[caption id="attachment_25777" align="alignleft" width="300" caption="Markas Besar NATO di Brussel/foto by Aris Heru Utomo"][/caption]
Markas North Atlantic Treaty Organization (NATO) atau Organisasi Pertahanan Atlantik Utara di Brussel, Belgia, selama ini dikenal sebagai kantor organisasi paling ketat di dunia. Hanya orang-orang yang bekerja untuk NATO dan berasal dari negara anggota NATO sajalah yang bisa memiliki kesempatan untuk berkunjung.
Namun sejalan dengan berakhirnya perang dingin di awal tahun 1990-an dan perubahan global, NATO pun menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman. NATO tidak lagi eksklusif bagi kerjasama militer AS dan negara-negara Eropa Barat saja. NATO kemudian menerima keanggotaan beberapa negara Eropa Timur yang dulunya tergabung dalam organisasi Pakta Warsawa, musuh NATO di era perang dingin, serta membuka kemitraan dengan negara-negara disekitarnya. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah perluasan jangkauan operasi, yang tidak lagi terbatas pada kawasan Transatlantik tetapi juga global. Bentuk operasi NATO pun tidak lagi terbatas pada misi militer, tetapi juga meliputi misi kemanusiaan dan perdamaian.
Sejalan dengan perubahan ini, markas NATO di Brussel pun kemudian lebih membuka diri dan menerima kunjungan delegasi dari berbagai negara yang bukan anggota NATO. Dalam kaitan ini, saya bersama 11 orang teman yang sedang mengikuti Diplomatic Training for Indonesian Mid Career Diplomats di Clingendael Institute, Den Haag,beruntung mendapatkan kesempatan mengunjungi markas NATO pada tanggal 5 November 2009.
Sesuai komunikasi yang dilakukan pihak Clingendael Institute, pertemuan dijadwalkan pukul 10.30. Oleh karena itu, pada pukul 08.00 kami sudah meninggalkan Den Haag menuju Brussel (dibutuhkan waktu sekitar 2 jam untuk jarak tempuh sekitar 250 km). Untunglah jalan tol E14 yang menghubungkan Den Haag dan Brussel benar-benar bebas hambatan, sehingga jarak sekitar 250 km tersebut dapat ditempuh sesuai jadwal. Kami tiba sekitar pukul 10.15, lebih cepat 15 menit dari yang dijadwalkan.
Setibanya di NATO, bis yang kami tumpangi dipersilahkan parkir di kawasan yang telah ditetapkan. Tak lama kemudian 2 orang penjaga keamanan menjemput sampai depan pintu bis guna memeriksa paspor dan mencocokannya dengan daftar nama yang sudah dikirimkan sebelumnya. Tak lupa mereka mengingatkan agar kamera dan segala alat perekam lainnya untuk ditinggalkan di kendaraan. Usai pemeriksaan di depan pintu bis, barulah kami diberikan tanda pengenal bertuliskan “Visitor” untuk dikenakan di dada.
Setelah semua anggota rombongan menerima dan mengenakan tanda pengenal, kami pun diajak menuju pintu gerbang terluar untuk pemeriksaan lebih lanjut. Kami diminta melewati pintu metal detektor untuk dikenakan pemeriksaan terhadap benda-benda bawaan, termasuk handphone (pemeriksaan standar seperti layaknya hendak naik pesawat). Karena terlupa saya sempat mengantungi handphone di saku celana, akibatnya saya diminta meninggalkan handphone tersebut di penjagaan.
Beres dengan pemeriksaan di penjagaan, barulah kami diajak menuju ruang pertemuan yang jaraknya sekitar 200 meter dari pintu penjagaan. Sialnya, karena ketidaktahuan dan khawatir tidak diperkenankan, semua anggota rombongan meninggalkan bis tanpa mengenakan coat/jaket. Akibatnya bisa ditebak, selama perjalanan dari pintu penjagaan ke ruang tamu terpaksa menggigil kedinginan. Maklum cuaca saat itu berkisar 10 derajat celcius dan angin bertiup kencang.
Souvenir NATO/foto by Aris Heru Utomo
Setelah lumayan kedinginan, kami pun tiba di ruang pertemuan dan diterima oleh Kepala Divisi Diplomasi Publik NATO, Zsolt Rabai, mantan diplomat Hungaria yang pada tahun 1990-an nyaris ditugaskan ke Jakarta namun pada saat-saat akhir justru ditugaskan ke Brussel ketika negaranya bergabung dengan NATO. Sebelum menyampaikan paparan, Rabai memberikan kesempatan kepada kami untuk melihat-lihat ruangan di zona tamu. Di zona tamu ini, selain ruang pertemuan ternyata terdapat pula kantor pos, bank plus ATM, toko kelontong, kantin dan koperasi karyawan yang menjual souvenir NATO. Kesempatan ini kami pergunakan untuk melihat-lihat dan tentu saja membeli souvenir seperti topi, tas, kaos, jaket pin dan sebagainya. Saya sendiri membeli mug hitam, tentu saja dengan tulisan NATO pada mug tersebut.
Di zona tamu ini tidak terlihat penjaga keamanan berkeliaran, tapi bukan berarti tidak ada pengawasan. Pengawasan tetap ada tapi dilakukan lewat CCTV yang bertebaran disetiap sudut. Di zona ini juga ada satu papan peringatan yang dipasang dekat pintu masuk/keluar yang melrang para pengunjung untuk membicarakan masalah kedinasan di sepanjang koridor. Meski tidak disebutkan sanksinya, tapi peringatan ini tampaknya dipatuhi pengunjung, terbukti tidak ada yang bergerombol atau sekedar ngobrol di sepanjang koridor.
[caption id="attachment_25783" align="alignright" width="300" caption="Meeting Kit NATO"][/caption]
Usai melihat-lihat, kami pun kembali ke ruang pertemuan untuk mendengarkan paparan dari Zsolt Rabai dan Giller Vander Ghinst (Kepala Seksi Divisi Politik dan Keamanan). Dalam paparannya, Rabai secara umum mengemukakan bahwa perubahan global berdampak pula pada NATO. Selain berdampak pada cara pandang NATO yang tidak lagi bertumpu pada pendekatan geografis, tetapi juga pendekatan ke publik, khususnya dalam memberikan gambaran yang lebih utuh mengenai perkembangan dan peran NATO dewasa ini.
Perubahan pendekatan ke publik bisa dilihat dari diterimanya kunjungan delegasi non-anggota NATO di Markas besarnya di Brussel. Suatu hal yang sangat mustahil dilakukan di era perang dingin. Secara bergurau, ia pun mengutarakan bahwa markas NATO tidaklah seseram yang dibayangkan. Di markas NATO tidak ada peluru kendali atau persenjataan berat serta pasukan militer. Jangan pula bayangkan adanya gadget canggih seperti dalam film-film James Bond. Semuanya sama seperti kantor-kantor lainnya. Selanjutnya pembicaraan diwarnai dengan diskusi hangat mengenai peran dan ketelibatan NATO di berbagai konflik seperti di Kosovo dan Afghanistan.
Usai berdiskusi dengan Rabai, Vander Ghinst melanjutkan paparan dan berdiskusi mengenai hubungan kemitraan NATO dengan berbagai negara di luar kawasan Transatlantik. Ada beberapa kerjasama kemitraan yang saat ini telah dilakukan antara lain dengan Armenia, Austria, Irlandia dan juga Rusia. Selain itu ada ada juga kerjasama dengan beberapa negara Mediterania dan Timur Tengah termasuk Israel. Dalam menghadapi ancaman keamanan baru, NATO pun memiliki operasi dan misi baru antara lain mengupayakan perdamaian di Afghanistan, membantu pemulihan keamanan di Iran, memerangi terorisme di Mediterania dan membantu Uni Afrika dalam menciptakan perdamaian di Darfur, Sudan.
Usai pertemuan yang memakan waktu 2 jam tersbuit, kami kemudian dijamu makan siang oleh Rabai di kantin NATO. Namanya memang kantin, tapi ruangan dan menu nyang disajikan layaknya restoran besar. Di kantin ini berbagai delegasi dijamu oleh pejabat NATO. Selain rombongan kami, tampak pula delegasi besar yang kemungkinan dari Rusia (saya tidak sempat mengkonfirmasikan dengan mereka, tapi dari nguping pidato sambutan mereka yang menggunakan bahasa Rusia, kemungkinan memang delegasi Rusia atau setidaknya salah satu negara pecahan Uni Soviet).
Usai dijamu makan siang, kami pun segera mengakhiri kunjungan di NATO. Tidak seperti umumnya sebuah pertemuan (apalagi ala blogger) yang diakhiri dengan foto bersama, disini hal tersebut tidak berlaku sama sekali. Usai pertemuan, kami hanya bersalaman dan berharap bisa bertemu di lain waktu dan kesempatan. Selanjutnya dengan beriringan dan kedinginan kami kembali ke bis. Saya pun tidak lupa mengambil kembali handphone yang ditinggalkan di ruang penjagaan. Sementara itu, biar ada bukti kunjungan, setibanya di bis saya pun segera mengambil gambar markas NATO, walau cuma dari luar pagar dan hasilnya bisa dilihat pada foto di atas. Mudah-mudahan lain waktu bisa berkunjung kesana lagi dan mendapatkan cerita serta gambar yang lebih menarik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H