Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pengalaman Berkunjung ke Markas NATO

16 November 2009   00:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:19 1987
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_25777" align="alignleft" width="300" caption="Markas Besar NATO di Brussel/foto by Aris Heru Utomo"][/caption]

Markas North Atlantic Treaty Organization (NATO) atau Organisasi Pertahanan Atlantik Utara di Brussel, Belgia, selama ini dikenal sebagai kantor organisasi paling ketat di dunia. Hanya orang-orang yang bekerja untuk NATO dan berasal dari negara anggota NATO sajalah yang bisa memiliki kesempatan untuk berkunjung.

Namun sejalan dengan berakhirnya perang dingin di awal tahun 1990-an dan perubahan global, NATO pun menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman. NATO tidak lagi eksklusif bagi kerjasama militer AS dan negara-negara Eropa Barat saja. NATO kemudian menerima keanggotaan beberapa negara Eropa Timur yang dulunya tergabung dalam organisasi Pakta Warsawa, musuh NATO di era perang dingin, serta membuka kemitraan dengan negara-negara disekitarnya. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah perluasan jangkauan operasi, yang tidak lagi terbatas pada kawasan Transatlantik tetapi juga global. Bentuk operasi NATO pun tidak lagi terbatas pada misi militer, tetapi juga meliputi misi kemanusiaan dan perdamaian.

Sejalan dengan perubahan ini, markas NATO di Brussel pun kemudian lebih membuka diri dan menerima kunjungan delegasi dari berbagai negara yang bukan anggota NATO. Dalam kaitan ini, saya bersama 11 orang teman yang sedang mengikuti Diplomatic Training for Indonesian Mid Career Diplomats di Clingendael Institute, Den Haag,beruntung mendapatkan kesempatan mengunjungi markas NATO pada tanggal 5 November 2009.

Sesuai komunikasi yang dilakukan pihak Clingendael Institute, pertemuan dijadwalkan pukul 10.30. Oleh karena itu, pada pukul 08.00 kami sudah meninggalkan Den Haag menuju Brussel (dibutuhkan waktu sekitar 2 jam untuk jarak tempuh sekitar 250 km). Untunglah jalan tol E14 yang menghubungkan Den Haag dan Brussel benar-benar bebas hambatan, sehingga jarak sekitar 250 km tersebut dapat ditempuh sesuai jadwal. Kami tiba sekitar pukul 10.15, lebih cepat 15 menit dari yang dijadwalkan.

Setibanya di NATO, bis yang kami tumpangi dipersilahkan parkir di kawasan yang telah ditetapkan. Tak lama kemudian 2 orang penjaga keamanan menjemput sampai depan pintu bis guna memeriksa paspor dan mencocokannya dengan daftar nama yang sudah dikirimkan sebelumnya. Tak lupa mereka mengingatkan agar kamera dan segala alat perekam lainnya untuk ditinggalkan di kendaraan. Usai pemeriksaan di depan pintu bis, barulah kami diberikan tanda pengenal bertuliskan “Visitor” untuk dikenakan di dada.

Setelah semua anggota rombongan menerima dan mengenakan tanda pengenal, kami pun diajak menuju pintu gerbang terluar untuk pemeriksaan lebih lanjut. Kami diminta melewati pintu metal detektor untuk dikenakan pemeriksaan terhadap benda-benda bawaan, termasuk handphone (pemeriksaan standar seperti layaknya hendak naik pesawat). Karena terlupa saya sempat mengantungi handphone di saku celana, akibatnya saya diminta meninggalkan handphone tersebut di penjagaan.

Beres dengan pemeriksaan di penjagaan, barulah kami diajak menuju ruang pertemuan yang jaraknya sekitar 200 meter dari pintu penjagaan. Sialnya, karena ketidaktahuan dan khawatir tidak diperkenankan, semua anggota rombongan meninggalkan bis tanpa mengenakan coat/jaket. Akibatnya bisa ditebak, selama perjalanan dari pintu penjagaan ke ruang tamu terpaksa menggigil kedinginan. Maklum cuaca saat itu berkisar 10 derajat celcius dan angin bertiup kencang.

Souvenir NATO/foto by Aris Heru Utomo

Setelah lumayan kedinginan, kami pun tiba di ruang pertemuan dan diterima oleh Kepala Divisi Diplomasi Publik NATO, Zsolt Rabai, mantan diplomat Hungaria yang pada tahun 1990-an nyaris ditugaskan ke Jakarta namun pada saat-saat akhir justru ditugaskan ke Brussel ketika negaranya bergabung dengan NATO. Sebelum menyampaikan paparan, Rabai memberikan kesempatan kepada kami untuk melihat-lihat ruangan di zona tamu. Di zona tamu ini, selain ruang pertemuan ternyata terdapat pula kantor pos, bank plus ATM, toko kelontong, kantin dan koperasi karyawan yang menjual souvenir NATO. Kesempatan ini kami pergunakan untuk melihat-lihat dan tentu saja membeli souvenir seperti topi, tas, kaos, jaket pin dan sebagainya. Saya sendiri membeli mug hitam, tentu saja dengan tulisan NATO pada mug tersebut.

Di zona tamu ini tidak terlihat penjaga keamanan berkeliaran, tapi bukan berarti tidak ada pengawasan. Pengawasan tetap ada tapi dilakukan lewat CCTV yang bertebaran disetiap sudut. Di zona ini juga ada satu papan peringatan yang dipasang dekat pintu masuk/keluar yang melrang para pengunjung untuk membicarakan masalah kedinasan di sepanjang koridor. Meski tidak disebutkan sanksinya, tapi peringatan ini tampaknya dipatuhi pengunjung, terbukti tidak ada yang bergerombol atau sekedar ngobrol di sepanjang koridor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun