Tak ada jawaban dari orang yang disapa, padahal biasanya Bang Aran, lelaki dikenalnya sejak lima tahun yang lalu, pastinya mengucapkan salam. Â Namun Mirda berpikir barangkali suaminya begitu lelah sehingga langsung merebahkan diri di lantai seperti beberapa kali terjadi belakangan.
"Bang. Abang mau ke kamar mandi? Tunggu dulu ya Bang, Mirda sikat sedikit. Agak licin nampaknya," ujar perempuan hamil tua itu sambil berjongkok mengambil pembersih lantai.
Hanya terdengar suara orang berdehem yang dalam dan berat. Â Maka perempuan itu kembali melanjutkan menyikat lantai kamar mandi hingga sebagian bawah dasternya basah.
"Bang, sudah masuk adzan tuh. Ayo sini," tegur Mirda manakala terdengarya suara mendengkur dari ruang tamu. Â Namun kembali tak ada respon, jadi dia pun melekaskan kerjanya.
Ketika dia mulai menyirami pintu yang mulai lapuk, dilihatlah  bayang-bayang suaminya  menghampiri.
"Eh Abang," ujarnya lirih sambil melirik sekilas kedua kaki suaminya yang sudah berdiri tegak depan pintu kamar mandi.  Namun Mirda merasa ada yang aneh  pada pandangannya.  Kemudian dia mengembalikan  perhatiannya pada sepasang kaki di depannya.
"Astaghfirullah!" teriaknya sambil melempar gayung  ke lantai. Matanya terbelalak melihat sepasang kaki itu berbulu lebat, panjang, dan hitam legam.  Kulit kakinya berkerak macam tanah sawah yang kekeringan yaitu retak dan berkerak. Seluruh kuku-kuku jarinya panjang, tajam dan berkerut pertanda umur yang sangat tua.
Mirda reflek mendongakkan kepala menatap siapa sosok di hadapannya, karena sepasang kaki suaminya tak seburuk itu. Â Maka ketakutannya semakin memuncak ketika yang berdiri di depannya hanya bayangan hitam besar menjulang menyentuh plafon rumah.
Ketakutan yang luar biasa membuatnya nekat menyeruduk bayangan hitam tinggi besar itu supaya bisa keluar.   Mengherankan, dirinya tak merasa ada sesuatu pun yang tersentuh, yang dirasakannya hanya hawa dingin membuat bulu kuduk seketika merinding. Padahal sangat jelas dia menabrak  sebuah sosok dengan kaki berbulu lebat dan bercakar panjang.  Mirda terus berlari hendak membuka pintu. Kembali dia heran kaena pintu masih terkunci rapat dari dalam, padahal jelas terdengar suara kunci pintu diputar dari luar melalui jendela seperti yang sering dilakukan suaminya.
Setelah berhasil keluar rumah, Mirda berlari sekencangnya ke pertigaan jalan sambil mulutnya komat-kamit meminta perlindungan Sang Khalik. Beruntung  muncul Mang Dadang dari gang sebelah kiri. Pekerja bangunan itu sebetulnya mau ke masjid pinggir jalan raya, tapi dia urungkan setelah melihat wajah pucat ketakutan dari ibu muda itu.  Mang Dadang kawan baik suami Mirda, maka dia antarkan pulang perempuan itu kembali ke rumah.
"Tidak ada siapa-siapa Uni, ucap Mang Dadang setelah memeriksa seluruh sudut rumah dan kamar mandi.