“Mey bangun, Mey .. memangnya hari ini gak kerja?” sayup-sayup terdengar suara mama di telinga Mey yang baru mulai terbangun dari tidur.
“Jam berapa sekarang Ma?” tanya Mey masih dengan mata tertutup dan memeluk guling.
“Jam enam pagi.”
“Hah?! Jam enam?!” tanya Mey kaget dan langsung beranjak turun dari tempat tidur menuju kamar mandi dan melewati mama yang masih berdiri di depan pintu kamarnya.
“Mama kenapa gak bangunin Mey dari tadi, pagi ini Mey harus nyiapin bahan untuk meeting si bos rese, duuuh kena ngomel lagi deh neh.” Seraya mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi.
“Ma, Mey berangkat ya… “ terdengar suara Mey dari depan pintu rumah, lima belas menit kemudian.
“Gak sarapan dulu Mey? Bekalmu ?” mama tergopoh-gopoh menuju halaman rumah teriak memanggil Mey sambil membawa sekotak nasi goreng untuk bekal Mey.
“Gak usah ma, Mey dah terlambat, dadah mama.” Teriak Mey lewat kaca mobil yang terbuka dan kemudian mobil yang dibawanya melaju cepat.
--
Hanya tersisa waktu 10 menit untuk Mey menyiapkan bahan meeting, dan berkat pertolongan Susi, seorang office girl, Mey tidak terlambat masuk ke ruang meeting dengan bahan yang sudah disiapkan.
“Seandainya kemarin bos rese itu mengirim email revisi tidak lewat dari jam kantor, aku tidak perlu terburu-buru pagi ini.” Gerutu Mey dalam hati.
Satu per satu peserta meeting memasuki ruangan, dan bahan yang sudah disiapkan Mey diletakkan di meja Fernando, atasan Mey yang selalu disebutnya bos rese.
Idealisme dan ritme kerja Fernando yang cepat dan tepat, menuntut Mey harus dapat mengikuti apapun yang diperintahkan, dan hal ini sempat membuatnya stress hingga menangis diawal-awal bekerja sebagai sekretaris, lantaran Fernando tidak sungkan memarahi Mey bila menemukan kesalahan yang menurut Mey bukan kesalahan fatal.
Seiring berjalannya waktu. Mey mulai bisa mengikuti keinginan Fernando, termasuk menemani Fernando meeting bersama client hingga malam, dan itu juga alasan mengapa Mey mendapat fasilitas mobil kantor.
--
“Makan siang dimana kita, Mey?” suara Ranti, teman setia makan siang Mey terdengar di ujung telepon.
“Bakmi Bangka depan kantor aja ya, gue mau balik kantor cepet, nanti sore bos mau ketemu nasabah gede, dan gue harus nyiapin proposal.”
“Ok, ketemu di lobby ya.”
“Siip” jawab Mey dan segera bersiap-siap keluar kantor menuju lobby gedung, dan terlihat Ranti sudah berdiri manis dekat satpam yang sedang berjaga.
“Mampir toko kue, sebentar ya, buat bekel jam tiga hahahha.” Mey berbisik dan mereka pun segera menuju zebra cross di bawah lampu merah untuk bersiap-siap menyebrang jalan.
Di atas etalase toko kue, dipajang beberapa bungkusan onde warna putih, merah, dan hijau, yang tidak terlihat dihari-hari biasanya.
“Sekarang tanggal berapa Ran?” sejenak Mey terdiam dan mulai berpikir.
“Oaalaaah tanggal 22 Desember ya, pantesan nci Lia jual onde.” Belum sempat Ranti menjawab Mey sudah menjawab pertanyaannya sendiri.
Mey mulai menekan tombol pada ponsel dan segera mengarahkan telepon ke telinga.
“Ma, mama kok gak bikin onde hari ini? Sekarang khan tanggal 22 Desember ma, hari onde.”
“Tahun ini mama gak bikin Mey, koko Jo baru pulang akhir bulan nanti, sejak gak ada papa, Cuma kamu sama mama yang makan, dan sekarang kamu juga sibuk banget, sayang kalau mama bikin gak dimakan.”
“oooh… Mey beli aja ya ma, nanti pulang kerja kita makan sama-sama” Mei segera menutup telepon dan segera memesan kue termasuk dua bungkus onde untuk dibawa pulang.
--
Tiba dikantor, dua bungkus onde yang akan dibawa pulang segera dimasukan dikulkas agar tidak basi, dan Mey kembali disibukan dengan pekerjaan rutinnya.
Setelah waktu senggang, Mey mulai membuka timeline fesbuk dari ponselnya, disana penuh foto teman-teman yang berpose bersama ibu disertai ucapan selamat hari ibu dan ungkapan kecintaan kepada Ibu.
Tanggal 22 Desember memang hari ibu, tetapi dalam ingatan Mey, tanggal 22 Desember adalah hari onde, karena sejak kecil, ditanggal itu, mama selalu menyajikan onde dan Mey, juga papa dan Koko Jo, harus menghabiskan jatah onde sesuai umur terlebih dahulu, baru boleh mengambil sesukanya. Sepeninggal papa dan mutasi kerja Jo di luar kota, membuat Mey satu-satunya teman mama di rumah, dan kini Mey tidak lagi dapat menemani mama karena kesibukan pekerjaannya.
‘teeeeeeetttt’
Suara bel tanda panggilan dari dalam ruangan Fernando membuyarkan lamunan Mey hingga tanpa sadar Mey buru-buru berdiri dan beranjak menuju asal panggilan.
“Lima belas menit lagi kita berangkat ya, semua bahan sudah kamu siapkan ya?”
“Kita Pak?” tanya Mey memastikan karena teringat dengan onde dan janjinya pada mama.
“Iya kita, kamu ikut mobil saya saja, mudah-mudah tidak macet dan meeting tidak lama, jadi kita bisa kembali ke kantor.”
“Baik Pak.”
_
“Ma, Mey pulang sedikit telat ya, ikut meeting sama bos, mama tunggu ya, kita makan onde bareng.” Pesan Mey terkirim melalui SMS sebelum berangkat bersama Fernando.
Tidak banyak yang dibicarakan selama perjalanan, hanya suara penyiar radio dan lagu-lagu penyanyi tanah air yang mengisi keheningan suasana, dan sesekali terdengar suara Pak Maman, supir Fernando yang memberitahukan suasana jalan yang macet akibat hujan deras.
Tiba dilokasi, Fernando memberitahukan bahwa kliennya terkena macet dan kemungkinan baru tiba satu jam kemudian dan berarti waktu meeting akan ikutan molor.
Tamu yang ditunggu baru tiba pukul setengah delapan malam, dan negosiasi yang berjalan cukup a lot membuat rapat menjadi lama hingga baru selesai jam setengah sepuluh malam.
“Kamu langsung saya antar pulang saja Mey, sudah malam, besok ke kantor pakai Taksi, ongkosnya reimburst kebagian Finance.”
“Tapi Pak.” Mey teringat onde yang ada di kulkas kantor
“Tapi apa Mey, jam segini kantor pasti sudah sepi, bahaya untuk kamu sendiri.”
“Iya Pak.” jawab Mey Pasrah mengikuti perintah Fernando.
--
Jam setengah sebelas malam Mey baru tiba di rumah, dan segera menuju kamar mama karena Mey tahu, bila pintu depan rumah sudah terkunci berarti mama sudah masuk ke kamar.
Perlahan-lahan dibukanya pintu kamar mama, dan seperti dugaan Mey, mama sudah tidur. Sambil menghela nafas panjang, ditutupnya kembali pintu kamar mama seraya berkata dalam hati “Maafin Mey ma, kita gak jadi makan onde bareng, selamat hari ibu.”
Mey segera menuju kamar dan membersihkan diri, untuk segera beristirahat karena besok harus bangun lebih pagi untuk memesan taksi.
--
Ada wangi jahe yang tercium saat Mey keluar dari kamar, wangi yang sangat dikenalnya. Perlahan-lahan Mey mendekati mama yang sedang asik mengaduk-aduk larutan gula dan jahe diatas kompor. Tanpa ingin mengagetkn mama, Mey memeluk mama dari belakang seraya bekata “Maapin Mey semalam ya ma.”
Mama mematikan kompor dan berbalik menyentuh pipi Mey, “gak apa-apa Mey, mama ngerti kok, cepet sana mandi, nanti kita makan onde-onde sama-sama. Berapa umurmu sekarang? Dua puluh tiga ya, waaah udah banyak donk, gak perlu pake nambah lagi..” jawab mama sambil tertawa.
Mey beranjak menuju kamar mandi dengan hati riang, melupakan onde dalam kulkas kantor yang tak jadi diberikan untuk mama.
--
sumber gambar : petabandung.net
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H