"Kuat bukan disaat kita menang, namun disaat kita jatuh dan berhasil bangkit kembali"
Kalimat bijak diatas merupakan gambaran saat saya berhasil memperbaiki kegagalan saat kuliah dulu. Kesibukan di luar kegiatan belajar di kampus dan pola belajar yang salah menjadi penyebab saya harus mengulang beberapa mata kuliah inti jurusan yang saya ambil.
Saat dihadapkan pada kenyataan bahwa saya harus mengulang mata kuliah, saya baru sadar bahwa kelemahan yang saya miliki dalam mengingat atau menghapal harus ditutupi dengan rajin menulis dan membaca ulang apa yang ditulis.
Selain mencatat saat kuliah berlangsung, saya membaca kembali materi kuliah baik  yang ada di buku catatan ataupun di buku cetak, kemudian saya mencoba menuliskan kembali menjadi sebuah rangkuman dalam kertas HVS kosong yang dilipat dua dan ditulis dengan tinta warna-warni.  Sebagai contoh saya buat rangkuman materi 'Art4All" Faber-Castell dan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Perubahan cara belajar ini ternyata sangat bermanfaat dan mampu mengubah nilai D menjadi A, dan ini menjadi bukti untuk diri saya sendiri bahwa saya mampu mendapatkan nilai baik asal ada niat dan usaha.
Pengalaman yang sempat terlupakan diatas hadir kembali diingatan saat saya mendengar presentasi "ART4ALL" pada acara Kompasiana Visit ke Pabrik alat tulis terbesar dan tertua di dunia yaitu Faber-Castell, pada tanggal 11 Juli 2017 ke Cibitung, Bekasi. Pada acara tersebut dijelaskan bahwa menulis tangan membantu kita untuk tetap fokus, mempertajam daya ingat, dan meningkatkan berpikir kreatif.
Kedua, kami diajak ke area produksi dan dijelaskan mengenai sistem keamanan pabrik, serta proses produksi connector pens dari awal, Â pengemasan produk hingga pendistribusian barang ke konsumen. Produk yang diterima konsumen sudah melalui quality control flow process sehingga saat terjamin kualitasnya, demikian juga dengan sisa hasil produksi yang dapat didaur ulang kembali untuk menjadi produk dan pengelolaan limbah yang baik sehingga ramah lingkungan.
Patterning, teknik mewarnai sebuah bidang dengan cara membuat motif secara bebas dan dilakukan berulang-ulang hingga memenuhi semua bidang.
Seni Tidak Terbatas
Seni tidak terbatas usia, sehingga siapa saja dapat menjadi seniman dan kegiatan seni ini dapat dilakukan sejak usia dini, dewasa hingga lansia. Seni juga tidak terbatas pada kondisi fisik atau mental seseorang, bahkan seni dapat menjadi alat terapi untuk beberapa penyakit tertentu.
Seni tidak dapat dibatasi oleh latar belakang kehidupan seseorang, baik latar belakang sosial, ekonomi, budaya maupun pendidikan karena seni dapat dihasilkan dengan memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia.
Seni tidak terbatas media sehingga kita dapat menghasilkan beragam karya seni. Karena tidak terbatas media inilah maka semua orang dapat menjadi seniman.
Manfaat Seni
Selain tidak terbatas, kegiatan seni juga sangat bermanfaat. Seni dapat menjadi alat bercerita sehingga kita dapat lebih mudah menyampaikan pesan, baik dalam bentuk gambar/lukisan, puisi, fiksi, maupun dalam bentuk karya seni rupa.
Seni dapat menjadi meningkatkan kreativitas yang sangat dibutuhkan pada usia dini, oleh karena itu Faber Castell mengadakan sejumlah kegiatan di seluruh Indonesia yang melibatkan para pengajar dengan harapan dapat melatih anak-anak untuk dapat menjadi generasi kreatif.
Seperti yang saya ceritakan diawal tulisan ini, menulis tangan juga menjadi kegiatan seni yang bermanfaat karena dapat membuat kita tetap fokus, menjadikan kita lebih tenang, meningkatkan kreativitas, mempertajam daya ingat dan dapat menyeimbangkan perkembangan otak kiri dan otak kanan.
Untuk golongan lanjut usia, kegiatan menggambar dan mewarnai bermanfaat untuk meningkatkan memori, meningkatkan kepercayaan diri, memberikan rasa tenang/relaksasi, mengurangi stress, meningkatkan komunikasi dan sosialisasi, melatih dan menyehatkan jasmani dan mencegah kepikunan. Dalam sambutannya, Presiden Direktur Faber-Castell Indonesia, Bapak Yandramin Halim, menceritakan bahwa mewarnai menjadi alat terapi bagi penderita Dimentia Alzheimer. Beliau menceritakan bahwa diawal kegiatan mewarnai penderita Dimentia Alzheimer cenderung akan memilih warna-warna gelap, namun lambat laun sedikit demi sedikit akan memilih warna-warna lebih cerah.
Berkat informasi yang disampaikan Pak Halim ini, kemudian saya mulai mencari buku mewarnai untuk ibu saya yang juga sedang mengalami  dimentia alzheimer. Sebuah buku mewarnai buah dan sayur saya pilih karena sepertinya akan cukup mudah untuk dikerjakan oleh ibu, saya beli dan bawa saat pulang ke kampung halaman minggu lalu.
Setibanya di rumah, saat santai duduk di halaman saya pun mengajak ibu untuk mulai mewarnai, gambar pertama saya tunjukan, dan puji Tuhan, ibu saya masih dapat membaca dan mengenali bahwa gambar yang saya tunjukkan adalah sebuah apel. Saya juga memberikan serangkaian warna oil-pastell Faber Castell kepada beliau, dan sebelum mengambil saya tanya, apel warnanya apa, dan beliau mengambil warna merah.
Meskipun dokter ibu saya menyebutkan bahwa dimentia yang diderita hanya 40%, namun saya tetap merasa suprise ketika melihat bagaimana ibu saya mulai mewarnai hingga menyelesaikannya, semua di luar dari apa yang saya pikirkan sebelumnya. Ibu saya mewarnai dengan sangat rapi dan teratur, dan mewarnai ini dapat  menjadi salah satu kegiatan penting untuk mengisi waktunya sekaligus dapat menjadi terapi untuk memperlambat perkembangan penyakitnya.
Terimakasih Faber-Castell dan Kompasiana yang sudah mengadakan kegiatan yang sangat bermanfaat ini, terutama untuk saya dan ibu saya.
Untuk melihat bagaimana ibu saya mewarnai dapat dilihat pada video berikut ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H