"Aku ikut langsung mengawasi pembangunan masjid tersebut dan menyusun nuansa struktur bangunan yang lekat dengan nuansa Jawa-Bali. Masjid tersebut selesai pada tahun 1961," ujar sosok tersebut lebih lanjut.
Ketika aku masing terbengong-bengong mendengar penjelasannya dan melihat kehadirannya, sosok gagah tersebut kemudian menyapaku. Sambil tersenyum dia memperkenalkan dirinya.
Sebenarnya aku bukan tidak mengenal sosok yang ada di hadapanku, kualat rasanya bila tidak mengenal sosok yang memainkan peranan penting dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda dan Jepang. Sosok yang pertama kali mencetuskan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia di depan sidang Badan Perintis Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) pada 1 Juni 1945.
Namun aku masih tidak percaya bagaimana sosok hebat kelahiran Surabaya 6 Juni 1901 dan wafat pada 21 Juni 1970 di Jakarta bisa tiba-tiba hadir di sampingku.
Benar, sosok tersebut adalah Sukarno atau Bung Karno, Proklamator Kemerdekaan RI dan Presiden pertama RI yang menjabat pada 1945-1967.
Bung Karno adalah sosok yang hebat. Banyak sekali tulisan dalam dan luar negeri yang menceritakan sosok dan kiprahnya.
Dari sekian banyak tulisan mengenai sosok Bung Karno, salah satu tulisan yang menarik adalah tulisan "Soekarno Head to A Nation" yang menjadi artikel utama majalah Newsweek terbitan 15 Februari 1965.
Sebuah tulisan faktual yang mengisahkan kebijakan Bung Karno di tahun-tahun yang dikenal sebagai "A Year of Living Dangerously", masa dimana terjadi pertarungan politik memperebutkan kekuasaan yang dipimpin Partai Komunis Indonesia.
Dalam majalah bersampul coklat yang menampilkan foto Bung Karno dalam pakaian kebesaran, lengkap dengan atribut dan tanda jasa serta peci hitam, diceritakan mengenai sikap Bung Karno sebagai pemimpin tertinggi di Indonesia yang flamboyan, penuh kharisma, dan memiliki personalitas yang kompleks.
Newsweek menyebutkan bahwa Bung Karno merupakan seorang pemimpin yang telah menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang disegani, tidak saja di Asia Tenggara, namun juga dunia.
Di bawah kepemimpinan Bung Karno, Indonesia sangat percaya diri dengan potensi yang dimiliki dan mempergunakan potensinya tersebut untuk melaksanakan kebijakan politik luar negeri yang bebas dan aktif dengan tegas dan penuh percaya diri.