Mohon tunggu...
Ariya Hadi Paula
Ariya Hadi Paula Mohon Tunggu... Penulis - Fiksionis, jurnalis independen dan kolomnis sosial humaniora

Ariya hadi paula adalah Alumni IISIP Jakarta. Pernah bekerja sebagai desainer grafis (artistik) di Tabloid Paron, Power, Gossip, majalah sportif dan PT Virgo Putra Film .Jurnalis Harian Dialog, Tabloid Jihad dan majalah Birokrasi. Penikmat berat radio siaran teresterial, menyukai pengamatan atas langit, bintang, tata surya dan astronomi hingga bergabung dengan Himpunan Astronom Amatir Jakarta (HAAJ) dan komunitas BETA UFO sebagai Skylover. Saat ini aktif sebagai pengurus Masyarakat Peduli Peradaban dan dakwah Al Madania Bogor.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Komite Pemburu Kampanye

10 Desember 2023   13:29 Diperbarui: 5 September 2024   08:56 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Lha memangnya kenapa  Mama Raffi? Bukannya  anak situ dapat KJP sama bansos beras?" tanya Mbak Pur dengan logat khas Brebes.

"Oalah Mbak Pur.  Ndak dapat info toh kalau bantuan-bantuan itu sedang mampet. Malah ada banyak warga ndak terdaftar lagi di DTKS alias dicoret. Gaul to Mbak," respon Bu RT  sebelum yang ditanya menjawab.

"Iye Mbak Pur. Kabarnye ampir enam juta orang penerima bansos lagi dtinjau ulang," tambah Mpok Ani.

"Makanya tuh, Kita kudu cari partai, caleg atau orang-orang yang mau bagi-bagi bantuan buat warga suseh seperti Kite.  Mau sembako, mau duit, Kite ambil aje  supaye dapur terus ngebul,"  lanjut Mpok Ani.

"Oo bansosnya  ke kampanye ya?" gumam Mbak Pur.

"Oalah mana ada yang tahu toh Mbak Pur.  Pokoknya  Kita kompakan saja njih.  Ndak apa-apa toh Kita  bukan cuma jadi komite sekolah, tapi juga jadi komite pemburu kampanye,"ujar Bu RT sambil mengusapkan tisu ke seluruh wajahnya yang basah karena keringat.

"KPK dong," celetuk Mama Raffi yang disusul tawa riang semua perempuan berpakaian serba merah.

Bersamaan dengan itu muncul Bang Adul dengan motor Vespa tua kesayangannya menjemput istri tercinta.  Mpok Ani segera naik  ke bangku belakang sambil berpesan  untuk agenda mereka berikutnya.  Bang Abdul enggan mematikan mesin motor produksi Italy, alasannya  susah  menghidupkan kembali.   Bising knalpot motor antik itu membuat Mpok Ani harus berteriak keras.

"Inget ya, Kamis  sore  baju kuning, Minggu pagi baju biru ye!" teriaknya.

"Wah, mesti punya baju warna-warni dong. Putih aja tak bisa ya Mpok?" tanya Mbak Pur.

""Yang berwarne putih atau item kagak ada duitnye!" jawab Mpok Ani ...begitu ucapan terakhir Mpok Ani karena suaminya sudah mulai tancap gas. Akhir sebuah letupan keras disertai asap hitam yang mengepul dari knalpot motor Bang Adul  membubarkan rombongan KPK.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun