Mohon tunggu...
Ari Widya Nugraheni
Ari Widya Nugraheni Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Seorang mahasiswi yang yang tengah mengasah ilmu di fak Psikologi utk berdedikasi mengimplementasikan ilmu yg dimiliki\r\n

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Menghapal Al Quran dengan Segala Likunya Manifestasi Sayang Orang Tua

19 Februari 2016   16:26 Diperbarui: 19 Februari 2016   16:40 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jawaban utama sih karena saya pernah menghapal bagian dari Al Quran jaman di sekolah kemaren dan takut dosa kalau sampai lupa. Hadits dari berbagai riwayat dari Muttafaq ‘alaih maupun yang lain telah menjelaskannya. Jelas jalan saya tidak mulus karena banyak saya sambi. Untuk itu saya sengaja sekolah lagi yang ada pelajaran tahfidznya biar terikat dan ada pengingat. Kelemahan saya adalah konsisten.

Saya tipikal setia tapi istiqomah adalah kelemahan saya. Bawaannya prokrastinasi. Bahkan pernah pas mau ujian dalam waktu 3 minggu kurang dengan waktu yang tidak rutin saya langsung merapel hapalan 5 surat. Parah. Dan pas malam sebelum ujian, karena saya ada job jaga p2kk di rusunawa sebagai cotrainer yang jam kerjanya selesai jam 10an malam maka usai itu juga saya muraja’ah semua sampai jam 1an pagi.

Selama itu pula saya ndekem di kelas karena kalau ke kamar, takut berisik dan ngeganggu temen-temen cotrainer yang lagi istirahat selain karena kemungkinan besar lampu kamar sudah dimatikan. Saya baru ingat hari kemudian (diingatkan teman tepatnya) kalau ternyata kelas saya adalah kelas terspooky di rusunawa. Haha untung, baru inget. Padahal salah satu surat yang saya muraja’ah waktu itu adalah Al Jinn. Dan kata temen yang bisa lihat (kebetulan mereka waktu itu juga belum tidur dan ngobrol di ruang kesekret gak juah dari kelas saya) tepat malam itu mereka (para makhluk goibun) lagi banyak bersliweran di sekitaran kelas ane. Hahaha. Untung saya gak lihat, kalau lihat gak jamin apalan saya bisa selesai wkw.

Ironisnya, hapalan sistem kebut tersebut ya otomatis gampang lupa. Pas muraja’ah lagi beratnya sama kayak hapalan pertama kali.

Alasan lain kenapa pengen hapalan sedikit-sedikit bagian dari Al Quran adalah teringat permintaan Bapak dulu. Meski sekarang sudah tidak pernah menyinggung soal tersebut, saya masih inget pas jama kelas 10 bapak mengenalkan saya di salah satu rumah semedi (tempat hapalan) di dekat asrama saya di kawasan Kauman Jogja (dekat Masjid Gede Kauman). Tapi berhubung lagi masa alai dan ababil, ya seperti dugaan tidak bertahan lama, cuma sebulan dengan waktu sakenak udel. Padahal Ummi asrama waktu itu mendukung.

Bahkan dapat keringanan ijin keluar malam sampai isya (maksimal batas pulang ke asrama adalah sebelum magrib) dan (lagi-lagi jaman nakalan) malah dipakai buat jalan-jalan keliling Kauman ditemani teman. Haha.

Betapa bahagainya menjadi penghapal quran. Dia bisa menolong karib kerabatnya di akhirat nanti (ada haditsnya). Itu dari jaman kecil yang digaung-gaungkan sama Bapak makanya dulu maunya dipondokin yang ngedepanin hapalan, tapi ternyata Mu’allimaat menjadi takdir settingku menempa kehidupan. Makanya sebagai anak yang banyak dosa sama ortu, banyak nyusahin maunya ya bisa jadi pengahapal quran untuk membalas jasa mereka, karena selain bisa menolong di akhirat nanti, pahala si anak juga mengalir ke orang tua. Tapi bagaimana kalau nyata-nyatanya cita-cita tersebut tidak terwujud?

Ya, memang di umur segini sudah susah mewujudkan ekspektasi tersebut. Apalagi di lingkungan yang kurang mendukung. Katanya kan kalau hapalan harus ada yang nyimak, tapi berhubung teman-teman di sekitar saya gak ada yang satu jalur, jadi cari tukang penyimak itu aja susah. Ditolak saat minta tolong untuk menyimah? Haha sering mah. Jadi ya, cara saya membenarkan bacaan adalah dengan merekam suara sendiri (sekaligus menjadi refleksi sudah enak belum suaranya) kemudian dicek sambil membaca teks, sama sering mendengarkan lantunan ayat suci. Saya sukanya ya Ahmad Saud, Thaha Junayd, Syekh Mishari sama Syekh Sudais.

Berati PRnya adalah nanti pengene punya anak yang digodok jadi hafidz hafidzah. Utuk itu harus usaha dapat jodoh idaman yang bisa mewujudkan ekspektasi tersebut. Haha. Kalau anak dua huffadz semua bisa nolongin 2 keluarga dari kita dan suami nantinya, dan orang-orang pilihan si anak. Itu pemikiran jangka panjang yang bertengger di otak saya. Pokoknya kalau sayang sama orang tua, usahalah ringankan beban mereka. Jangan sampai dah di dunia aja sudah ngrepotin di akhiratnya apalagi. Anak macam apa? Masak gitu cara terimakasih ke orang tua?

Bersenang-senang boleh saja tapi ingat tanggung jawab dan janji kita. Banyak yang menggaungkan statemen ingin bahagiain orang tua. Tapi masih pacaran. Tapi masih gak jaga pergaulan. Tapi masih buka aurat. Tapi masih suka maksiat. Tapi masih malas solat. Lah, ortu boleh jadi bahagia kini, tidak nanti. Ya jadi pribadi yang dekat Al Quran, banyak doa agar keluarga kita di akhirat nanti kembali dipertemukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun