"Lalu belatung-belatung yang si Neng kumpulkan sudah enggak ada Kan? Cuma ada butiran nasi kering bukan ya?"  tanya Abah sambil  menjurungkan wajahnya  kepada Aran.
Aran dan Mang Dadang  terkaget-kaget mendengar  pertanyaan sekaligus terka'an tetua kampung itu.
Namun belum habis keheranan keduanya, tiba-tiba terdengar jerit Mirda dari kamar tidur. Aran  bergegas masuk dan segera memeluk istrinya yang terus berteriak histeris ketakutan.  Abah ikuti Mang Dadang masuk ke ruang tamu, lalu minta pasangan muda itu keluar rumah sebentar supaya bisa memeriksa semua ruangan.
Dengan terbata-bata Mirda mengaku didatangi sosok  kakek  renta berbulu lebat di sekujur tubuhnya.  Namun beberapa bagian kulit wajahnya terkelupas dengan darah segar menetes membasahi janggutnya. Mulanya Mirda hanya terdiam kaget dan ngeri.  Tapi mendadak kakek itu menghampiri sambil mencengkram bagian bawah bajunya, kemudian sosok berbau busuk itu mengangkat bajunya sampai terlihat seluruh permukaan perutnya yang membuncit.
"Bb... bb... Bang, dia  jilati dengan raksya perutku Bang.  Dan... dan... dia robek kuit perutku,  lalu dia....." ceritanya berhenti sampai di situ lalu pingsan karena amat ketakutan.
Aran segera memapah dan menyandarkan istrinya ke sofa.  Bersamaan itu tiba Nyai Ipah, istrinya Abah Azis. Kemudian bersamanya, Aran memeriksa permukaan perut istrinya dan memang ternyata tidak ditemukan luka sedikit pun. Untuk memastikan keselamatan janin yang dikandung istrinya, Aran menempelkan telinga kanannya  ke perut Mirda. Sementara Nyai Ipah komat-kamit merapal doa sambil membalurkan minyak kayu putih di kening Mirda.
Bersambung...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H