Sudah kuduga kata-kata itu akan muncul. Di malam peyergapan itu, aku memang sengaja mengundangnya ke suatu tempat, hanya untuk menjauhkannya dari maut. Aku memang ingin melihatnya selamat dan tetap hidup, baik tertangkap atau tetap buron, walaupun itu mengingkari tugas polisi semacamku. Itu saja. Untuk menyelamatkannya seorang diri aku masih mampu, tapi tidak untuk seluruh anggota komplotannya.
"Jika begitu, lari dan sembunyilah! Biarkan saja orang-orang membicarakan ketakutanmu dalam persembunyian seperti seorang pengecut, asal bukan kematianmu!"
Pistolnya meletus di akhir kata-kataku. Bukan diarahkan padaku karena tangannya terangkat dan peluru melesat ke udara. Lalu seperti sebuah adegan melodrama yang membuatku menangis, tanpa mengatakan apapun lagi dia melontarkan pistolnya jauh-jauh dan pergi begitu saja.
Itulah Sugali, seorang lelaki yang menjadi buronan polisi nomer satu. Dia adalah pamanku, adalah adik bapakku. Seorang yang selama ini justru kulindungi dengan wewenangku karena mengingat budinya yang besar di masa lalu.
Entah kemana perginya, tidak pernah lagi aku mendengar namanya sejak pertemuan kami yang terakhir di malam itu.
O, bisik jangkrik di tengah malam tenggelam dalam suara letusan
Kata berita di mana-mana tentang Sugali tak tenang lagi dan lari sembunyi ...
Cigugur, 26 Maret 2012
-Â Â Â Â Â Â Â Â Â dikembangkan dari sebuah lagu karya Iwan Fals, "Sugali".
-Â Â Â Â Â Â Â Â Â Kata dan kalimat yang tercetak miring diambil dari syair lagu aslinya dengan sedikit perubahan di beberapa kata untuk menyesuaikan dengan konteks kalimat pada cerita.