Sekilas Biografi K.H. Hasan Musthafa
Di tatar Sunda khususnya di daerah Garut ada seorang ulama yang berpengaruh terhadap kemajuan peradaban Islam di Indonesia. Ulama itu bernama K.H. Hasan Musthafa.Â
Raden entjon atau yang dikenal dengan nama Hasan Musthafa lahir di Garut Jawa Barat pada 3 Juni 1852 dan wafat pada 13 Januari 1930, ayahnya bernama R.M. Sastramanggala.Â
Semasa kecilnya Hasan Musthafa lahir dan besar dikalangan menak dan berorientasi pada kehidupan pesantren, lingkungan ini yang kemudian menjadikan Hasan Musthafa untuk menuntut ilmu di pesantren tidak disekolah-sekolah formal.Â
Sekitar umur 8 atau 9 tahun ayahnya mengajak untuk pergi ke Makkah untuk berhaji dan supaya tahu bahwa Makkah merupakan peradaban awal Islam sebelum menyebar keberbagai belahan dunia termasuk tanah Garut, sepulang dari Makkah kemudian Hasan Musthafa melanjutkan perjalanan pencarian ilmunya dipesantren-pesantren yang ada di tanah Sunda dan Jawa sebelum kemudian berangkat lagi ke makkah untuk belajar ilmu sampai Ia dewasa.
Bertemu dengan Snouck Hurgronje
Setelah sekian lama belajar ilmu di Makkah kemudian mengantarkan Hasan Musthafa bertemu dengan seorang utusan Belanda yang kita kenal Snouck Hurgronje atau dikenal juga dengan nama Abd Ghafar (nama Islamnya), pertemuan itu sekitar tahun 1885. Pertemuan dan perkenalan ini kemudian melatar belakangi Hasan Musthafa hidup dalam dunia kekuasaan di Indonesia atau Hindia Belanda saat itu.
Selama delapan tahun Hasan Musthafa belajar di Makkah dan menjadi pengajar kemudian Ia pulang kembali ke Garut untuk memberikan pengajaran dan menyelesaikan persolan agama yang terjadi dimasyarakat.
Pertemuanya dengan Snouck di Makkah kemudian berlanjut di tanah air yang kemudian Snouck menawarkan kepada Hasan Musthafa untuk menjadi seorang penghulu di Aceh pada tahun 1893.Â
Dengan sangat susah payah Snouck membujuk untuk menerima lowongan pekerjaan itu. Untuk menempati posisi itu sungguh memberatkan hati nya, dengan berat hati kemudian Hasan Musthafa menerima tawaran itu dan menjadi penghulu besar di tanah Kutaraja Aceh pada tahun 1893-1895.
Berdakwah Melalui Tradisi
Dalam cara berdakwanya Hasan Musthafa menggunakan tradisi-tradisi yang ada di masyarakat Sunda saat itu, misalnya seperti pantun-pantun dan puisi-puisi. Lewat puisi-puisi itulah kemudian ajaran-ajaran Islam disebarkan kepada masyarakat.Â
Selain itu Ia juga dikenal dengan ulama yang "mahiwal" atau kontroversial karena dengan pemikiran-pemikirannya yang nyentrik, misalnya dengan pemahamannya mengenai ajaran wihdatul wujud dan karya-karyanya mengenai ajaran penyatuannya manusia dengan Tuhannya (manunggaling kawula Gusti) dikenal juga sebagai ulama tasawuf.
Dengan ketinggian ilmu yang dipelajarinya sewaktu di Makkah kemudian Hasan Musthafa mampu mentranformasikan ajaran agama kedalam puisi dan tembang-tembang Sunda sehingga dengan cara itulah ajaran Islam dengan mudah diterima oleh masyarakat.Â
Berbicara mengenai ajaran Islam dengan menggunakan simbol dan metafora orang Sunda itu menjadi sebuah kecenderungannya untuk tetap dijalankan dan diusahakan supaya dengan mudah memberikan pemahaman kepada masyarakat Sunda.
Namun sangat disayangkan dalam perjalanan dakwahnya, Hasan Musthafa sering dianggap sebagai ulama yang kontroversi karena berbeda dengan ulama-ulama pada umumnya mengenai pemahaman tentang Islam, terlebih lagi ketika Ia diketahui dekat dengan Snouck dan menjadi pembantu dipemerintahan Hindia Belanda.Â
Selain itu pada waktu itu banyak masyarakat yang mulai mengenal budaya-budaya luar sehingga banyak masyarakat Sunda sendiri berubah secara kebudayaan. Ikatan masyarakat Sunda dengan tembang-tembang, wayang dan lambang-lambang tradisonal Sunda kian semakin longgar dan mulai ditinggalkan.Â
Disamping itu dalam masyarakat Sunda pada masa Ia hidup mulai intensifnya pemahaman-pemahaman Islam secara salafi. Kian marakanya gerakan-gerakan pembaharuan dalam Islam di Indonesia.Â
Seperti misalnya yang dilakukan oleh organisasi Sarikat Islam, Muhammadiyah, Persis dan lain-lain. Dengan demikian pemikiran-pemikiran Hasan Musthafa banyak yang ditentang dengan dalih bahwa ajaran Islam tetap harus murni dan jangan dicampur adukan dengan budaya, dengan kata lain bahwa ajaran Islam secara perlambang seperti yang dikembangkan oleh K.H. Hasan Musthafa secara tidak langsung ditolak.
Pada akhirnya kenyataan-kenyataan di atas yang dihadapi oleh K.H. Hasan Musthafa menyebabkan karya-karya yang berhasil Ia tulis dianggap sebagai ajaran-ajaran sesat dan tidak boleh dipelajari. Ketidak sukaan terhadap pemikiran K.H. Hasan Musthafa nampak juga dari surat Sayyid Utsman bin abdullah bin Aqil bin Yahya Alawi, Adviseur Honorair urusan Arab, Pemerintah Kolonial Belanda (1899-1914).Â
Kecuriaan terhadap pemikiran Hasan Musthafa diperkuat juga oleh kedekatan Hasan Musthafa dengan utusan Belanda Snouck Hurgronje. tetapi kedekatan antara K.H, Hasan Musthafa dengan Snouck Hurgronje harus bisa dibuktikan salah satunya dengan meneliti surat-surat Snouck untuk Hasan Musthafa yang masih tersimpan di Leiden.
Bagi penulis bukan soal kedekatanya K.H. Hasan Musthafa dengan Snouck yang menarik untuk dibahas, tetapi bagi penulis yang menarik untuk dibahas yaitu mengenai pemikiran-pemikiran K.H. Hasan Musthafa dalam memberikan pemahaman tentang ajaran Islam kepada masyarakat, dengan tanpa mengharamkan semua tradisi yang telah tumbuh di masyarakat tetapi tradisi itu kemudian dimasukan dengan nilai-nilai ajaran Islam sehingga masyarakat dengan mudah akan cepat memahami apa yang disampaikan, itu merupakan metode dakwah yang sangat baik seperti yang dilakukan oleh para wali Songo misalnya dengan menggunakan pewayangan.
Sungguh sangat disayangkan pengharaman atas tradisi yang berlaku dimasyarakat Indonesia belum juga berhenti, terlebih dari itu bahkan mengkafirkan. Yang pada akhirnya umat Islam di Indonesia hanya sibuk dengan menyalahkan cara orang beribadah bukan mengurusi kemajuan umat, hal ini karena antar umat Islam sendiri masih banyak yang menyalahkan satu sama lain, hanya karena beda pemahaman antara bagaimana berTuhan dan bagaimana beribadah.
Referenci: Seratus Tokoh Islam Paling berpengaruh di Indonesia karya; Shalahuddin Hamid dan Iskandar Ahza.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H