Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Meluruskan Salah Kaprah Penyebutan BPUPKI

5 Juni 2024   08:23 Diperbarui: 5 Juni 2024   15:07 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Soekarno berpidato di Sidang BPUPK, sumber gambar: JDIH BPIP

Bulan Juni kerap diperingati oleh masyarakat Indonesia sebagai bulan Pancasila karena pada bulan ini untuk pertama kalinya Pancasila sebagai rumusan dasar negara diperkenalkan oleh Soekarno, salah seorang anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) di depan sidang BPUPK pada tanggal 1 Juni 1945. Pada bulan Juni ini pula Soekarno lahir pada 6 Juni 1901 di Surabaya. Masih di bulan Juni ini pula, rumusan dasar negara Indonesia merdeka disepakatinya narasinya oleh Panitia Sembilan pada 22 Juni 1945, yang dikenal sebagai Piagam Jakarta.

Biasanya setiap kali peringatan bulan Pancasila banyak dilakukan diskusi-diskusi mengenai Pancasila, baik menyangkut historisitas, nilai-nilai hingga aktualisasi sekarang ini dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Nah, setiap kali diskusi dilakukan, seringkali nama badan yang membahas rumusan dasar negara yaitu BPUPK diucapkan. Kadang BPUPK, kadang BPUPKI (dengan menyertakan huruf I di akahir sebagai singkatan dari Indonesia).

Adanya perbedaan penyebutan ataupun penulisan tersebut kemudian memunculkan pertanyaan, mengapa berbeda dan mengapa kata Indonesia dihilangkan?

A.B Kusuma dalam bukunya Lahirnya UUD 1945: Memuat Salinan Dokumen Otentik Badan Oentoek Menyelidiki Oesaha-Oesaha Persiapan Kemerdekaan (2009), sebuah buku yang ditulis melalui penelitian selama 10 tahun, menyebutkan bahwa  "Badan ini biasanya ("salah kaprah') disebut Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia" (BPUPKI). Pencantuman kata Indonesia kurang tepat karena Badan ini dibentuk oleh Rikugun (Angkatan Darat Jepang), Tentara ke-XVI. yang wewenangnya hanya meliputi
pulau Jawa dan Madura saja".

BPUPK sendiri dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Chosa-kai. Badan ini dibentuk oleh pemerintah pendudukan Jepang di Indonesia pada 1945 sebagai upaya mendapatkan dukungan dari bangsa Indonesia dengan menjanjikan bahwa Jepang akan membantu proses kemerdekaan Indonesia.

AB Kusuma kemudian menjelaskan bahwa selain BPUPK wilayah Jawa dan Madura yang dubentuk pada 29 April 1945 dabndiketuai oleh dr. K.R.T Radjiman Wediodiningrat, Pemerintahan militer Jepang yang diwakili komando Angkatan Darat Ke-25 yang berpusat di Bukittinggi, membentuk pula BPUPK wilayah Sumatera   pada 25 Juli 1945. BPUPK wilayah Sumatera ini diketuai oleh Mohammad Syafei (Pendiri Lembaga Pendidikan Kayu Tanam).


Sementara untuk wilayah Kalimantan, Sulawesi dan Maluku belum terbentuk BPUPK seperti di Jawa dan Sumatera. Menurut AB Kusuma, pemerintah Jepang di Indonesia Timur yang dikuasai oleh Armada ke-II Angkatan l.aut (Kaigun) menganggap bahwa penduduk di Indonesia Timur belum "matang" untuk merdeka

Menyadari bahwa selama ini terdapat kekeliruan terkait penulisan BPUPK, maka Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPUPK) melakukan penyempurnaan, antara lalin melalui Buku Teks Utama Pendidikan Pancasila (BTU Pendidikan Pancasila)  bagi pelajar sekolah dasar hingga sekolah lanjutan atas. BTU Pendidikan Pancasila ini diluncurkan bersama oleh Ketua Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri dan Mendikbudristek Nadiem Makarim pada Agustus 2023.

Di dalam buku ini antara lain dijelaskan mengenai historisitas kelahiran, perumusan dan penetapan Pancasila berdasarkan dokumen-dokumen otentik, seperti yang tertulis dalam naskah tentik risalah sidang BPUPK pertama 29 Mei -1 Juni 1945, dan penjelasan para mantan anggota BPUPK dalam buku Uraian Pancasila yang disusun oleh Panitia Lima yang diketuai Mohammad Hatta

Ditambahkan oleh AB Kusuma bahwa dari dua BPUPK yang sudah terbentuk seperti tersebut di atas, baru BPUPK wilayah Jawa dan Madura yang sempat bersidang sebanyak dua kali (29 Mei - 1 Juni 1945 dan 10-17 Juli 1945). Sedangkan BPUPK wilayah Sumatera belum sempat bersidang.

Dari sidang BPUPK wilayah Jawa dan Madura inilah usulan Pancasila dilahirkan yaitu pada sidang BPUPK pertama pada 29 Mei - 1 Juni 1945. Sidang dipimpin oleh Ketua dr. K.R.T Radjiman Wediodiningrat dan dua orang Wakil Ketua yaitu Itjibangase Yosio dan Raden Pandji Soeroso serta diikuti 60 orang anggota.

Agenda sidang pertama ini tunggal yaitu mendengarkan usulan rumusan dasar negara Indonesia merdeka. Sidang BPUPK diselenggarakan di gedung Chuo Sangi in (dewan atau badan pertimbangan pusat pada saat pendudukan Jepang di wilayah Indonesia) di jalan Pejambon No. 6 Jakarta yang sekarang menjadi bagian dari Kementerian Luar Negeri.

Penyempurnaan berikutnya soal nama tokoh-tokoh yang mengusulkan dasar negara Indonesia merdeka di sidang BPUPK pertama. Narasi yang ada selama ini, termasuk yang beredar di media-media online, ada tiga tokoh yang mengusulkan rumusan dasar negara Indonesia pada sidang BPUPK pertama pada 29 Mei 1945 dan 31 Mei 1945, yaitu Mohammad Yamin, Soepomo dan Soekarno. Dengan penyebutan tiga tokoh tersebut, seolah-olah hanya ketiga orang itu saja yang berbicara selama 4 hari sidang.

Padahal merujuk pada naskah otentik Risalah Sidang BPUPK yang terdapat dalam buku AB Kusuma, diketahui bahwa ternyata selama empat hari sidang, terdapat 32 orang anggota BPUPK yang berbicara, yaitu 11 orang pada tanggal 29 Mei, 10 orang pada tanggal 30 Mei, dan 6 orang pada tanggal 31 Mei, serta 5 orang pada tanggal 1 Juni 1945.

Mohammad Yamin sendiri berbicara pada 29 Mei 1945 dan tidak menyampaikan tentang usulan dasar negara sebagaimana tertulis dalam informasi hoaks di atas. Pada saat itu Yamin lebih banyak membahas bahan-bahan pembentukan negara,  penyusunan UUD dan bagaimana menjalankan isi hukum dasar negara. Oleh karena itu, narasi bahwa Mohammad Yamin mengusulkan sila-sila Pancasila pada 29 Mei 1945 adalah tidak benar.

Demikian pula Soepomo yang berpidato pada 31 Mei 1945. Dalam pidatonya di depan sidang BPUPK pertama, Soepomo tidak mengusulkan dasar negara sebagaimana diminta ketua sidang, KRT Radjiman. Soepomo lebih banyak menyampaikan gagasan dan semangat untuk membentuk negara integralistik. Menurut Soepomo, bentuk negara yang paling sesuai untuk rakyat Indonesia adalah yang mewujudkan persatuan antara negara dan seluruh rakyatnya (negara integralistik).

Barulah pada hari terakhir sidang, 1 Juni 1945, Soekarno berpidato selama 1 jam menyampaikan rumusan dasar negara Indonesia secara komprehensif. Soekarno menyampaikan usulan rumusan dasar negara sesuai apa yang dikehendaki ketua sidang BPUPK. Menurut Soekarno apa yang dikehendaki Ketua sidang adalah Philosofische grondslag (dasar filosofi) dan Weltanschauung (pandangan dunia: pandangan bangsa Indonesia tentang diri dan kedudukannya dalam lingkungan masyarakat) dari negara Indonesia.

Dasar filosofi dan pandangan dunia itu akan menjadi dasar filsafat, pemikiran, jiwa dan hasrat yang sedalam-dalamnya, serta yang terutama fondasi di mana negara Indonesia akan didirikan. Oleh karena itu, Soekarno mengusulkan (1) Dasar Pertama adalah Kebangsaan, (2) Dasar kedua adalah Internationalisme, (3) Dasar ketiga adalah mufakat dan demokrasi, (4) Dasar keempat adalah Kesejahteraan Sosial, (5) Dasar kelima adalah Ketuhanan

Dalam pidatonya tersebut, sejak awal Soekarno sudah menamakan gagasannya tentang lima dasar untuk negara Indonesia Merdeka sebagai Pancasila. Tidak benar pandang yang beredar selama iniu bahwa Soekarno mengusulkan dasar negara dengan sebutan Panca Dharma, kemudian dengan anjuran para ahli bahasa, barulah rumusan dasar negara dinamakan Pancasila.

Simak saja pernyataan Soekarno dalam pidato 1 Juni 1945 "Saudara-saudara! "Dasar-dasar Negara" telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inikah Panca Dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan dasar". Pernyataan ini tegas memperlihatkan bahwa Soekarno tidak pernah mengusulkan dasar negara dengan nama Panca Dharma.

Selanjutnya disampaikan oleh Soekarno "Saya senang kepada simbolik. Simbolik angka pula. Rukun Islam lima jumlahnya. Jari kita lima setangan. Kita mempunyai Panca Indera. Apa lagi yang lima bilangannya? Pendawapun lima orangnya. Sekarang banyaknya prinsip; kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan dan ketuhanan, lima pula bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi -- saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa namanya ialah Panca Sila. Sila artinya azas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi".

Pidato Soekarno selama 1 jam dan usulannya mengenai rumusan dasar negara yang disebut Pancasila secara aklamasi diterima oleh sidang BPUPK. Pada 1 Juni 1945 itu pula, Ketua Sidang BPUPK dr. Radjiman Wediodiningrat kemudian membentuk Panitia Kecil yang terdiri dari 8 orang dan diketuai oleh Soekarno. 6 orang dari golongan kebangsaan (Soekarno, Mohammad Hatta, Mohammad Yamin, Otto Iskandardinata, MS Kartohadikoesoemo dan Alexander A. Maramis) dan 2 orang dari golongan religius (Ki Bagoes Hadikoesoemo dan K.H Wahid Hasjim).

Tugas Panitia kecil yaitu (1) merumuskan kembali Pancasila sebagai dasar Negara berdasarkan pidato Ir. Sukarno 1 Juni 1945, (2) menjadikan dokumen itu sebagai teks untuk Proklamasi Kemerdekaan.

Namun karena kondisi keamanan saat itu, Panitia Delapan belum sempat bertemu untuk melaksanakan tugasnya. Namun, memanfaatkan kehadiran 32 orang anggota BPUPK yang juga merangkap sebagai anggota Chuo Sangi In di Jakarta (18-21 Agustus 1945), Soekarno berinisiatif mengundang 32 orang anggota BPUPK ditambah 15 orang anggota BPUPK yang bukan anggota Chuo Sangi In yang berada di Jakarta.

Dari 47 orang yang diundang, 38 orang hadir dalam pertemuan. Dari 38 orang yang hadir, kemudian dipilih sebanyak 9 orang untuk menjadi Panitia Kecil (informal) untuk membahas rumusan dasar negara dan pembukaan UUD.

Memperhatikan dinamika sidang BPUPK pertama yang mengelompok kepada dua golongan besar yaitu golongan kebangsaan (mereka yang menginginkan Indonesia merdeka berdasarkan kebangsaan) dan golongan religius (mereka yang menginginkan Indonesia merdeka berdasarkan agama yaitu Islam), Soekarno kemudian memilih keanggotaan panitia kecil yang kemudian disebut sebagai Panitia Sembilan. Ke-9 orang tersebut adalah Soekarno, Mohammad Hatta, Mohammad Yamin, Achmad Soebardjo dan Alexander A. Maramis (mewakili golongan nasionalis) dan K.H Wahid Hasjim, H. Agoes Salim, K.H. Kahar Muzzakir dan R. Abikoesno Tkokrosujoso (mewakili golongan religius)).  

Melalui pembahasan intensif selama sehari tersebut maka disepakati rumusan Pancasila sesuai dasar negara yang diusulkan Soekarno. Oleh Soekarno, rumusan tersebut disebut sebagai Mukadimmah, sedangkan oleh Mohammad Yamin disebut sebagai Piagam Jakarta 22 Juni 1945. Rumusan ini kemudian disepakati untuk ditetapkan dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan yang akan dibentuk setelah BPUPK selesai menjalankan tugasnya.

Dalam perkembangannya, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau PPKI (dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai) dibentuk pada 7 Agustus 1945 menggantikan BPUPK yang telah habis masa tugasnya pada 18 Juli 1945. Panitia ini kemudian melaksanakan sidangnya yang pertama pada 18 Agustus 1945, sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945.  

Dua keputusan penting dihasilkan dalam sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 yaitu (1) terpilihnya Soekarno sebagain Presiden RI dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden RI, (2) disahkannya UUD NRI 1945, dimana pada pada alinea ke empat Pembukaan UUD NRI 1945 terdapat rumusan Pancasila seperti yang kita kenal sekarang ini yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan dan Mewujudkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun