Satu bulan ini agaknya jadi masa terberat bagi nomor handphone yang sudah menemani saya selama lima tahun terakhir.
Pasalnya, hampir setiap hari setidaknya satu sms masuk dari nomor berbeda-beda yang menawarkan—kabarnya—cara cepat mendulang rupiah: judi online.
Judi online memang jadi topik hangat belakangan ini. Saya juga mengikuti perkembangan berita dan membaca beragam pengalaman pahit dari pemain judi online.
Tapi, baru kali ini saya merasakan langsung sensasi jadi target market admin situs judi online. Tawaran yang diberikan juga terlihat menggiurkan, walaupun saya sendiri tak begitu paham apa maksudnya.
Untungnya mereka tak mengirim tawaran ke Whatsapp saya. Semoga saja admin judi online tak membaca artikel ini.
Saya sempat iseng membuka beberapa link yang dikirim melalui sms itu. Dari segi tampilan situsnya, yang saya lihat rata-rata hampir sama.
Dari segi pilihan jenis judinya juga memang terlihat seperti game online pada umumnya.
Meski begitu, sejak awal saya memang tidak begitu tertarik dengan judi semacam ini. Apalagi setelah membaca kisah demi kisah tragis mantan penjudi via situs online yang menyesali perbuatannya.
Sebelum mendapat “serangan” sms seperti ini, saya juga pernah secara tak sengaja melihat salah seorang teman yang sedang bermain judi online.
Dari yang saya lihat, judi ini sekilas memang mirip dengan game Candy Crush yang sempat saya mainkan dulu. Bedanya, Candy Crush ini bukan judi dan tak membuat candu.
Balik lagi ke teman saya yang tadi. Ekspresi wajahnya terlihat serius. Matanya juga sangat fokus menatap layar ponsel. Sesekali senyumnya mengembang seolah baru mendapat rezeki nomplok.
Saya tidak tahu dan tak ingin tahu apa motivasi atau berapa banyak uang yang sudah ia habiskan untuk bermain judi online.
Tapi yang menjadi pertanyaan di benak saya, mengapa banyak orang yang masih terpikat, meski sudah banyak pemain judi online yang berakhir “rungkad”?
Promosi yang tak tanggung-tanggung
Promosi judi online ini bukan main gigihnya. Hampir di setiap platform media sosial saya menemukan akun yang mempromosikan situsnya.
Lagi scroll Facebook, nonton video lucu, ada situs judi online. Cari video kucing di Instagram, ketemu lagi situs judi yang lain.
Pindah ke media sosial yang lain lagi, masih ketemu lagi. Entah sudah berapa banyak situs judi online yang saya temukan selama ini.
Padahal, melansir laman cnnindonesia.com, Menkominfo mengklaim pihaknya sudah memblokir 886.719 konten judi online selama lima tahun terakhir, tepatnya sejak tahun 2018. Tapi tetap saja masih tumbuh subur seperti tak ada habisnya.
Bukan cuma akun random, sekelas influencer bahkan beberapa selebritis pun kedapatan mempromosikan judi online di media sosial. Banyak diantaranya berakhir ditangkap pihak kepolisian.
Memang tak tanggung-tanggung, ya, kan?
Sensasi menang dan kalah yang menyesatkan
Layaknya game online yang biasa saya mainkan, ada istilah cukup populer yang mungkin bisa sedikit menjelaskan alasan banyak orang kecanduan judi online.
Kalah, penasaran. Menang, ketagihan
Ketika menang, pemain merasakan sensasi kebahagiaan saat mendapat keuntungan dari judi online walaupun sedikit.
Setelahnya, ya lanjut lagi, karena merasa kemenangan yang lebih besar sedang menanti.
Ketika kalah, pemain bakal merasa setelah kekalahan ini mungkin ada kemenangan yang menunggu. Kalau kalah lagi, ya berharap lagi. Begitu seterusnya, sampai kau jadi milikku.
Itu tadi opini sok tahu saya. Untuk versi yang lebih ilmiah, melansir laman bbc.com, seseorang bisa kecanduan judi karena sifat alami manusia yang suka mengambil risiko, termasuk risiko dalam taruhan judi.
Dorongan untuk mengambil risiko ini berasal dari pelepasan zat dopamin. Zat kimia yang membuat seseorang merasa senang ini mengaktifkan jalur penghargaan yang sama menyenangkannya di otak sama seperti halnya memakan makanan favorit.
Sekarang, balik ke diri kita masing-masing. Apakah taruhan yang akan kita pasang itu benar-benar menguntungkan atau justru menyengsarakan?
Pertimbangkan lagi dari berbagai aspek kehidupan; ekonomi, sosial, bahkan keyakinan. Perasaan siapa lagi yang bisa kita patahkan, hubungan mana lagi yang akan kita hancurkan, berapa banyak hari yang akan kita isi dengan penyesalan?
Coba baca dan lihat lagi kasus-kasus mantan pemain judi online yang berujung kehancuran. Bukan cuma dari segi keuangan, tapi juga hubungan sosial yang mungkin ikut berantakan.
Lagi-lagi ini opini sok tahu.
Soal sms judi online yang masuk ke handphone saya belakangan ini, saya berpikir untuk tetap menyimpan semuanya.
Nantinya sms-sms itu akan saya tunjukkan kepada calon mertua ketika ditanya,
“Bisa apa kamu, mau melamar anak saya?”
Saya akan menjawab,
“Saya bisa menahan diri, meski dapat tawaran judi online bertubi-tubi.”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H