b. Keberadaan Riba (Bunga) yang Dilarang
Dalam hukum syariah, riba (bunga) dianggap haram (terlarang) karena mengandung unsur eksploitasi dan ketidakadilan. Islam melarang adanya transaksi yang memberikan keuntungan tanpa adanya kerja atau usaha nyata dari kedua pihak. Bunga merupakan imbal hasil yang pasti dan tetap, terlepas dari hasil usaha atau keberuntungan.
Sementara itu, dalam mudharabah, keuntungan yang dibagikan adalah hasil dari usaha bersama, dan oleh karena itu, hanya keuntungan yang nyata yang dibagi. Jika usaha tidak menguntungkan, maka tidak ada keuntungan yang dibagi, dan kerugian pun hanya ditanggung oleh pemberi modal.
c. Tujuan Ekonomi yang Berbeda
Tujuan dari mudharabah adalah untuk menciptakan kemitraan yang saling menguntungkan dan berbagi hasil, sementara bunga dalam bisnis konvensional lebih fokus pada keuntungan sepihak bagi pemberi pinjaman. Sistem mudharabah lebih mendekatkan pada nilai keadilan dan transparansi, di mana kedua belah pihak dapat merasa dihargai dan mendapatkan manfaat dari usaha yang dijalankan.
4. Pandangan Hukum Syariah terhadap Kedua Sistem
Hukum syariah sangat menekankan pada keadilan, transparansi, dan tidak ada eksploitasi dalam setiap transaksi ekonomi. Oleh karena itu, mudharabah adalah bentuk transaksi yang lebih sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut. Dalam mudharabah, kedua belah pihak---pemberi modal dan pengelola---harus bekerja sama secara adil untuk mencapai keuntungan yang sah.
Sementara itu, bunga (riba) dilarang dalam Islam karena dianggap sebagai bentuk penindasan terhadap pihak yang lebih lemah, yaitu peminjam. Dalam sistem bunga, penerima bunga (pemberi pinjaman) memperoleh keuntungan yang tetap meskipun tidak melakukan usaha atau kerja, sementara peminjam berisiko membayar lebih dari yang mereka terima, meskipun usaha mereka gagal.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H