Sesuai penuturan anak teman saya, yang melakukan bully terhadap dirinya bukan anak yang terkenal nakal, tetapi sekelompok anak yang tergolong pintar dan terlihat baik saat di dalam kelas, dan ini yang menyebabkan tingkah laku mereka luput dari perhatian para guru di sekolah bila si anak tidak berani mengadukannya.
Buang “stempel” nakal pada siswa
Saya cukup terkesan dengan sebuah cerita bertemakan sekolah pada drama korea, dimana seorang guru tidak memberikan ‘stempel’ nakal pada kelompok siswa meskipun diawal-awal proses mengajar guru ini cukup dibuat kewalahan dengan tingkah mereka. Sang guru pun berusaha mencari tahu bagaimana kehidupan si anak di luar sekolah, dan mengetahui bahwa ternyata anak yang selalu membuat masalah di sekolah mengalami kekerasan fisik di rumah. Lebih menarik lagi, karena guru tersebut membuang “stempel” nakal pada murud-muridnya, maka setiap ada kasus yang terjadi di kelas, guru ini tidak lantas menuduh atau menjatuhkan hukuman kepada si anak, meskipun murid-murid di kelas selalu mengarahkan kesalahan pada anak tersebut, dan guru tersebut selalu berhasil mengetahui siapa pelaku yang sebenarnya.
Sama halnya dalam kasus bullyan, pelaku tidak selalu anak yang terlihat nakal di sekolah, bisa juga anak yang terlihat baik dan manis di depan guru dan kepala sekolah, sehingga yang perlu menjadi perhatian adalah korban bully yang cenderung jadi pendiam dan memisahkan diri dari teman-temannya atau hanya dekat dengan satu atau dua orang teman saja.
Peran Orang Tua, Pendidik dan Media
Dalam kicauannya di twitter Presiden @jokowi menyebutkan bahwa Perudungan, kekerasan pada anak tidak bisa ditolerir. Orang tua, pendidik dan media ujung tombak perlindungan.
Kata perudungan dari asal kata rudung yang berarti mengganggu, mengusik terus-menerus, menyusahkan sepertinya dipakai untuk mengganti kata bullying yang selama ini lebih dikenal masyarakat.
Orang tua, Pendidik dan Media yang disebutkan dalam isi kicauan memang memegang peran penting dalam perlindungan anak, karena seperti yang saya sebutkan diatas bahwa prilaku yang diterima anak dirumah akan mempengaruhi prilaku anak di luar rumah.
Orang tua yang seharusnya berperan menjadi pelindung, justru kerap kali menjadi penyebab anak berlaku kasar kepada teman-temannya, bisa karena melihat contoh prilaku kasar, bisa karena ingin menutupi kehidupannya di rumah, dan bisa juga karena pelampiasan amarah akibat perlakukan yang tidak baik yang diterimanya dirumah.
Seperti yang sudah saya jelaskan diatas, pendidik atau guru tidak cukup sekedar hanya mengajar dan memberi nilai tetapi harus peka dengan apa yang terjadi dengan siswa yang dididiknya.
Saat ini media dan media sosial memegang peranan penting dalam kasus perudungan pada anak terutama siswa. Cerita-cerita pada sinetron terkadang menggambarkan seolah bullying menjadi hal yang biasa dan boleh dilakukan di sekolah, dan pada cerita kerap menggambarkan bahwa yang menjadi pelaku akan dianggap hebat oleh kelompoknya. Lebih miris lagi, bila kasus bullying tersebut direkam, diunggah dan disebarkan di media sosial dengan tujuan mereka akan terkenal.