Mohon tunggu...
Ariya Hadi Paula
Ariya Hadi Paula Mohon Tunggu... Penulis - Penulis adalah Fiksionis, jurnalis independen dan kolomnis sosial humaniora.

Alumni IISIP Jakarta, pernah bekerja di Tabloid Paron, Power, Gossip majalah sportif dan PT Virgo Putra Film sebagai desainer grafis dan artistik serta menjadi jurnalis untuk Harian Dialog, Tabloid Jihad dan majalah Birokrasi. Saat ini aktif sebagai Koordinator masyarakat peduli dakwah & peradaban (MPDP) Al Madania dan pengurus Yayasan Cahaya Kuntum Bangsa (YCKB).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bataviasche

30 Juni 2022   21:19 Diperbarui: 6 September 2023   11:53 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

BATAVIASCHE

By Ariya Al Batawy

"Buaye Lu pade!" teriak  Bek Taher sambil menampar ketiga perampok bersarung ala ninja di hadapannya.

Sang jawara asal Kampung Tongkol merasa belum puas, ditariknya sarung seorang rampok sehingga lepas dan terlihat wajah  lelaki tua yang ketakutan. Penjahat itu memohon ampunan dan mengaku menyesal atas tindakannya. Kedua temannya pun mengikuti.

"Enak aje Lu! Udeh ngambil harte orang, eh Lu perkose juge anaknye, tapi sekarang pade minta diampunin. Mampus aja dah Lu semue!" umpat guru pencak silat itu sambil mengeluarkan golok dari sarungnya.

Namun sebelum senjata tajam itu terayun, Bek Rahmadi menahan tangan sobatnya. Guru silat asal Kampung Pulo itu  meminta Bek Taher menahan emosinya.  Menurutnya  para perampok seharusnya diserahkan kepada utusan Pemerintah Hindia Belanda.

"Sabar Bang. Kite unjukin aje ini  maling same Mister Berry," ujarnya. Namun  wajah Bek Taher masih tampak marah memerah.

"Siape yang nyuruh Elu pade ngerampok di kampung Gua?" tanya Bek Taher dengan gusar.

"De... De... Demang Hamdani, jawab perampok yang sudah lepas sarungnya.

"Plok!" tamparan keras melayang ke pipinya. Setelah memberi hadiah atas pengakuan itu, lalu Bek Taher menyarungkan golok dan meninggalkan tempat penangkapan para perampok yang biasa gentayangan di pemukiman sepanjang pantai Jayakarta, sebelum berganti menjadi Batavia pada tahun 1619.

Para murid perguruan silat  Kampug Tongkol segera mengikat ketiga rampok lalu digiring masuk ke sebuah kandang kuda. Sementara guru silat sekaligus penjaga keamanan  dari Kampung Pulo, Bek Rahmadi  menyusul abang seperguruannya. Keduanya  adalah putra Betawi  yang dikenal anti penindasan, baik yang diakukan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) maupun para penjahat berdarah pribumi.

Keesokan pagi, kedua bek bersama tangkapannya sudah berada di gedung Kegubernuran Batavia di Kota Tua.  Mereka diterima Cornellis Scott yaitu seorang kapitan yang diangkat sebagai gubernur sementara untuk pulau Jawa, serta ditemani seorang utusan Kerajaan Belanda bernama Berry Van Aerle.

"Begitu  dah Mister Scott. Jadi rampok-rampok yang bikin sengsare rakyat ini ternyate suruhannye  Ki Demang," jelas Bek Rahmadi.

Mendengar pengaduan itu, Cornellis Scott tampak kurang senang. Tenggorokannya terasa kering saat hendak memberi jawaban.

"Ah, bukannya Ki Demang  juga ambil itu upeti dari rakyat?" tanya Mister Berry  memotong.

"Betul Mister.  Malahan tiap akhir pekan itu upeti dibayarin orang kampung. Padahal pan kate Mister Berry tempo hari, upeti itu dibayarnye tiap bulan," jawab Bek Rahmadi membuat sang gubernur  sementara itu memerah wajahnya.

"Bukan itu aje Mister.  Kadang kalo  lagi panen tangkepan, itu pedagang di pasar ikan suka dirampas kelebihannye same si Demang!" timpal Bek Taher deng suara lantang.

Beberapa prajurit VOC yang belum paham betul bahasa pribumi  segera menyiapkan bayonetnya.  Begitu juga beberapa murid Bek Taher yang ikut ke dalam ruangan segera pasang kuda-kuda siap tempur.

Mister Berry segera menenangkan suasana. Dalam bahasa Belanda diminta para prajurit menurunkan pistol laras panjang yang diujungnya terpasang pisau tajam.  Kemudian dengan bahasa pribumi dijanjikan kepada kedua jawara jika dirinya dan kegubernuran akan meminta pertanggungjawaban kepada Demang Hamdani.

Sang Gubernur Scott  jadi gusar lalu memerintahkan ketiga perampok dijebloskan ke penjara bawah tanah yang berada persis di tengah gedung.  Ketiganya diikat dengan rantai besi yang diujungnya terpasang  bola besi seberat 20 kilogram, setelah itu dimasukan ruang sempit setinggi hanya 100 cm dengan luas  tiga meter persegi. Ruang sempit, sumpek dan lembab adalah penjara terkenal di zaman kekuasaan VOC.

Setelah pertemuan bubar, kedua orang penting dari Holland itu terlibat pembicaraan seru.  Berry Van  Aerle selain utusan kerajaan  ternyata juga seorang jurnalis dari Rotterdam Nieus yang tengah meliput  kerugian yang belakangan melanda perusahaan perdagangan terbesar di Eropa. Pada awal ekspansinya, VOC yang dimiliki 17 konglomerat di Amsterdam itu  membawa keuntungan berlimpah berikut stok rempah dan palawija untk rakyat Belanda.  Namun sejak awal 1700-an setoran finansial kepada para investor berkurang drastis dan pasokan rempah dari Hindia Belanda untuk kerajaan kian tersendat.Belum lagi pergolakan orang pribumi semakin sering terjadi.

"Bagaimana pula ini Kapitan Scott? Kalau tidak dapat aman di Batavia, tentu susah juga jaga aman di Java he?" kritik Mister Berry.

"Karena itu biar Eike  tangkap itu bek-bek yang buat ramai Batavia!" sungut sang gubernur berkumis pirang dan tebal.

"Nei! Bukan bek atau pribumi, tapi itu Demang  yang  setor ke company sangat kecil ei, tapi dia rampas panen ikan dan banyak upeti!" hardik Mister Berry yang bertubuh kurus tinggi menjulang.

Belum sampai Gubernur Scott menanggapi, sang jurnalis  menyatakan akan pulang ke Belanda nanti sore. Ketegangan pun mereda.  Cornellis Scott mengeluarkan sebotol anggur Utrecht Druif yang tersimpan di lemari kerjanya.  Kedua Hollander pun asik menikmati minuman hasil fermentasi buah anggur terbaik di negeri kincir angin.

Ba'da  shalat dzuhur, seorang penunggang kuda  masuk pekarangan  perguruan silat Kampung Tongkol.  Setelah tunggangannya berhenti, sang penunggang segera melompat turun dan berlari masuk rumah besar.  Beberapa murid yang memang bertugas jaga di luar segera mengendalikan kuda yang terengah kelelahan.

"Assalamu'alaikum!" sapanya setelah   Bek Taher dan Bek Rahmadi menenemui.

"Wa alaikum salam. Kenape Lu Dulloh, bawa kabar ape dari sarang kumpeni?" tanya Bek Taher sambil menyodorkan segelas air tawar.

"Bek,  tadi Saye denger Mister Berry  bakal mau pulang ke Belande nanti sore. Tapi barusan Saye lihat sendiri , Gubernur Scott ngutus opsirnye ke Demang Hamdani," ujarnya sambil mengatur nafas.

"Astagfirulloh. Berabe nih Bang. Kayaknye ada yang kagak beres nih," ujar Bek Rahmadi.

"Kok bisa begitu?" tanya Bek Taher.

"Begini Bang,  Mister Berry itu'kan utusannye Raje Belande. Sementara Kapitan Scott kerja buat kumpeni  yang  mikirnye cume  ngambil untung  dari kekayaan bangse kite," jelas Bek Rahmadi yang beberapa waktu sebelumnya sempat  ditemui Mister Berry untuk menjadi narasumber Rotterdam Nieu.

"Betul Bek. Dari sejak kedatengan Mister Berry selalu aje suke ribut soal  laporan duit yang kagak beres same  banyaknye tentare yang mati di tanah Java. Terus soal Demang yang seneng nyikse rakyat juge diributin tuh," timpal Dulloh yang bertugas sebagai mata-mata di gedung Kegubernuran Kota Tua.

"Nah! Kalo si Demang  mata duitan, seneng meres orang kampung dan doyan perempuan," sahut Bek Rahmadi.

Bek Taher yang terkenal galak dan tempramental langsung bergerak ke luar rumah.  Diperintahkan semua murid perguruan pencak silat Kampung Tongkol untuk siapkan senjata serta segera berangkat  menuju pelabuhan Sunda Kelapa.

Selang beberapa  waktu kemudian, lembayung senja  menghias langit di atas pelabuhan Sunda Kelapa. Puluhan burung camar berderet terbang rendah mengumpulkan makanan  untuk dibawa pulang ke  sarang. Tampak sebuah kapal layar besar siap berangkat, sementara beberapa perahu lebih kecil tengah bongkar muat barang yang dibawa dari negeri seberang. "Mami, ayo naik dahulu. Bawa Hans dan Gretha ke kapal," ujar Mister Berry Van Aerle kepada istrinya di ujung jembatan untuk naik dek kapal layar. Dia lalu berbalik ke arah Bek Taher dan Bek Rahmadi yang juga sudah  tiba di pelabuhan untuk memberikan pengamanan.

Terima kasih, kalian orang baik sama Saya punya keluarga. Tapi tidak mungkin Scott curangi Saya," ucapnya dengan logat khas orang bule.

"Same-same Mister Berry.  Elu pade sebetulnye orang baek.  Tapi masalahnye banyak anjing-anjing kumpeni yang rakus dan seneng nyedot darah saudarenye sendiri," jawab Bek Taher dengan  lugas.

Namun belum sempat utusan kerajaan Belanda itu berbicara lagi, tiba-tiba segerombolan perampok bersarung ala ninja menyerbu rombongan Berry Van Aerle, termasuk Bek Taher dan Bek Rahmadi.  Maka terjadilah pertempuran fisik antara pengawal utusan yang hanya berjumlah lima orang dibantu kedua jawara Betawi menghadapi perampok beringas.

Pertempuran sebetulnya tak berimbang karena perampok puluhan jumlahnya melawan tujuh pembela Mister Berry.  Namun berkat kemahiran ilmu pencak silat kedua pendekar pesisir Jayakarta, maka satu per satu perampok dapat dilumpuhkan

Berry Van Aerle sempat kegirangan ketika muncul pasukan bayonet menuju pertempuran. Dirinya yakin Cornellis Scott akan membantunya. Tapi dugaan sang jurnalis salah total!  Para opas  malah membantu para perampok meyerang kedua bek dan pengawal kerajaaan.

Pada saat bersamaan dari perahu-perahu pengangkut barang berloncatan puluhan murid perguruan silat Kampung Tongkol. Maka seketika teradilah pertempuran sengit mematikan dan berdarah di pelabuhan.

Bek Rahmadi memaksa Mister Berry dan dua pengawalnya yang tersisa supaya segera masuk kapal dan berangkat berlayar.  Lalu setelah ketiga orang kerajaan sudah berada di atas dek, Bek Rahmadi menendang jembatan papan hingga tercebur ke laut.   Kebetulan jangkar sudah diangkat dan layar sudah berkibar sehingga kapal  mulai bergerak pelan meninggalkan pelabuhan.

Menyadari kapal telah bergerak dan buruannya lepas, sebagian pasukan bayonet meninggalkan lawan lalu bergegas ke pinggir dermaga.  Lantas serangkaian letusan senjata laras panjang tertuju kepada kapal  yang ditumpangi Berry Van Aerle bersama keluarga.   Akhirnya seluruh pasukan bayonet mengalihkan perhatian ntuk membombardir kapal layar yang mulai masuk lautan lepas.  Ditambah lagi pasukan meriam didatangkan untuk menenggelamkan kapal para utusan.

Peralihan sasaran itu  dimanfaatkan kedua jawara bersama murid-muridnya untuk meninggalkan lokasi pertempuran. Bagusnya semua gerombolan anggota perampok berhasil dilumpuhkan, termasuk diantaranya terdapat mayat Demang Hamdani yang serakah dan dzolim.

Dari atas kapal layar yang kian menjauh dari dermaga dan tak terjangkau lagi pula oleh meriam, Berry Van Aerle meneropong ke arah para penyerang.  Hatinya senang karena kedua bek sahabatnya sudah pergi meninggalkan area pertempuran. Tapi kemudian hatinya gusar melihat beberapa murid Bek Taher tergeletak tak bernyawa.  Hatinya juga miris meliat mayat para perampok suruhan Demang, dan puncaknya dia mencaci maki  teman sebangsanya yaitu Cornellis Scott yang tega mengkhianati bahkan nyaris membunuhnya.

Licik dan kejam adalah buah kerakusan," renungnya  di tengah lautan sepi berselimutkan gelap malam.

Lenteng Agung, 28 Dzulqodah 1443H / 28 Juni 2022M

Dipersembahkan untuk HUT ke-495 Jayakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun