perang dunia ke II. 

Pembelajaran bahasa Indonesia terus berkembang Hingga puncaknya pada tahun 1990an -- akhir runtuhnya pemerintahan Soeharto. Yang menyedihkan ialah, justru pasca reformasi berlangsung. Bahasa Indonesia mengalami pemrosotan jumlah peminat di Australia dikarenakan kondisi politik dan ekonomi Indonesia yang sangat rentan dan lemah pada awal reformasi berlangsung. 

Krisis moneter 1997 -- 1998, pengunduran diri Soeharto, Konfrontasi Timur -- Timor, Bom bali 2002, dan rentetan permasalahan lainnya yang juga berdampak kepada risiko keamanan negara Australia sebagai tetangga dekat negara Indonesia. Namun hal tersebut dapat dipulihkan kembali pada 2006, yang menyatakan bahwa bahasa indonesia resmi menjadi bahasa strategis nasional Australia bersamaan dengan bahasa arab kala itu.

Sebenarnya tren penurunan minat bahasa indonesia di Australia terus berjalan dari awal tahun 2000-an pasca reformasi. Terdapat keyakinan bahwa jika hal tersebut dapat dilanjutkan, terdapat kemungkinan pula bahwa 10 sampai 15 tahun kedepan, bahasa indonesia hanya akan ada di negara bagian New South Wales dan Victoria saja, yang dahulunya terdapat di semua negara bagian dan wilayah teritori Australia.

Framing media australia dalam 2 dekade terakhir, membuat publik dari Australia sendiri merasa skeptis dengan negara Indonesia. Itu berdampak juga pada para pelajar Australia yang mengambil studi bahasa Indonesia atau sekadar belajar bahasa Indonesia. Layaknya problematika mahasiswa bahasa di seluruh dunia. Tingkat value dalam menentukan studi bahasa apa yang diambil, harus berdasarkan pada prospek ekonomi, politik, dan budaya dalam ranah diplomatik antara negara pelajar dengan studi bahasa negara yang akan diambil. 

Framing buruk media Australia dalam 2 dekade akhir ini sangatlah berpengaruh terhadap angka peminat bahasa indonesia di Australia, walaupun angka pariwisata negeri kanguru selalu meningkat tiap tahunnya, faktor eksternal dari negara Indonesia yang sudah terbiasa menggunakan bahasa Inggris memang memiliki cukup pengaruh terhadap prospek pekerjaan dari studi bahasa indonesia di Australia.

Fenomena yang terjadi pada hubungan sektor pendidikan Indonesia -- Australia ialah ketidak seimbangan angka pelajar Indonesia yang belajar di Australia dengan pelajar Australia yang belajar di Indonesia. Tentu telah disadari bersama, bahwa banyak sekali pakar di Indonesia, baik yang bergelut di bidang ekonomi, politik, maupun sosial yang pernah mengenyam bangku pendidikan di Australia. 

Akan tetapi, sesuatu dilematis bahwa jarang dan bahkan tidak ada orang Australia, baik yang duduk di bangku parlemen maupun jabatan struktural swasta yang pernah mengenyam pendidikan di Indonesia. Sikap berbeda orang Indonesia yang lebih memilih pulang ke negara nya ketimbang negara lain yang justru pasca lulus dari kuliah memilih untuk menetap dan menjadi warga negara Australia, membuat sebuah kerugian yang cukup besar dikarenakan Australia hanya memiliki SDM ahli yang sifatnya temporer dan tidak permanen. 

Walaupun ada jumlahnya sangat sedikit dan terbatas. Oleh karena itu, banyak dari asosiasi eksternal pemerintahan yang berinisiatif untuk tetap menciptakan iklim dari pembelajaran bahasa Indonesia agar tetap eksis di Indonesia dibawah kondisi dimana segala pembelajaran bahasa Indonesia di tingkat Sekolah maupun Universitas tidak didukung oleh anggaran pemerintah Australia. 

Lembaga atau organisasi seperti; Society of Indonesian Language Educators (ASILE) yang berdiri tanpa kantor sekretariatan dan secara aktif membawa diskusi dengan topik bahasa Indonesia di Australia. Ada juga lembaga dari Indonesia bernama APBIPA (Asosiasi Pengajar Bahasa Indonesia untuk Pembelajar Asing), Regional Universities Indonesian Language Initiative (RUILI) yang didirikan pada tahun 2007 dan sering melakukan matrikulasi bahasa Indonesia di universitas Australia, serta melakukan studi banding ke universitas -- universitas di Indonesia.

Era globalisasi memang dapat dikatakan sebagai pisau bermata dua. Dapat menjadi sebuah keuntungan yang luar biasa, atau menjadi sebuah malapetaka yang tidak dapat dihindarkan. Bahasa Indonesia harus diakui cukup tergerus jika kita bandingan bahasa -- bahasa subkultur yang masuk secara masif di Indonesia, seperti Jepang, Korea, Inggris, Jerman, Cina, dll. 

Terdapat juga fenomena sosial dimana terdapat penggunaan bahasa asing yang sering disisipkan dengan bahasa Indonesia dalam percakapan formal maupun non-formal di tengah masyarakat Indonesia itu sendiri. Hal ini menjadi masalah serius mengingat bahasa Indonesia khususnya dan bahasa Melayu umumnya memiliki potensi sebagai bahasa dengan penutur yang dapat menyaingi bahasa populer lainnya saat ini. 

Bahasa Indonesia yang dapat menjadi sebuah kartu andalan bagi langkah diplomatik Indonesia terhadap dunia global dan Australia khususnya, seperti tidak ditanggapi secara serius. Tentu statistik juga berbicara hal demikian. Mengingat terdapat berita terbaru pada November 2019, Sekolah Menengah Negeri di Canbera, resmi menutup mata pelajaran bahasa Indonesia yang dimana pembelajaran bahasa tersebut sudah ada sejak 40 tahun silam. Hal itu menjadi sebuah pertanda dari bagaimana kinerja pemerintah dan masyarakat Indonesia sendiri dalam menentukan langkah strategis diplomasi budayanya, terkhusus dalam sektor pengembangan bahasa resmi terhadap negara Australia dan dunia di era globalisasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun