Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Gotong Royong Membangun Masjid di Desa Komodo

10 Maret 2024   08:26 Diperbarui: 10 Maret 2024   14:29 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ssumber gambar: dokpri Aris Heru Utomo

Suara lantunan ayat-ayat suci Al Qur'an dari sebuah masjid terdengar lantang ketika siang itu speedboat yang kami tumpangi sandar di dermaga Desa Komodo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, Jumat (8/3). 

Desa ini berada di Kawasan Nasional Komodo di Pulau Komodo, salah satu  cagar warisan dunia yang sudah diakui UNESCO, di mana terdapat sekitar 1.200-an komodo hidup di habitatnya. 

Ketika melihat waktu di telepon genggam menunjukkan sekitar pukul 11.50 waktu setempat, saya dan anggota rombongan pun segera turun dari speedboat ke dermaga.  

Setelah melewati jembatan kayu di dermaga, kami berbelok ke kiri menelusuri lorong-lorong perkampungan penduduk yang padat dan hangat.

Terlihat rumah-rumah penduduk yang umumnya dari kayu, dengan beberapa di antaranya berupa bangunan rumah panggung khas Bajo. Terlihat pula seorang bapak mengenakan baju koko, bersarung dan berkopiah sedang menuruni tangga di sebuah rumah panggung bersiap Shalat Jumat.

Setelah beberapa saat menelusuri lorong-lorong perkampungan, kami pun tiba di masjid di mana suara berasal. Masjid yang dimaksud adalah sebuah bangunan tembok dua lantai yang sedang dalam tahap pembangunan dan tanpa papan nama. Dari seorang penduduk, saya mengetahui bahwa masjid yang sedang dibangun tersebut bernama Nur Falaq.

Dari struktur fisik masjid yang sedang dibangun, sepertinya masjid Nur Falaq nantinya akan menjadi bangunan paling megah di Desa Komodo. Selain bertingkat dua, bangunan tersebut dibuat dari tembok dan beton. Beda dengan bangunan rumah penduduk desa, yang meskipun berlantai dua, namun umumnya terbuat dari kayu.

Usai Shalat Jumat, di emperan masjid, terlihat dua anak muda tengah membagi-bagikan minuman es campur yang sudah dikemas di gelas plastik kepada jamaah Shalat Jumat. Beberapa orang jamaah terlihat mengambil minuman tersebut. Ada yang meminumnya di tempat, ada pula yang membawanya keluar dari emperan masjid.

"Ini sumbangan dari warga pak untuk jamaah shola Jumat," ujar anak muda yang membagi-bagikan minuman tersebut.

Setelah mendengarkan informasi singkat tersebut di atas, kami pun segera meninggalkan masjid untuk kembali ke dermaga di mana speedboat bersandar. Sepanjang perjalanan kembali ke dermaga kami berbincang-bincang dengan seorang warga setempat yang kebetulan berjalan beriringan.

"Saya, Haji Akhsan. Kepala desa Desa Komodo" ujar seorang bapak berusia sekitar 60 tahunan memperkenalkan dirinya kepada kami saat berjalan beriringan menelusuri lorong perkampungan.  

"Salam kenal Pak Akhsan, senang berkenalan dengan bapak. Kami, anggota rombongan dari BPIP, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. Mampir di Desa Komodo untuk Jumatan," ujar salah seorang di antara kami.

"Masjidnya besar ya pak, meski belum jadi," ujar yang lain.

"Iya, itu masjid lama di Desa Komodo. Usianya sudah sekitar 45 tahun dan bangunan awalnya sudah termakan usia. Jadi warga berinisiatif untuk merenovasi masjid dan sengaja dibangun lebih besar agar dapat menampung banyak jamaah di desa ini. Maklum penduduk di sini lumayan banyak," jawab Haji Akhsan.

"Renovasi juga bukan hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi diharapkan juga sebagai tempat pendidikan agama Islam baik untuk anak-anak ataupun orang tua," tambah Haji Akhsan.  

"Memangnya berapa jumlah penduduk di desa ini pak," tanya saya.

"Ada sekitar dua ribu orang dan mayoritas Muslim," jawab Haji Akhsan.

Diketahui bahwa di Desa Komodo memang tinggal sekitar 2.000an penduduk, yang umumnya berprofesi sebagai nelayan.

Selain itu, terdapat puluhan penduduk yang berprofesi antara lain sebagai pematung yang dapat memahat patung Komodo dari kayu sebagai cendera mata atau pesanan dekorasi.  

Kayu yang biasa digunakan adalah kayu hitam sesuai warna asli Komodo. Namun sekarang patung bisa juga dibuat dari kayu waru laut, jati, atau nara. Biasanya kayu dibeli dari luar pulau, karena seluruh Desa Komodo merupakan wilayah konservasi.

"Membangun masjid sebesar itu tentunya membutuhkan biaya besar. Kalau boleh tau, dari mana dananya pak?," tanya seseorang dari kami.

Menjawab pertanyaan tersebut, Haji Akhsan pun menjelaskan bahwa dana pembangunan masjid yang cukup besar. Selain dari gotong royong warga desa sendiri juga terdapat donasi dari berbagai pihak di luar Desa Komodo, termasuk para wisatawan yang berkunjung ke Desa Komodo. (Catatan: dari Google diketahui bahwa salah satu pihak luar yang ikut menyumbang dana untuk pembangunan masjid adalah PT Pegadaian yang menyumbang dana senilai 100 juta rupiah pada 8 Juni 2023).

"Banyak juga wisatawan yang memberikan sumbangan untuk pembangunan masjid, khususnya di hari Jumat. Para wisatawan bukan sekedar menunaikan Shalat Jumat, tetapi juga mengisi kotak amal dengan jumlah nominal yang cukup besar," jelas Haji Akhsan.

"Pak Haji, ada tidak sumbangan dari Pemda untuk membangun masjid?," tanya seseorang di antara kami

"Sejauh ini sih belum ada, mungkin nanti-nanti ya," jawab Haji Akhsan.

"Semoga pembangunan masjidnya cepat selesai ya pak, biar warga desa bisa lebih nyaman beribadah dan melakukan kegiatan sosial serta keagamaan," ujar saya.

"Ngomong-ngomong, selain Shalat Jumat (jika berkunjung bertepatan dengan hari Jumat), apa alasan wisatawan berkunjung ke desa Komodo?, Memangnya ada komodo yang bisa dilihat di desa ini?" tanya saya kemudian.

Haji Akhsan pun kemudian menjelaskan bahwa mengingat Desa Komodo ini berada di Kawasan Taman Nasional Komodo, tentu saja terdapat banyak komodo di sekitar desa.

"Komodo di desa ini sudah akrab dengan warga. Sering mereka turun ke desa tapi tidak mengganggu selama mereka tidak diusik," papar Haji Akhsan.

"Kok bisa begitu?"

"Iya, karena konon menurut legendanya, warga Desa Komodo dan komodo masih bersaudara. Menurut cerita legenda, manusia dan komodo di desa ini adalah anak kembar dari Putri Naga dan Moja pemuda pulau seberang," ujar Haji Akhsan.

"Itu menurut legendanya, kalau riwayat yang sebenarnya bagaimana?"

"Yang saya tahu, masyarakat desa Komodo berasal dari Bone yang terdampar di pulau ini dan membentuk komunitas tersendiri. Saya tidak tahu persisnya kapan nenek moyang kami dari Bone mendarat di sini. Yang jelas sudah lama," ujar Haji Akhsan.

Kembali ke wisata komodo, menurut Haji Akhsan, jika ingin melihat hewan purba ini di habitatnya, para wisatawan dapat melakukan trekking melalui Desa Komodo dibantu petugas atau ranger.  

"Tidak sedikit wisatawan yang juga bermalam di Desa Komodo untuk merasakan suasana kehidupan asli di sebuah pulau terpencil. Mereka menginap di rumah warga desa yang dijadikan homestay,' jelas Haji Akhsan.

"Nah ini rumah saya, silakan mampir," ujar Haji Akhsan ketika kami akhirnya tiba di depan sebuah rumah kayu berlantai dua.

"Itu foto saya dengan Pak Presiden' Jokowi ketika beliau mampir ke desa ini," ujar Haji Akhsan bangga sambil menunjuk ke sebuah foto di dinding rumahnya yang dapat dilihat dari luar.

"Ada juga foto saya dengan Pak SBY dan Pak Yusuf Kalla. Pak Yusuf Kalla bahkan sempat makan bersama di rumah ini, di kamar lantai dua," ujar Haji Akhsan sambil menunjuk ke lantai dua bangunan rumahnya yang terbuat dari kayu.

"Wah banyak juga ya pejabat yang berkunjung ke desa ini,"

"Alhamdullilah, berkat banyaknya kunjungan pejabat, rumah-rumah di desa ini sudah dipasangi listrik. Sehingga saat malam tidak lagi gelap," jawab Haji Akhsan.

"Rumah-rumah warga pun banyak yang diperbaiki. Beberapa di antaranya dijadikan homestay. Sehingga kalau ada wisatawan yang ingin bermalam di desa ini, mereka dapat menginap dengan lebih nyaman," jelas Haji Akhsan.

"Dan tentu saja dapat menambah pemasukan ekonomi warga desa," tambahnya

"Yuk, mampir sebentar saja di rumah saya," ajak Haji Akhsan kemudian.

"Terima kasih Pak Haji, mudah-mudahan di lain waktu ada kesempatan lebih lama berkunjung ke desa ini," jawab kami semua hampir bersamaan.

"Kebetulan masih banyak tempat yang harus dikunjungi, salah satunya adalah Taman Nasional Komodo Loh Hiang," ujar saya menambahkan.

"Baik kalau begitu. Terima kasih sudah berbincang-bincang. Hati-hati di jalan," pesan Haji Akhsan.

"Sama-sama Pak haji. Senang bisa berkenalan dengan pak Haji dan berbincang-bincang meski hanya sebentar," ujar saya sambil berpamitan mewakili yang lain. (AHU)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun