.
Di teras senja, selembar sajadah jatuh di atas lipatan debu. "Di manakah pintu surga terbuka?" ucapnya risau bertanya di tengah kursi tirani yang kokoh menjerat. Suara itu milik Indonesia. Dan? Dia kini sendiri. Tengah lintasi serpihan sepinya peradaban takwa di titik gelap telunjuk langit yang terjauh.
"Di bumi lembar sejarah barbar dan jahiliyah; ente kudu banyak-banyak berzikir" si Fulan mencoba angkat bicara. Dahi Indonesia berkerut.
"Kudu sering bertawafi di Ka'bah revolusi nurani. Jika tidak, ente makin ditelanjangi setan rohani. Dan ente pun jadi nur Gusti yang terjauh dari kuasanya Arasy"
Si Fulan menatap lekat wajah Indonesia yang pucat. Raut tirusnya sumpek. Lagi-lagi, mungkin semalam suntuk dia dirampok rame-rame oleh politisi dan para birokratnya. Indonesia lelah dan makin pesimis. Di sampingnya, Garuda terkapar. Ngos-ngosan. Konon, dia sekarang mandul karena doyan nyimenk dan sedot sabu. Dan kini, dia tengah menjalani rehabilitasi di kebun binatang Ragunan, di bawah pengawasan ketat dari dokter-dokter made in China. Made in Eropa. Made in Amerika.
"Memang. Sudah lama saya gak minta-minta sama Gusti. Saya banyak dosa. Saya malu. Sudah gak punya muka di hadapan Gusti. Dan kalo gitu, saya suka sungkan buat deketin Dia lagi" jawab Indonesia lemah sambil terbatuk. Kemudian dia engap-engap. Penyakit bengeknya tambah kronis. Nafasnya kembang kempis. Dan lagi, menurut test urine di klinik spesialis alat kelamin tempo hari, Indonesia pun positif terjangkit virus Raja Singa. Akibat terlalu sering berjinah dengan pelacur-pelacur golongan murah-meriah dari kandang-kandang peradaban barat. Mungkin sebentar lagi dia terjangkit Aids dan gontai berjalan ambruk di gurat tipis sakaratul maut.
"Wah. Wah. Ente tambah parah nih. Mending buruan tobat" ujar si Fulan menasehati.
"Sepakaaat..." teriak Garuda di balik selang-selang infus yang menusuk di tiap-tiap bulunya. Indonesia manut-manut. Mungkin ngerti apa yang dimaksud si Fulan.
Memang, Indonesia kini tengah di landa kekeringan spiritual. Tempat bersua Tuhan cuma jadi sentral kebanggaan semu yang berdiri nyenggeyeng di atas bumi yang sempoyongn. Mesjid kosong. Gereja sepi. Wihara ngeblong. Pura dan Klenteng lolong. Orang-orangnya makin edan. Penguasanya edan. Pengusaha edan. Politik edan. Demokrasi edan. Dan edan mereka lama-lama menular menyebar hingga Rakyat pun sebagian jadi ikut edan. Sebagaimana dimaklumatkan Nietzsche "Got is tot. Got is tot" (Tuhan telah mati. Tuhan telah mati). Mungkinkah Tuhan telah mati dalam hati sanubari bangsa?
"Cita-cita luhur kini cuma jadi simbol identitas kekinian yang salah. Menguap bersama jargon-jargon politik untuk arogansi kekuasaan dan tarung antar kepentingan. Indonesia adalah kupu-kupu yang jadi ulat bulu" ujar si Fulan rada emosi.