Cukup puas saya melihat bangunan bagian depan stasiun kereta api peninggalan Belanda yang masih kokoh itu. Â Lalu mata saya tertuju pada sebuah monumen lokomotif tua, dipajang di dekat area parkir kendaraan roda 4.Â
Ada keterangan di pondasi alas kereta, seperti ini:Â
Lokomotif D 301 59
DKA (Djawatan Kereta Api) mendatangkan lokomotif D301 dari pabrik Fried Krupp (Jerman) sebanyak 80 lokomotif pada tahun 1962-1963. Lokomotif D301 dapat melaju hingga kecepatan 50 km/jam dengan di topang mesin diesel berdaya 340 HP.Â
Lokomotif D301 yang kini menjadi monumen ini beroperasi untuk keperluan dinas langsir di stasiun-stasiun besar di pulau Jawa, karena pola operasional kereta api barang maupun penumpang di tahun 1962-an rangkaiannya bervariasi dan berubah-ubah baik di stasiun asal, ditengah perjalanan sampai di stasiun tujuan.
Di depan Stasiun Tawang ada polder atau kolam buatan yang luasnya sekitar 1 hektar. Fungsinya adalah untuk mengendalikan air supaya tidak terjadi banjir di Kota Lama. Kelebihan air akan dipompa keluar dari sistem polder. Komponen sistem polder terdiri dari: tanggul, kolektor, kolam retensi, pintu air, saluran, dan pompa air (tanjungmas.semarangkota.go.id).
Sebelumnya, saya sudah pernah ke Kota Lama. Namun ada sesuatu yang baru, yaitu keberadaan patung Soekarno yang cukup tinggi di tengah-tengah polder. Patung tersebut bisa menjadi landmark baru bagi Kota Lama Semarang.Â
Sedangkan hal yang masih sama, setiap saya lewat di polder ini, ada beberapa orang yang sedang mancing di tepi polder di bawah naungan pohon besar. Hobi memancing bisa menjadi sarana healing bagi sebagian orang.
Tak lama kemudian, saya berjalan menuju ke pusat kawasan Kota Lama, dimana terdapat banyak bangunan kuno. Di jalan yang saya lalui ada tertera petunjuk arah panah ke beberapa tujuan beserta jarak tempuhnya. Saya pun tergoda untuk berjalan menuju Museum Kota Lama.Â