Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Menjawab Tantangan Tiongkok di Natuna

6 Januari 2020   10:08 Diperbarui: 6 Januari 2020   20:29 2516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kapal menangkap ikan di laut lepas. (sumber: SHUTTERSTOCK via kompas.com)

Dalam peta tersebut Beijing memasukkan sebagian besar wilayah utara Natuna sebagai wilayah hak penangkapan ikan traditional (traditional fishing rights). Menurut peta tersebut, Tiongkok menguasai 90% atau hampir seluruh wilayah perairan Natuna.

Ketika diprotes Indonesia, alih-alih mengakui perbuatannya memasuki dan melakukan penangkapan ikan ilegal di perairan Natuna pada 2016 tersebut, Kemlu Tiongkok justru menyampaikan penyangkalan, bahkan setelah kapal penangkap ikannya ditembak dan ditangkap TNI AL karena memasuki wilayah kedaulatan NKRI di perairan Natuna.

Saat itu Beijing justru membuat nota protes atas sikap penembakan dan penangkapan RI atas nelayan Tiongkok yang mengklaim sudah mencari ikan sejak lama di daerah tersebut. Namun Indonesia bersikukuh bahwa tindakan yang diambil sudah sesuai dengan prosedur yang benar karena Tiongkok telah memasuki ZEE RI.

Kini di akhir 2019 dan awal 2020, Tiongkok kembali mengirimkan kapal nelayannya dengan kawalan kapal penjaga pantai ke perairan Natuna. Kali ini, seperti disebutkan di awal tulisan, Pemerintah Indonesia kembali melayangkan nota protes yang bahkan lebih keras.

Namun merujuk pernyataan Juru bicara Kemlu Tiongkok, nota protes Pemerintah Indonesia tersebut tampaknya diabaikan oleh Tiongkok.

Pernyataan Juru bicara Kemlu Tiongkok yang mengabaikan protes Indonesia tentu saja mengkhawatirkan.

Publik membaca bahwa pernyataan "Jadi apakah pihak Indonesia menerima atau tidak, itu tak akan mengubah fakta objektif  bahwa Tiongkok punya hak dan kepentingan di perairan terkait (relevant waters)" itu merupakan klaim sepihak Tiongkok atas sebagian wilayah di perairan Natuna yang masuk dalam sembilan garis putus-putus.

Klaim sepihak tersebut tentu menjadi tantangan yang mesti dijawab Indonesia. Apakah benar di laut kita jaya (jalesveva jaya mahe) seperrti slogan TNI AL.

Menyikapi tantangan Tiongkok, tidak mengherankan apabila publik cerewet mengingatkan Pemerintah Indonesia untuk bersikap tegas.

Publik tidak ingin Indonesia bersikap lembek dan karenanya menyayangkan pernyataan beberapa pejabat tinggi Indonesia yang tidak mengesankan posisi yang kuat. Sudah saatnya Indonesia bertindak dan memikirkan solusi menghadapi Tiongkok.

Untuk itu, guna menjawab tantangan Tiongkok kiranya dapat mempertimbangkan beberapa usulan yang mengemuka di masyarakat, yaitu Pertama, Pemerintah Indonesia perlu menyamakan persepsi di antara pejabat tinggi pemerintahnya mengenai sikap Indonesia menghadapi Tiongkok di perairan Natuna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun