Melihat mobil-mobil buatan Tiongkok dalam pameran ini, kita layak iri menyaksikan keyakinan dan strategi para produsen mobil Tiongkok untuk bisa bersaing dengan produsen mobil kelas dunia yang sudah jauh mendominasi pasar dunia. Saya perhatikan bahwa strategi yang mereka gunakan adalah bukan dengan bersainghead-to-head dengan produsen mobil kelas dunia, tetapi mencoba memanfaatkan peluang yang ada dengan menyasar konsumen kelas menengah baru yang menginginkan mobil bagus namun berharga lebih murah. Kemudian melalui suatu program terpadu dan terukur, mereka terus mengembangkan kualitas produksi otomotif yang dihasilkan.
Di atas kertas sebenarnya Indonesia juga memiliki konsep yang sama. Seperti dikatakan Delegasi RI pada pertemuan “20th APEC Automotive Dialogue 2014” di Beijing 23-25 April 2014, Indonesia saat ini juga tengah mengembangkan produksi kendaraan murah dan ramah lingkungan (Low Cost Green Car/LCGC) dan rendah emisi karbon (Low Carbon Emission Program/LCEP) dimana konsumsi bahan bakar minyak (BBM) paling sedikit satu liter untuk jarak tempuh 20 km bagi kendaraan berkapasitas isi silinder 980-1.200 cc atau, bahan bakar lain yang setara dan untuk motor bakar nyala kompresi (diesel) kapasitas isi silinder sampai dengan 1.500 cc.
Melalui kendaran murah dan irit bahan bakar, diharapkan adanya dukungan pengembangan struktur industri komponen otomotif guna mendorong investasi di dalam negeri dan meningkatkan kemandirian teknologi otomotif berkualits dan aman serta ramah lingkungan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, tentu saja tidak bisa dilakukan hanya melalui program pencitraan semata, namun harus melalui suatu program yang jelas dan terukur dengan melibatkan semua pelaku industri otomotif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H