Kondisi saat ini juga banyak terjadi area atau lahan kosong dengan kategori potensial kritis apabila lahan tersebut tidak dikelola dan dimanfaatkan dengan baik, khususnya di Daerah Timur Indonesia seperti di NTB dan NTT yang didominasi dengan area terbuka.Â
Untuk itu, diperlukannya strategi pemanfaatan lahan ini dengan menyiapkan area untuk tanaman energi yang cepat tumbuh sebagai area Hutan Tanaman Industri (HTI) yang dapat dikelola oleh pihak swasta yang berkesinambungan dengan pemberian kesempatan bagi masyarakat disekitar area tersebut untuk menjadi plasma bagi HTI yang telah disiapkan. Integrasi area inti dan plasmad dari HTI Tanaman energi ini akan memberikan manfaat yaitu kepastian supply bagi pembangkit, manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar dan yang jauh lebih besar adalah area menjadi hijau sehingga meningkatkan cadangan oksigen bagi kehidupan global.
Manajemen pola tanam, sistem panen, sistem distibusi, rantai pasok dan keterlibatan masyarakat sekitar area tanam sangat dibutuhkan dalam keberhasilan program ini, bukan hanya semata kebijakan yang terkesan mendadak dan terburu untuk branding semata dari PLTU eksisting, akan tetapi tidak didukung oleh kepastian supply biomass sehingga kehandalan produksi listrik biomass atau energi bersih kita bisa terjaga dan keberlanjutannya.
Penyiapan skema kemitraan antara perusahaan pembakit dengan stakeholder terkait dengan pengusahaan biomass ini menjadi salah satu kunci utama dalam keberhasilan program, dimana kelayakan ekonomis bahwa harga pokok produksi ataupun harga jual biomass ini masih setara atau bahkan lebih hemat dari batubara merupakan salah satu indikator dalam keberhasilan program ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H