Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dialog Imajiner bersama Putra Sang Fajar

7 Juni 2020   06:36 Diperbarui: 8 Juni 2020   10:07 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aku senang bila obrolan tentang Pancasila bisa tetap dilakukan terbuka tanpa ada yang berkeinginan memonopoli suatu kebenaran. Aku memandang bahwa sekarang saatnya kita tidak lagi bicara tentang pentingnya Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup berbangsa dan bernegara, karena hal tersebut sudah jelas, tapi bagaimana kita mengoperasionalkan nilai-nilai Pancasila dalam kebijakan pembangunan yang solid dan bagaimana mempraktekkan nilai-nilai yang telah disepakati," tambah Bung Karno

Aku mendengarkan dengan takzim penjelasan Bung Karno sambil sesekali mencatat ucapannya.

"Aku paham bahwa tidak mudah mempraktekkan nilai-nilai Pancasila tanpa niat yang sungguh-sungguh. Penyelenggara negara harus bisa memberikan contoh dan teladan yang benar mengenai pelaksanaan Pancasila. Sayangnya, negeri ini sedang mengalami masa transisi yang sangat besar. Karakter anak bangsa, satu per satu terlihat. Dan Allah menunjukan jati diri mereka dan masyarakat ini mengetahui siapa mereka sebenarnya. Penampakan karakter anak bangsa ini nantinya akan memilih satu mutiara. Kapan mutiara itu akan bersinar, waktu yang akan menentukannya nantinya," papar si Bung.

"Para mutiara yang terpilih itu, tidak berasal dari gen tertentu, tidak ditentukan mereka anak siapa atau cucu siapa bahkan dari belahan wilayah nusantara yang mana. Mutiara itu akan matang pada waktunya, dan membawa negeri ini akan lebih maju di masa yang akan datang. Mutiara terpilih itu adalah patriot Indonesia sejati, yang bisa mengeluarkan negeri ini dari prahara dan kegaduhan politik yang menyengsarakan anak bangsa ini," tambah si Bung.

Mendengar kata mutiara, akupun lantas teringat akan program menggali mutiara Pancasila yang kerap dibicarakan para petinggi BPIP. Program menggali mutiara Pancasila dilakukan dengan menyusuri kehidupan di berbagai tempat di Indonesia yang tanpa gembar gembor sejatinya telah mempraktekkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari seperti melakukan tindakan saling tolong menolong dan gotong royong, serta hormat menghormati antar pemeluk agama atau antar suku bangsa. Perilaku berpancasila yang sudah baik ini kemudian diduplikasi ke tempat-tempat lain. Melalui langkah ini diharapkan pada suatu saat nanti akan semakin banyak bermunculan benteng Pancasila di seluruh Indonesia.  

"Bro, saya pernah katakan "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri". Perkataan ini sekarang terbukti. Musuh atau negara yang dihadapi tidak bisa disederhanakan menjadi hitam atau putih, Barat atau Timur, tapi bisa siapa saja, bahkan bangsa kita sendiri. Coba bro perhatikan, kita kerap saling berdebat dan saling menyalahkan dalam berbagai hal. Bahkan ketika wabah Covid-19 mengancam keselamatan kita semua, masih ada saja individu atau sekelompok orang yang berkeinginan untuk menarik penanggulangan wabah corona ke ranah politik dan lakukan dukung mendukung, besar-besaran pengikut atau jamaah," jelas Bung Karno.

"Kalau kita terus memelihara konflik, maka sebenarnya tanpa kita sadari, musuh yang nyata justru sudah berada di tengah-tengah kita.

Bisa jadi musuh sudah mengadaptasi kebiasaan baru di sekeliling kita. Lebih dahulu dari adaptasi kebiasaan baru menghadapi pandemik Covid-19," tutur si Bung dengan senyum penuh arti.

Wah Bung Karno update juga nih mengenai berita-berita pandemik Covid-19, kataku dalam hati sambil terus menyimak mengenai apa yang disampaikan Bung Karno dan sesekali mencatat poin-poin yang kuanggap penting.

"Maaf Bung, ijin untuk kembali ke soal sila-sila Pancasila. Seperti yang aku baca dari berbagai tulisan sejarah perumusan pembukaan UUD 1945, menjelang penetapannya terjadi pembahasan yang alot terkait rumusan sila pertama yang dicantumkan dalam Pembukaan UUD 1945. Benarkah terdapat penolakan dari kelompok Kristen dan Katholik di Indonesia Timur terhadap kalimat di dalam rumusan Piagam Jakarta yang berbunyi "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya?," tanyaku.

Bung Karno kulihat terdiam sejenak dan tidak langsung menjawab pertanyaanku. Sepertinya ia mencoba menahan perasaannya saat harus mengingat-ingat kembali momen-momen penting dimulainya persidangan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) untuk mengesahkan UUD 1945 pada 18 Agustus 1945.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun