"Panggil mbok Ati kesini, Dit. Biar kita makan sama-sama." Ujar Bagus dari ruang TV.
Radit melihat sekeliling, namun ia tidak melihat sosok pembantu mereka di tempat itu.Â
"Mbok Ati ga ada, kak. Aneh, padahal tadi masih nyuci piring di sini."
Radit bergabung dengan kakaknya di ruangan TV berbekal dua mangkuk di tangan. Ia meletakannya diatas meja, menyaksikan dengan seksama saat kakaknya membuka bungkusan mie ayam dan menuangkannya kedalam mangkuk. Bocah itu mencoba merebut mangkuk, namun Bagus menghalanginya.
"Eiiiits, ini punya kakak. Ekstra pedas. Kamu tuang sendiri mienya."
Radit menggerutu melekukan bibir. Ia mengambil mie didalam kantong plastik. Ia berusaha membuka ikatan plastik, namun terlalu erat untuk jemari kecilnya.
"Susah,kaaak." protesnya.
"Jangan manja. waktu kakak semumurmu kakak udah bisa ngangkat galon. Buka sen_"
Seketika terdengar suara keras dari dalam rumah. Bagus melirik mencari sumber yang sepertinya berasal dari kamar orang tuanya di samping ruangan TV. Dahinya mengkerut khawatir.
"Siapa di kamar itu, Dit?"
"Ohh, tadi ibu pulang duluan, kak. Ibu dianter om-om aneh pake seragam tentara. Tapi langsung masuk kamar dan bilang jangan diganggu." Jawab sang adik yang masih berusaha membuka plastik mie.