Mohon tunggu...
Aris  Pulsar
Aris Pulsar Mohon Tunggu... Freelancer - Traveler, Writer

Enjoy Life

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Penghianat atau Pahlawan

28 Agustus 2022   10:49 Diperbarui: 28 Agustus 2022   10:54 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Apa yang memotivasi anak muda ini sampai tidak mau mengaku" dalam hati komandan kelompok berkata. Antara kagum dan dendam.

Satu dari mereka menelanjangi dan mengangkat tubuh Amir agar dapat berdiri dan yang lainnya menyayat tubuh Amir dari bagian kepala sampai ke perut, sayatan itu diulang dari bahu kiri dan kanan  sampai ke batas pinggang.

"Aaahhhhhh" Teriak Amir

Darah yang mengalir membasahi tangan tangan yang menyiksanya.


selesai itu  mereka menelungkupkan Amir di atas karung berisikan dedaunan kering, lalu merajamnya dengan kayu bulat yang sudah di beri paku. Tak ada jeritan, tak ada tangisan hanya lenguh yang terdengar. Tubuh Amir yang mulai menghitam akibat darah yang menggumpal terjuntai diatas karung yang ikut memerah.

Dari balik semak sosok dua mata menyaksikan kejadian itu dengan berlinang, setiap kali Amir disiksa kedua mata itu terpejam, Tak sanggup untuk melihat Amir yang menderita.

" Bawa kembali ke rumahnya sekarang, supaya tidak terlalu siang " Perintah komandan kepada kelompok bersenjata tersebut.

Mereka membawa tubuh Amir yang setengah mati itu dengan motornya, suara knalpot membelah hutan menyisakan sesak didada bagi bayangan hitam berbaret merah itu. Dia hanya mendoakan segera saja Amir di bunuh agar tidak lagi menderita.

Mendekati rumah Amir motor dimatikan hanya berdua saja yang mengantar tubuh Amir sampai di pekarangan rumahnya dengan senyap. Mereka meletakkan dihalaman samping, persis bersebelahan dengan bangku dimana Amir sering menikmati kopi bersama Umar. Mereka membaringkan tubuh itu, lalu salah satu dari mereka mengeluarkan pisau dan menekan tepat di jantung Amir. Tubuh Amir bergerak lemah untuk terahir kalinya.

Seminggu setelah peristiwa kematian Amir yang menggemparkan seisi kampung, Nadya datang menghampiri Ibunya.

"Nadya ..maafkan kesalahan Bang Amir ya Nak, sebelum kematian Abang, dia menyerahkan uang sebanyak limapuluh juta, itu untuk membayar sawah samping yang digadai dan setengahnya untuk biaya pernikahan kalian, namun Allah berkehendak lain" Isak ibunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun