Begitulah, akhirnya karena kepepet Sarbini mau juga. Hasilnya memang lumayan signifikan. Dalam beberapa minggu dia sudah bisa membeli banyak perabotan rumah. Meja, kursi, lemari, lemari es dan televisi. Karena masih bujangan, sisanya dia simpan untuk modal kawin.
Aman-aman saja pekerjaannya itu. Oknum-oknum dari Polsek juga jarang mengusik karena sudah sohiban dengan Bos. Kata Makmuri, diinterogasi atau ditangkap semalam itu sudah biasa, tapi tidak akan sampai diproses. Paling-paling jikapun ditahan, malamnya hanya diajak ngopi dan makan gorengan bersama-sama disambi ngobrol. Cuma untuk mendinginkan gejolak yang terjadi di masyarakat. Itu pun jarang terjadi karena masyarakat kebanyakan justru menganggap togel sebagai jalan keluar yang paling mudah untuk mengatasi kemiskinan. Dengan kata lain, mereka juga suka beli togel. Mereka sudah sering tertekan oleh beratnya beban hidup hingga tidak berpikir panjang lagi. Padahal, Bang Haji Rhoma sudah menegaskan kalau judi adalah haram. Mungkin itulah sebabnya bangsa Indonesia tidak maju-maju karena mengingkari pesan-pesan Bang Haji.
Setiap hari Sarbini berkeliling, keluar-masuk kampung untuk menarik uang. Update nomer buntut tiap hari selalu dia pantau dari pesan yang masuk ke ponselnya langsung dari bandar. Bandar jarang rugi, tentu saja membuat Sarbini makin sejahtera.
Tapi seperti kata pepatah: sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya jatuh juga, tibalah hari apesnya.
Dua orang berbadan tegap, berjaket kulit dan berkaca mata hitam mendatangi rumahnya hari itu. Sarbini yang sedang merekap nomor-nomor yang telah masuk, tanggap situasi tapi dengan pengertian berbeda. Dia menyangka, mereka pasti anak buahnya Pak Gatot. Pesan Makmuri, jika suatu saat ada semacam aparat datang tanpa pemberitahuan dari Pak Gatot, kasih saja mereka sekedar uang rokok. Sarbini yang jemawa, tanpa mempersilakan mereka masuk rumah, langsung menyorongkan uang 20 ribuan.
"Nih, buat beli rokok. Kalian tidak disuruh Pak Gatot, to?"
Dua orang itu saling berpandangan dan tesenyum.
"Anda yang bernama Sarbini?"
"Halah, pake formal-formalan begitu. Nih, saya tambahin dua ribu lima ratus! Kalau sebelumnya Pak Gatot menghubungi Bos saya dan kasih tahu mau mengutus bawahannya kemari, saya pasti kasih lebih besar lagi. Tapi, ini tidak ada pemberitahuan. Berarti anda-anda ini mau cari untung dari saya tanpa sepengetahuan Pak Gatot. Apa yang biasa masih kurang?"
Sarbini berani menggertak seperti itu karena tidak mau diperas. Pak Gatot sudah mendapatkan lebih dari cukup dari Bos. Anak buahnya tentu saja tidak akan dia beri kesempatan mencari tambahan dengan meminta padanya. Dia langsung memberikan uang sebatas dia suka karena takut akan dimintai lebih banyak. Makmuri sudah sering menceritakan padanya siasat oknum-oknum itu mencari tambahan penghasilan.
"Maaf, kami datang untuk membawa anda, tidak untuk uang," kata seorang dari mereka.