Dalam dunia ekonomi, dua sistem utama yang sering diterapkan dalam bisnis adalah sistem bagi hasil (mudharabah) dan sistem bunga (riba). Keduanya memiliki perbedaan yang signifikan, terutama ketika dilihat dari perspektif hukum syariah. Sementara sistem bunga sudah menjadi hal yang umum dalam bisnis konvensional, mudharabah menawarkan pendekatan yang lebih adil dan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Artikel ini akan membahas perbedaan mendasar antara kedua sistem tersebut dari sisi hukum syariah.
1. Apa Itu Mudharabah?
Mudharabah adalah sebuah kontrak kerjasama bisnis yang diterapkan dalam sistem ekonomi Islam, di mana salah satu pihak menyediakan modal (shahibul maal) dan pihak lainnya (mudharib) menyediakan keahlian atau tenaga untuk mengelola usaha tersebut. Keuntungan dari usaha yang dijalankan dibagi berdasarkan kesepakatan awal, biasanya dengan proporsi yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
Ciri khas mudharabah adalah berbagi keuntungan dan risiko secara adil. Jika usaha tersebut merugi, kerugian hanya ditanggung oleh pemberi modal, sementara pengelola usaha (mudharib) akan kehilangan tenaga dan waktunya. Prinsip ini mendasari hubungan yang adil, transparan, dan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.
2. Apa Itu Sistem Bunga (Riba)?
Sistem bunga adalah mekanisme yang digunakan dalam bisnis konvensional, di mana peminjam uang dikenakan kewajiban untuk membayar kembali pokok pinjaman beserta bunga yang telah disepakati. Bunga ini biasanya dihitung berdasarkan persentase tertentu dari jumlah uang yang dipinjam.
Sistem bunga mengandung unsur ketidakpastian dan eksploitatif, karena peminjam wajib membayar bunga meskipun tidak memperoleh keuntungan dari penggunaan uang tersebut. Sebagai contoh, jika seseorang meminjam uang untuk memulai usaha namun usahanya gagal, mereka tetap harus membayar bunga dan pokok pinjaman, yang dapat membebani finansial mereka.
3. Perbedaan Utama Antara Mudharabah dan Bunga dalam Hukum Syariah
a. Prinsip Berbagi Risiko
Salah satu perbedaan mendasar antara mudharabah dan bunga terletak pada pembagian risiko. Dalam sistem mudharabah, risiko bisnis dibagi antara pemberi modal dan pengelola usaha. Jika usaha gagal, pemberi modal menanggung kerugian sesuai dengan proporsi modal yang diberikan, sementara pengelola usaha kehilangan waktu dan tenaga.
Sebaliknya, dalam sistem bunga, risiko sepenuhnya ditanggung oleh peminjam. Bahkan jika usaha gagal, peminjam tetap wajib membayar bunga dan pokok pinjaman. Ini dianggap sebagai unsur ketidakadilan dalam Islam, karena peminjam diharuskan membayar lebih dari yang mereka pinjam, meskipun tidak mendapat keuntungan.
b. Keberadaan Riba (Bunga) yang Dilarang
Dalam hukum syariah, riba (bunga) dianggap haram (terlarang) karena mengandung unsur eksploitasi dan ketidakadilan. Islam melarang adanya transaksi yang memberikan keuntungan tanpa adanya kerja atau usaha nyata dari kedua pihak. Bunga merupakan imbal hasil yang pasti dan tetap, terlepas dari hasil usaha atau keberuntungan.
Sementara itu, dalam mudharabah, keuntungan yang dibagikan adalah hasil dari usaha bersama, dan oleh karena itu, hanya keuntungan yang nyata yang dibagi. Jika usaha tidak menguntungkan, maka tidak ada keuntungan yang dibagi, dan kerugian pun hanya ditanggung oleh pemberi modal.
c. Tujuan Ekonomi yang Berbeda
Tujuan dari mudharabah adalah untuk menciptakan kemitraan yang saling menguntungkan dan berbagi hasil, sementara bunga dalam bisnis konvensional lebih fokus pada keuntungan sepihak bagi pemberi pinjaman. Sistem mudharabah lebih mendekatkan pada nilai keadilan dan transparansi, di mana kedua belah pihak dapat merasa dihargai dan mendapatkan manfaat dari usaha yang dijalankan.
4. Pandangan Hukum Syariah terhadap Kedua Sistem
Hukum syariah sangat menekankan pada keadilan, transparansi, dan tidak ada eksploitasi dalam setiap transaksi ekonomi. Oleh karena itu, mudharabah adalah bentuk transaksi yang lebih sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut. Dalam mudharabah, kedua belah pihak---pemberi modal dan pengelola---harus bekerja sama secara adil untuk mencapai keuntungan yang sah.
Sementara itu, bunga (riba) dilarang dalam Islam karena dianggap sebagai bentuk penindasan terhadap pihak yang lebih lemah, yaitu peminjam. Dalam sistem bunga, penerima bunga (pemberi pinjaman) memperoleh keuntungan yang tetap meskipun tidak melakukan usaha atau kerja, sementara peminjam berisiko membayar lebih dari yang mereka terima, meskipun usaha mereka gagal.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H