Sebelum menjadi provinsi sendiri, Banten masuk ke dalam wilayah Provinsi Jawa Barat, sehingga tidak heran bila kita menemukan banyak kemiripan budaya dengan di Jawa Barat, terutama di daerah Lebak dan Pandeglang.Â
Selain memiliki kemiripan budaya dengan Jawa Barat, wilayah lain di Provinsi Banten, yakni Kota Tangerang, yang letaknya berdekatan dengan DKI Jakarta, cenderung memiliki kemiripan budaya dengan budaya Betawi. Sehingga dapat disimpulkan Provinsi Banten menjadi provinsi yang kaya akan budaya, aneka ragam adat istiadat, aneka ragam kuliner, dan memiliiki logat bahasa yang beragam.
Lahir dan besar di Lebak, kemudian berkarir dan menua di Tangerang, maka saya akan bercerita terlebih dahulu mengenai tanah kelahiran saya, tepatnya Rangkasbitung, Kabupaten Lebak.
Kunjungan wisatawan dimanfaatkan suku Baduy untuk menjual hasil kerajinan yang dahulu hanya digunakan untuk keperluan sendiri seperti tas yang dibuat dari kulit kayu Pohon Teureup yang disebut tas Koja, dan batik baduy yang biasa digunakan sebagai ikat kepala yang menjadi identitas suku Baduy luar.
Alun-alun Rangkasbitung dan Museum MultatuliÂ
Meskipun tampak lebih semerawut karena bertambah banyaknya kendaraan serta banyaknya pedagang kaki lima, Kabupaten Lebak sudah banyak berkembang dibandingkan saat saya tinggalkan 20 tahun lalu.Â
Di sana sudah ada pusat belanja modern, yang diimbangi dengan berkembangnya toko-toko gadget dan elektonik, minimarket, apotik dan rumah sakit serta munculnya jenis kuliner yang biasa kita temukan di kota-kota besar, seperti fried chicken, donuts dan sebagainya.
Meskipun banyak kuliner baru, kuliner idola saat saya masih imut-imut tetap bertahan sampai saat ini, seperti mpek-mpek bumbu kacang "Mang Ade", yang saat saya kecil menjadi jajanan favorit. Karena jangkauannya anak SD, maka mpek-mpeknya hanya terbuat dari sagu, dipotong-potong setelah digoreng, ditusuk dengan tusukan sate kemudian diberi bumbu kacang. Selain bumbu kacang ada juga bumbu cuka, bila mau.
Kuliner yang bertahan lainnya adalah Es Campur Muin dan Mie Ayam Uun, yang berkembang hingga memiliki beberapa cabang di sekitaran kota Rangkasbitung. Satu lagi yang wajib dikunjungi adalah rumah makan Ramayana, yang terkenal dengan nasi rames, sate dan sotonya.
Oleh-oleh Lebak
Untuk oleh-oleh Lebak, saya pernah menulis lengkap di Kompasiana dengan judul "Mengenal Oleh-oleh dari Lebak, Banten." Silahkan menuju link yang saya cantumkan.Â
Kerukunan Beragama
Meskipun mayoritas penduduk di Kabupaten Lebak adalah umat muslim, namun di sana terdapat 4 gereja (3 Gereja Protestan, 1 Gereja Katolik) dan 1 Vihara yang sudah lama berdiri, dan tetap rutin menjalankan ibadah setiap minggu.Â
Semoga kerukunan umat beragama yang tetap terjaga disana akan terus terjaga sehingga masyarakat Kabupaten Lebak hidup damai dan sejahtera.
P dan F yang Tertukar, Bahasa Sunda dan Liwetan (Ngagonjleng)
Bahasa yang digunakan di Lebak adalah Bahasa Sunda, namun berbeda dengan di daerah Jawa Barat, bahasa Sunda yang digunakan di sana lebih "kasar", dan lucunya, sampai saat ini masih ada teman saya yang kadang tertukar saat harus menulis kata yang menggunakan huruf F dan P.
Nasi berbumbu dengan sayur dan lauk pauk sederhana tidak ditata rapi seperti yang kita lihat di media sosial, tetapi hanya disebar merata sebanyak anggota yang ikut duduk makan. Lauk pauk dan sayuran juga biasanya hanya diambil dari kebun dan hasil ternak sendiri, karena yang terpenting dari kegiatan ini adalah kebersamaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H