Mohon tunggu...
Aris  Pulsar
Aris Pulsar Mohon Tunggu... Freelancer - Traveler, Writer

Enjoy Life

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Penghianat atau Pahlawan

28 Agustus 2022   10:49 Diperbarui: 28 Agustus 2022   10:54 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Pak, saya mau sholat maghrib "Amir meminta ijin

"Ambil saja tayamum dan sholatlah "Jawab singkat dari group tersebut.

Malam terus beranjak hanya dua lampu obor kecil yang menyala, namun cukup untuk menerangi tempat yang datar, Amir menduga ini tempat tinggal mereka. Tangan dia terikat kebelakang bersandar pada pohon. Selang beberapa lama empat anggota tersebut mendatangi Amir cukup dekat sehingga dia dapat melihat wajah wajah garang tersebut.

Mereka mengintrogasi Amir, menanyakan sebanyak banyaknya Informasi yang dapat dikorek dari dia, mereka berhenti sejenak, lalu bergantian dengan tiga anggota lainnya.

" Jawab! Siapa lagi kawan kawan kamu babi!?" tanya salah satu dari mereka sambil menendang bagian ulu hati Amir. dalam posisi kelelahan setengah berdiri.

" Ughhh " Hanya suara itu saja yang keluar dari mulutnya.

Sakit nya membuat dia susah bernafas. Belum lagi sempat menarik nafas, popor senjata menghantam pipi menekan bagian rahang kirinya, saking kerasnya hantaman itu beberapa giginya tanggal. Darah mengucur deras dimulut Amir menetes membasahi bajunya.

" Bilang saja Amir, siapa lagi teman-temanmu agar selesai dan kamu bisa pulang malam ini."

" Gak adaa...gaak adaa lagi " jawabnya terbata menahan sakit

Mereka lalu melepas ikatan tali yang membelenggu kedua tangannya, dibiarkan Amir tergeletak menahan sakit dibawah pohon. Dalam remang malam itu satu persatu wajah orang-orang yang dicintainya hadir. Antara sadar dan tidak sosok Almarhum Ayahnya tersenyum sambil mejulurkan tangannya untuk diajak ke suatu tempat yang indah lebih indah dari pagi tadi disamping rumah, tak lama beberapa orang datang, menginjak injak, menendang, meluapkan kemarahan yang amat sangat di tubuh Amir.

Malam terus bergulir seperti dendam membara yang meletup-letup, kelompok itu tanpa ampun menyiksa Amir agar mengaku siapa kelompotan Amir sebenarnya. Amir tetap tidak mau mengaku. Begitu teguh pendiriannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun