Akan tetapi, sesuatu dilematis bahwa jarang dan bahkan tidak ada orang Australia, baik yang duduk di bangku parlemen maupun jabatan struktural swasta yang pernah mengenyam pendidikan di Indonesia. Sikap berbeda orang Indonesia yang lebih memilih pulang ke negara nya ketimbang negara lain yang justru pasca lulus dari kuliah memilih untuk menetap dan menjadi warga negara Australia, membuat sebuah kerugian yang cukup besar dikarenakan Australia hanya memiliki SDM ahli yang sifatnya temporer dan tidak permanen.Â
Walaupun ada jumlahnya sangat sedikit dan terbatas. Oleh karena itu, banyak dari asosiasi eksternal pemerintahan yang berinisiatif untuk tetap menciptakan iklim dari pembelajaran bahasa Indonesia agar tetap eksis di Indonesia dibawah kondisi dimana segala pembelajaran bahasa Indonesia di tingkat Sekolah maupun Universitas tidak didukung oleh anggaran pemerintah Australia.Â
Lembaga atau organisasi seperti; Society of Indonesian Language Educators (ASILE) yang berdiri tanpa kantor sekretariatan dan secara aktif membawa diskusi dengan topik bahasa Indonesia di Australia. Ada juga lembaga dari Indonesia bernama APBIPA (Asosiasi Pengajar Bahasa Indonesia untuk Pembelajar Asing), Regional Universities Indonesian Language Initiative (RUILI) yang didirikan pada tahun 2007 dan sering melakukan matrikulasi bahasa Indonesia di universitas Australia, serta melakukan studi banding ke universitas -- universitas di Indonesia.
Era globalisasi memang dapat dikatakan sebagai pisau bermata dua. Dapat menjadi sebuah keuntungan yang luar biasa, atau menjadi sebuah malapetaka yang tidak dapat dihindarkan. Bahasa Indonesia harus diakui cukup tergerus jika kita bandingan bahasa -- bahasa subkultur yang masuk secara masif di Indonesia, seperti Jepang, Korea, Inggris, Jerman, Cina, dll.Â
Terdapat juga fenomena sosial dimana terdapat penggunaan bahasa asing yang sering disisipkan dengan bahasa Indonesia dalam percakapan formal maupun non-formal di tengah masyarakat Indonesia itu sendiri. Hal ini menjadi masalah serius mengingat bahasa Indonesia khususnya dan bahasa Melayu umumnya memiliki potensi sebagai bahasa dengan penutur yang dapat menyaingi bahasa populer lainnya saat ini.Â
Bahasa Indonesia yang dapat menjadi sebuah kartu andalan bagi langkah diplomatik Indonesia terhadap dunia global dan Australia khususnya, seperti tidak ditanggapi secara serius. Tentu statistik juga berbicara hal demikian. Mengingat terdapat berita terbaru pada November 2019, Sekolah Menengah Negeri di Canbera, resmi menutup mata pelajaran bahasa Indonesia yang dimana pembelajaran bahasa tersebut sudah ada sejak 40 tahun silam. Hal itu menjadi sebuah pertanda dari bagaimana kinerja pemerintah dan masyarakat Indonesia sendiri dalam menentukan langkah strategis diplomasi budayanya, terkhusus dalam sektor pengembangan bahasa resmi terhadap negara Australia dan dunia di era globalisasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H