"Hahai...jangkrik katanya..memang Gadis tahu jangkrik itu seperti apa?"
"Tahu! Itu yang buat minum!"
Kawanan pencela Gadis itu terdiam semuanya, berpikir.
"Wah...itu cangkir, kali!" akhirnya Anwar berteriak sambil tertawa dan menghembuskan asap rokoknya.
"Cangkir itu kelapa yang masih kecil!" teriak Gadis lagi dengan jengkel.
"Cengkir, kali!"
"Cengkir itu gila!
"Haha..itu kenthir, kali!"
Gadis tidak perduli lagi dan tidak ingin menanggapi lagi candaan mereka. Karena lelah berteriak-teriak hingga otot lehernya serasa mau putus dan mencoba menggedor pintu kamar Damar akhirnya dia terduduk di depan pintu yang tertutup itu dengan tangan bersidekap di dada dan bibir yang cemberut.
Kawanan penggodanya kemudian bubar satu-satu dan masuk ke kamar masing masing karena tahu, dengan posisi seperti itu, Gadis sangat-sangat berbahaya jika diganggu. Keadaan menjadi sunyi, hanya sayup-sayup terdengar alunan musik cadas yang melantun dari salah satu kamar kos di sana.
Gadis masih dengan posisinya. Ada alasannya kenapa dia sangat berkeras untuk mengucapkan perasaannya pada Damar hari ini. Sepulang sekolah tadi, dilihatnya Damar sedang berbincang-bincang dengan seorang perempuan, mungkin kawan satu kampusnya, dengan sangat mesra. Gadis menjadi panas dan tidak ingin didahului oleh perempuan cantik itu, karena itu otak remajanya berpikir sangat sederhana. Baginya, siapa yang mengatakan perasaannya dalam urutan yang pertama pastilah akan keluar sebagai pemenangnya.