Mohon tunggu...
Ariska Avrillyani
Ariska Avrillyani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakara

Saya memilki hobi menulis, mendengarkan musik, dan memiliki keterkaitan dengan bidang fotografi dan videografi

Selanjutnya

Tutup

Book

Di Tepi Kali Bekasi, Novel Revolusioner Karya Pram dalam Kacamata Robert Stanton

20 Juli 2024   20:35 Diperbarui: 20 Juli 2024   20:38 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi pribadi


"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian" -- Pramoedya Ananta Toer


Pramoedya Ananta Toer atau akrab dipanggil Pram lahir di Blora 06 Februari 1925 kemudian kembali memeluk bumi pada 30 April 2006, Pram adalah penulis serta novelis angkatan '45 yang dipelopori oleh Chairil Anwar. Pada angkatan ini tema-tema yang dikemukakan berisikan revolusioner dan perjuangan karena rasa cinta tanah air yang begitu pekat. Tema ini sejalan dengan novel-novel karangan Pram yang berfokus pada sejarah berdasarkan pengalaman beliau, salah satunya "Di Tepi Kali Bekasi" yang akan dianalisis menggunakan teori pengkajian fiksi, Robert Stanton. Unsur Intrinsik yang akan dikaji terkait tema, fakta, dan sarana cerita.

Pada bagian akhir novel, diberikan sebuah fakta bahwa novel ini diterbitkan dalam dua bentuk, yang pertama berjudul "Krandji-Bekasi Djatuh" tahun 1947. The Voice of Free Indonesia merupakan penerbit buku Jakarta ini separuh yang terakhir. Separuh pertama pernah diterbitkan oleh Penerbit Gapura tahun 1950 kemudian habis terjual pada tahun 1953. Namun, pengedaran novel "Di Tepi Kali Bekasi" berhenti karena penerbit Gapura tak punya niat untuk meneruskan usahanya, karena hal ini penerbitan Balai Pustaka mengambil alih. Penerbit pertama disita Belanda yang mengakibatkan hanya sebagian kecil saja dari novel "Krandji-Bekasi Djatuh" dapat diedarkan. Novel ini baru satu per-empat saja dari naskah yang asli, tiga per-empat disita oleh Nefis dan tidak pernah dikembalikan.

Novel "Di Tepi Kali Bekasi" mengisahkan tokoh Farid yang nekat menjadi tentara bersama dua temannya, Amir dan Soerip. Bapaknya Farid sungguh tak mengizinkan sebab takut Farid disangka pelopor (barisan Jepang, musuh Belanda setelah masa proklamasi) dan cemas apabila Farid menjadi kurban peluru garis depan. Jelas bapaknya Farid melarang, karena beliau pernah mengalami hal serupa ketika pertempuran kecil atau besar di Aceh. Tapi, rasa nasionalis Farid kuat, ia bergegas pergi ke Cikampek menggunakan kereta bersama dua temannya. Mereka adalah sekumpulan pemuda tidak berpengalaman dalam militer atau sekadar pernah mengalami melalui perang. Soerip si penakut dan Amir si darah perajurit. Maka dari itu, tak lama mereka tiba Amir sudah dipanggil oleh Kapten. Amir pun tampak di kepala barisan bagian senapan mesin untuk berangkat ke stasiun.

1. Tema

Menurut Stanton (2007:7) tema adalah gagasan utama yang memiliki kekuatan dalam menyatukan kejadian-kejadian yang sedang diceritakan bersamaan dengan mengisahkan kehidupan dalam konteks yang paling umum. Tema dalam novel "Di Tepi Kali Bekasi", yaitu:

a. Rasa kasih sayang terhadap anak

"Hatinya mulai bimbang. Ia merasa tidak senang diberi makan orang, barangkali. Pada suatu hari ia minta permisi pergi ke Tjikampek. Katanya hendak menemui kamu, Farid. Tetapi entahlah, saja tidak tahu, apakah ia pergi ke sana atau tidak."

b. Kompleksitas Romansa

Farid adalah Amir. Tak berbeda. Terus-terang sikapnja. Tindak-lakunya sepeti potret jang seklise dengan Amir. Memang tak djarang gadis itu bertanja dalam haitinja, mengapa demikian rapuh tjinta itu? Tetapi keras djuga ia membantah: Tjintanja pada pemuda itu adalah landjutan tjintanja kepada Amir. Kedua-duanja masih muda, bunga bangsa. Keduanja-duanja bertjita-tjita tinggi: untuk kemuliaan bangsa dan tanah-air. Nanny belum insaf bahwa ia dibohongi oleh hatinja sendiri.

c. Pertempuran

Tilpun dari sektor tengah. Musuh mulai menjerang. Mempergunakan bom asap. Ditaksir dua bataljun. Pertempuran antara musuh melawan Tentara dan Laskar Rakjat tengah terdjadi. Seksi kapten komandan sektor diadjukan djadi sajap kiri, Laskar Rakjat djadi sajap kanan.

d. Kesenjangan sosial

Walau ia tukang djahit sadja, tetap dalam djaman jang sulit ini bisa membeli beras tiap hari, adalah suatu kelebihan bagi pemandangan kita kaum buruh jang serba keteteran hidupnja.

e. Persahabatan

Esok harinja kedua sahabat itu mengantarkan djenazah ke kubur -- satu kilometer dari markas Tentara, di Putjung. Sebentar-sebentar Farid turut memikul. Demikian Soerip. Air darah Amir masih titik-titik berbau busuk sekali. Bau mait bertjampuran, berebut menang dengan bau bunga dan minjak wangi, achirnya betjampur-baur tak karuan.

2. Fakta Cerita

Stanton (2007:22) karakter, alur, dan latar bagian dari fakta-fakta cerita yang befungsi sebagai rekaman imajinatif sebuah cerita.

A. Karakter

Karakter dibagi menjadi dua dalam pandangan Stanton (2007:33), karakter pertama berupa individu yang muncul dalam cerita. Karakter yang kedua mengacu pada perpaduan antara keinginan dan emosional terhadap individu.

  • Farid memiliki karakter dapat dipercaya, seperti pada kutipan berikut: Farid diberi kewajiban mendjaga kelima tawanan itu. Matanja tak lepas dari Gurka-gurka itu.
  • Amir memiliki karakter dengan jiwa patriotisme, seperti pada kutipan berikut: Amir telah gugur! Amir jang gagah perwira. Berkurban untuk pertiwi Indonesia. Djiwanya diserahkan dengan rela, menjusul keluarganya. Ketabahannja, tindakanja tak pantang surut diberbagai pertempuran di Birma, daerah-daerah hutan daratan Papua… Kini diserahkan kepada negara Indonesia, guna kehormatan kemerdekaan.
  • Soerip memiliki karakter yang penakut, seperti pada kutipan berikut: Heran Farid melihat Soerip punja sendjata. Mengapa takkan kagum! Soerip terkenal sebagai anak penakut. Tak pernah turut bertempur. Selalu mengeram di rumah. Dan kini punja geranat-tangan. Tidak sebuah, dua malah.
  • Bapak Farid memiliki karakter yang selalu khawatir terhadap anaknya, yaitu Farid. Khawatirnya ini digambarkan sebagai berikut: Djaman revolusi, serba berubah dan bergerak! Dan anakku sendiri turut serta dibawa arus djaman. Moga-moga sadja bisa kembali. Insja Allah!”
  • Nanny memiliki karakter pemberani, seperti pada kutipan berikut: Ia gadis berani, berani bergaul dengan sedadu-serdadu Belanda dan serinng pula menjerobot pestol atau peluru untuk diserahkan kepadanja atau Laskar Rakjat daerah Pasar Senen-siku.

B. Alur

Alur bagi Stanton (2007: 26) merupakan rentetan peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Novel “Di Tepi Kali Bekasi” pada alur awal menceritakan pertempuran di dekat setasiun Pasar Senen Djakarta. Hal ini memicu tokoh Farid dan dua sahabatnya, yaitu Amir serta Soerip, untuk menjadi tentara. Farid menjadi sering berpergian menggunakan kereta untuk pergi ke beberapa kota. Pada bagian akhir, Farid dan Soerip terlibat dalam pertempuran Bekasi, sedangkan Amir telah meninggalkan bumi pertiwi tak lama ia menjadi seorang tentara.

Awal: Pertempuran berkobar pula di dekat setasiun Pasar Senen Djakarta. Sedjak pagi buta tembak-menembak tak berhenti-hentinja. Biasa sadja. Kedjadian harian. Pemuda di satu pihak berhadap-hadapan dengan Inggeris-India-Belanda-Inlander di lain pihak. Makin lama makin ramai, sedang truk bantuan bertambah kerap menderu-deru pulang-balik. Suara retetan senapan-mesin berat bersambut-sambutan dengan dum-dum dan tommygun, diseling-seling oleh letusan pestol beserta kerabin pemuda kita jang pintjang-pintjang bunjinja.

Tengah: Sampai di Tjikarang ia hendak segera turun. Dadanja penuh oleh berbagai perasaan. Akan lekas-lekas ditjurahkan – entah kepada siapa. Serenta ia berdiri berbaris di kereta hendak turun, seorang dari peradjuritnya masuk mendesak.

Akhir: Kedua sahabat itu tidak mendengar. Tjapai dan lemah. Dalam ajunan tidur jang maha sakti. Peradjurit jang baru didatangkan bertempur kedepan. Menang atau kalah? Semua terletak pada kemauan dan keberanian mereka sendiri. Mereka di sana. Kita di sini. Tepi-menepi kali Bekasi.

C. Latar

Stanton (2007: 35) menyatakan bahwa latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita. Latar bisa berupa tempat seperti café, pegunungan, atau sudut kota. Latar juga berupa waktu, seperti hari, bulan, dan tahun. Cuaca serta periode sejarah dan orang-orang yang ada di dalam cerita tersebut juga masuk ke dalam latar.

  • Lingkungan Peristiwa dan tempat dunia nyata lingungan peristiwa.

Bekasi : Tembakan terus bergegaran. Dari kedua belah pihak. Musuh di tepi sini. Tepi-menepi kali Bekasi jang penuh riwajat. Bekasi yang penuh kejadian. Kini berulang lagi. Kedua belah pihak hendak menguasai nja. Mana jang menang achirnja? Serikat? Pemuda Indonesia? Tak ada yang bisa menelaah sekarang.

  • Waktu sehari, sebulan, atau setahun.

Hari: Telah lima hari Farid ditempatkan di Tjikarang. Perintah ke front menjusul. Gembira hatinnja. Ke front. Ke front. Tidak ada jang menjenangkan hati peradjurit Jakarta Raja daripada mengawal tepi-tepi daerah Republik, mengawasi batas daerah kekuasaan Serikat.

  • Iklim dan Cuaca.

Hujan: Malam dingin, bukan main. Udara djernih. Langit ditabur oleh beribu-ribu Bintang. Berubah, diliputi mendung tebal. Hudjan turun dengan lebatnja.

  • Latar Belakang Sejarah.

April Periode 1946: Bulan April 1946. Gelap pagi ditambah oleh rimbunnja pohon-pohonan. Tenang-tenteram. Sunji dan sepi. Tapi suasana itu tiba-tiba berubah. Suara geranat-tangan menggelegar memetjahkan keadaan pagi.

3. Sarana-Sarana Sastra

Menurut Robert Stanton (2007:46) sarana sastra adalah cara pengarang untuk merangkai detail cerita agar terlihat bentuk yang bermakna. Hal ini diperlukan agar pembaca dapat memahami fakta yang ingin disampaikan dari sudut pandang pengarang.

A. Judul

Judul harus sesuai dengan isi novel yang diceritakan. Novel karya Pramoedya ini berjudul “Di Tepi Kali Bekasi” yang menceritakan peperangan pada masa revolusioner atau tahun 45. Pemuda-pemuda yang tidak punya pengalaman militer, bergerak agar bisa menjadi tentara untuk membela tanah air. Akhir cerita ini menceritakan kota Bekasi menjadi titik peperangan.

B. Sudut Pandang

Menurut Hermawan (2018:16) sudut pandang personal ketiga menggunakan kata “dia” berarti narator tidak terlibat dalam cerita. Tokoh-tokoh cerita ditampilkan melalui penyebutan nama atau kata ganti seperti ia, dia, dan mereka. Pada novel “Di Tepi Kali Bekasi” karya Pram, menggunakan sudut pandang orang ketiga, tokoh utamanya adalah Farid.

C. Gaya dan Tone

Stanton (2007: 61-63) gaya adalah ciri bahasa yang digunakan pengarang dalam bercerita. Sedanglan tone adalah suasana emosional pengarang dalam cerita, seperti romantis atau ironis. Gaya bahasa pada novel ini masih merujuk pada ejaan zaman dahulu, seperti /tji/ yang aslinya adalah /c/. Selain menggunakan ejaan zaman dahulu, novel “Di Tepi Kali Bekasi” menggunakan beberapa majas. Gaya bahasa majas repetisi menurut Pamungkas dan Saddono (2018:113) adalah majas pengulangan pada kata yang memiliki fungsi sebagai alat untuk mendapatkan kesan-kesan tertentu.

  • Bekasi………. Berbekas di hati………. Kota jang membekasi……….
  • Bibirnja gemetar. “Mer……de……ka! Tetap mer…de!” Orang-orang jang masih sehat membalas: “Merdeka! Tetap Merdeka!”

Majas Simile menurut Tarigan dalam Lafamane (2020: 5) adalah perumpamaan atau perbandingan dua hal yang berlainan, namun dianggap sama. Perbandingan ini dinyatakan dengan pemakaian kata seperti, sebagai, bagaikan.

  • Sekarang pahlawan itu telah tidur abadi dalam pelukan pertiwi. Barangkali sdja rangkaian melati itu diterimanja sebagai kekalnja persahabatan dan persaudaraan.

Tone pada novel ini adalah perasaan atau suasana yang menegangkan, dikarenakan novel ini banyak menjabarkan rentetan peristiwa pascaperang. Kemudian ada rasa haru menyedihkan, sebab tokoh Amir selaku sahabat Farid telah meninggal dunia.

D. Simbolisme

Stanton (2007:64) berpendapat bahwa simbol adalah rincian konkret dan bersifat faktual yang berguna untuk memunculkan gagasan dan emosi para pembaca. Ada beberapa simbol yang digunakan pada novel “Di Tepi Kali Bekasi”, yaitu:

  • Tentara, angkatan bersenjata yang berasal dari negara Indonesia
  • Giyugun, tentara Pembela Tanah-Air, tentara nasional buatan Jepang.
  • Seksi, pasukan, kurang lebih terdiri dari enam puluh orang.
  • Garong, perampok Jawa Barat.
  • Laskar Hizbullah, laskar yang berisikan pemuda islam.
  • Pelopor, barisan buatan Jepang, jadi musuh Belanda sesudah proklamasi kemerdekaan.
  • Laskar Rakyat, irregular militer aktif di Jakarta dan wilayah sekitarnya pada Revolusi Nasional Indonesia.
  • NICA atau Netherlands Indies Civil Administration, pemerintahan sipil Belanda.
  • Kerabin-mitraliur, kerabin otomatik, biasa disingkat KM.
  • Salvo, penghormatan jenazah perajurit dengan tembak ke udara.

Novel "Di Tepi Kali Bekasi" membahas peristiwa-peristiwa pertempuran yang menimbulkan kekacauan serta adanya kesenjangan sosial. Mereka hidup dengan rasa berdebar-debar karena pertempuran bisa terjadi kapan saja, hidup atau matinya esok hari, tidak ada yang tahu. Pemuda pemudi berjuang keras untuk ibu pertiwi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun