Indonesia kudu buru-buru tobat. Orang-orangnya kudu cepet-cepet tobat. Indonesia mesti balik lagi dalam hanyut di ketinggian zikir yang mengalir di lingkaran Tuhan. Manusia harus kembali sejati, kudu dimaknai sebagai orang-orang yang mampu mengarifi tujuan dan hakikat hidup yang sebenarnya. Dan di atas jalan lurus Tuhan Indonesia bisa melangkah cepat lagi. Indonesia kudu cepat-cepat mendekati Tuhan.
"Tobat. Tobaaat..." lagi-lagi Garuda berteriak. Syetan duduk di dekat kepalanya. Dia terkekeh-kekeh. "Percuma saja Nak" ucapnya sinis. "Indonesia sudah kepalang ringsek. Mending ikut sama saya saja. Anything you want, i given to you. Dan itu ekpress. Gak pake sembah-sembahan ini itu banyak sekali. Buang-buang waktu. Time is money. Time is money. Ada uang abang sayang. Gak ada uang abang pecundang. Inget itu" lanjutnya terbahak-bahak.
Garuda mencibir, "Sori ye. Ane belom kuat nahan panasnya api neraka. Sono lo. Pergi. Pergi. Hush. Hush" usirnya. Syetan tambah terbahak-bahak.
"Ente mesti punya itikad. Kalo Gusti Allah itu adalah Yang Maha Benar. Maha Kuasa. Maha Pengampun. Tak ada kata terlambat untuk bertobat" ujar si Fulan kembali menasehati.
"Iya. Saya ngerti itu..." jawab Indonesia singkat.
"Tobat seseorang itu bisa dilihat dari beberapa hal. Menahan lisan dari bicara yang berlebihan, ghibah, adu domba, dusta. Tak ada rasa dengki dalam hati. Tak ada rasa memusuhi. Menjauhi perbuatan buruk. Serta menyiapkan diri untuk mati dengan rasa menyesal dari dosa. Mohon ampunan dan bersungguh taat kepada Tuhan" lanjut si Fulan panjang lebar. Sesaat, dia meneguk sedikit air untuk basahi tenggorokannya yang kering. "Udara di sini tambah kotor" umpatnya. Indonesia manggut-manggut tanda setuju. Kembali dia terbatuk dan engap-engap. Rupanya pesimisme lingkungan juga dirasakan olehnya. Pantes dia bengek.
"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi" tutur si Fulan. "Dan itu janji Tuhan..."
"Gak kan lagi ada kemiskinan?" tanya si Garuda.
"Woy. Woy. Woy. Miskin itu indah" teriak seorang di sana menghampiri "Lihatlah ketika kemiskinan dipresentasikan di sebuah rapat kabinet. Rapat gubernur. Rapat bupati. Rapat walikota. Dan entah rapat-rapat apalagi maka akan ada matrik warna-warni. Garis-garis artistik statistik. Jejer huruf tertata apik. Miskin itu indah wahai Garuda. Ha. Ha. Ha"
Prok. Prok. Prok. Si Fulan langsung tepuk tangan keras-keras diikuti Indonesia yang tersenyum, siapa lagi yang mampu berbicara seperti itu selain Tuan Tandi Skober. Mereka berdua sudah mendengar ucapan itu sebelumnya lewat essai yang berjudul "Miskin Itu Indah, Indonesia" (Tandi Skober. Tribun Jabar. 17/02/2011)
"He he..." Indonesia tersungging malu. Mereka berdua, Indonesia dan Tuan Tandi Skober berpelukan. Cipika-cipiki. Diakhiri dengan sungkem dari Tuan Tandi Skober.