Mohon tunggu...
Ariya Hadi Paula
Ariya Hadi Paula Mohon Tunggu... Penulis - Penulis adalah Fiksionis, jurnalis independen dan kolomnis sosial humaniora.

Alumni IISIP Jakarta, pernah bekerja di Tabloid Paron, Power, Gossip majalah sportif dan PT Virgo Putra Film sebagai desainer grafis dan artistik serta menjadi jurnalis untuk Harian Dialog, Tabloid Jihad dan majalah Birokrasi. Saat ini aktif sebagai Koordinator masyarakat peduli dakwah & peradaban (MPDP) Al Madania dan pengurus Yayasan Cahaya Kuntum Bangsa (YCKB).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bataviasche

30 Juni 2022   21:19 Diperbarui: 6 September 2023   11:53 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Keesokan pagi, kedua bek bersama tangkapannya sudah berada di gedung Kegubernuran Batavia di Kota Tua.  Mereka diterima Cornellis Scott yaitu seorang kapitan yang diangkat sebagai gubernur sementara untuk pulau Jawa, serta ditemani seorang utusan Kerajaan Belanda bernama Berry Van Aerle.

"Begitu  dah Mister Scott. Jadi rampok-rampok yang bikin sengsare rakyat ini ternyate suruhannye  Ki Demang," jelas Bek Rahmadi.

Mendengar pengaduan itu, Cornellis Scott tampak kurang senang. Tenggorokannya terasa kering saat hendak memberi jawaban.

"Ah, bukannya Ki Demang  juga ambil itu upeti dari rakyat?" tanya Mister Berry  memotong.

"Betul Mister.  Malahan tiap akhir pekan itu upeti dibayarin orang kampung. Padahal pan kate Mister Berry tempo hari, upeti itu dibayarnye tiap bulan," jawab Bek Rahmadi membuat sang gubernur  sementara itu memerah wajahnya.

"Bukan itu aje Mister.  Kadang kalo  lagi panen tangkepan, itu pedagang di pasar ikan suka dirampas kelebihannye same si Demang!" timpal Bek Taher deng suara lantang.

Beberapa prajurit VOC yang belum paham betul bahasa pribumi  segera menyiapkan bayonetnya.  Begitu juga beberapa murid Bek Taher yang ikut ke dalam ruangan segera pasang kuda-kuda siap tempur.

Mister Berry segera menenangkan suasana. Dalam bahasa Belanda diminta para prajurit menurunkan pistol laras panjang yang diujungnya terpasang pisau tajam.  Kemudian dengan bahasa pribumi dijanjikan kepada kedua jawara jika dirinya dan kegubernuran akan meminta pertanggungjawaban kepada Demang Hamdani.

Sang Gubernur Scott  jadi gusar lalu memerintahkan ketiga perampok dijebloskan ke penjara bawah tanah yang berada persis di tengah gedung.  Ketiganya diikat dengan rantai besi yang diujungnya terpasang  bola besi seberat 20 kilogram, setelah itu dimasukan ruang sempit setinggi hanya 100 cm dengan luas  tiga meter persegi. Ruang sempit, sumpek dan lembab adalah penjara terkenal di zaman kekuasaan VOC.

Setelah pertemuan bubar, kedua orang penting dari Holland itu terlibat pembicaraan seru.  Berry Van  Aerle selain utusan kerajaan  ternyata juga seorang jurnalis dari Rotterdam Nieus yang tengah meliput  kerugian yang belakangan melanda perusahaan perdagangan terbesar di Eropa. Pada awal ekspansinya, VOC yang dimiliki 17 konglomerat di Amsterdam itu  membawa keuntungan berlimpah berikut stok rempah dan palawija untk rakyat Belanda.  Namun sejak awal 1700-an setoran finansial kepada para investor berkurang drastis dan pasokan rempah dari Hindia Belanda untuk kerajaan kian tersendat.Belum lagi pergolakan orang pribumi semakin sering terjadi.

"Bagaimana pula ini Kapitan Scott? Kalau tidak dapat aman di Batavia, tentu susah juga jaga aman di Java he?" kritik Mister Berry.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun