"Punten, jadi Aki ini  kakeknya Erdhin yang asal Padang itu?" tanya santri yang sama.
Maka yang ditanya  mengangguk sambil tersenyum senang, sebaliknya kedua santri saling berpandang-pandangan seolah mendiskusikan sesuatu.
Lalu tanpa mengucapkan sepatah kata,  santri yang senternya padam segera mengambil alih  ransel di punggung si lelaki  tua.  Kemudian ketiganya segera beranjak dari situ. Santri yang memegang senter berjalan paling depan laksana penunjuk jalan.
"Eh, Kalian kenal cucu Saya?" tanya sang lelaki tua di tengah perjalanan karena merasa aneh atas perlakuan istimewa yang tiba-tiba saja diberikan kepadanya. Kedua santri yang ditanya hanya membisu dan terus menatap ke jalan  yang dilalui.
"Atau kenal anak Saya?" tanya lelaki itu lagi berharap jawaban.
"Sangat kenal Kek. Uni Erdha sangat baik kepada Kami Kek.  Sering sekali teh anak-anak pondok diberikan makanan dan buah-buahan.  Padahal kan, Uni Erdha bekerja sendirian  karena ayahnya Erdhin kan sudah tidak ada ya," jawab santri yang membawa ranselnya sambil terus menatap ke depan.
Setelah berjalan lebih dari 200 meter, menanjak dan berbelok di antara pohon besar dan gelap maka sampailah mereka  di depan gerbang sebuah pondok pesantren.  Dua buah bangunan sederhana beratap genting dari tanah liat tampak mengapit sebuah masjid.  Dua gedung itu adalah tempat para santri belajar sedangkan sebuah rumah besar yang agak jauh di belakang masjid adalah asrama santri pondok pesantren khusus remaja pria.
Hei Nak, Â kalian kok ke situ? Rumah anak cucu saya di samping pesantren sana," tegur sang lelaki tua ketika kedua santri memasuki kompleks pondok pesantren.
Tidak ada yang menjawab teguran tersebut, keduanya terus melangkah masuk area pondok sehingga si kakek terpaksa mengikuti. Â Tepat di depan masjid, kedua santri meletakan ransel dan barang bawaan lainnya di dekat pintu masuk. Seorang diantaranya bergegas ke tempat wudhu, mencuci kaki lalu masuk ke dalam masjid. Sementara si kakek hanya tertegun menyaksikan nya.
"Alhamdulillah," ujar beberapa orang dari dalam masjid ketika lampu-lampu ruangan dan teras masjid menyala.  Listrik kembali mengalir persis sewaktu  santri yang sudah mencuci kaki masuk masjid.  Dengan terangnya ruangan maka si kakek dapat mengetahui bahwa di dalam masjid terdapat banyak santri lainnya. Dia menyimpulkan pastilah mereka tengah melaksanakan i'tikaf atau bermalam untuk beribadah di masjid.
Selanjutnya  keluar seorang remaja yang dirasa pernah dikenalnya.  Remaja itu menuju padanya sambil terus tersenyum, sementara kedua santri  sebelumnya mengikuti di belakang. Setelah semakin dekat, remaja itu mengucapkan salam sambil meraih tangan kanan sang lelaki tua untuk diciumnya dengan penuh penghormatan.