Lalu? "Heh bangsat. Ngapain lo enak-enakan di sini" umpat seseorang pria. Ia jambak keras rambut Maya. Gadis itu menjerit kesakitan. Pria itu Bang Joy, si mucikari. Rupanya tadi Susi men-servicenya di kafe ini. Sontak Andara berdiri. Ia emosi dan langsung meloncat ke arah si mucikari.
"Anjing. Lepasin tangan kotor lo" teriaknya. "Heh. Lo siapa? Oh. Jadi lo yang bawa dia ke sini. Bayar dulu kampret"
Dan? Bukkk. Satu pukulan telak di wajah si mucikari. Ia terhunyung sedikit. Namun Andara tak beri ia ampun. Sebentar saja, pukulan kedua mendarat di ulu hati si mucikari.
"Huekkk...." pekiknya. Ia sempoyongan dan menabrak meja. Pengunjung kafe lain cuma bisa menonton. Ada yang berusaha melerai, namun banyaknya diem. Andara mengambil dompet, lalu ia lemparkan lembaran banyak uang ratusan ribu.
"Gue kira, itu lebih dari cukup untuk membayar semua hutang Maya" ucapnya. "Dan jangan sekali lagi lo macem-macem sama dia. Sekarang dia bebas" Si mucikari terkekeh. Dalam ringisnya ia pungut lembaran duit itu. Andara menghampiri Maya.
"May. Kamu gak apa-apa?" "Nggak Nda. Aku..." Lalu Maya memeluk erat tubuh Andara. Ia kembali menangis sejadi-jadinya. Andara mengusap lembut dengan segala rasa cintanya. "May. Met Valentine. Aku selalu sayang kamu" Andara mengecup kening Maya. Namun Maya cuma berdiam. Tatapnya kosong. Tak lama tubuh Maya jadi makin berat dan hendak terjatuh. Ia gak sadarkan diri. "Mayaa..."
# # #
"Ayah. Menurutmu, aku bawa mainan yang mana? Robot atau pesawat?" "Robot itu bagus..." "Oke..."
Senja yang cerah. Lembayung yang jingga melipat puncak pohon oak, menggelayuti bibir bukit-bukit yang ranum tersungging. Di sekeliling, anak-anak bermain riang. Berlari bersama anjing-anjingnya di antara hamparan tulip dan gemercik air dalam pusaran kincir angin.
Ini tempat lahirnya Andara. Satu pedesaan bersih dan sejuk di pinggiran Belanda. Dan? Setelah lulus kuliah, Andara mutusin membawa istrinya, Maya sekaligus ibunya ke negara ini.
"Nenek. Aku juga bawa buku gambarku. Biar ibu tahu, kalo aku sudah jago gambar?"