Dari luar, tidak ada yang terlihat spesial di ruangan itu. Namun setelah masuk, ruangan itu dipenuhi oleh puluhan koleksi-koleksi berharga. Mulai dari baju zirah berlapis emas, gading dan tulang raksasa hewan purba, senjata-senjata antik, hingga puluhan guci dan pajangan dari negri asing nan jauh yang mengundang mata untuk mengaguminya.Â
Disudut ruangan nampak sebuah meja kerja dengan minuman diatasnya. Segera Santos menuangkan minuman dan memberikannya pada Selena.
"Kita aman disini. Jika mereka sampai menerobos kemari, kita bisa melewati jalan rahasia di balik rak buku itu." Ujar Santos sembari menunjuk rak besar berisi ratusan buku di dinding ruangan.
"Trimakasih, Santos." Ucap Selena sembari tersenyum hangat menerima gelas minuman.
Santos membalikan badan, berniat menuangkan satu gelas lagi sebelum benda tajam sedingin es melekat dilehernya. Hal itu sontak membuatnya mengangkat tangan.
"Trimakasih karena sudah membawaku kemari." Ujar Selena datar dengan suara setengah berdesis bak ular derik yang siap menerkam mangsanya.Â
"Selena, apa-apaan ini?"Â
"Ini pembalasan, tuan muda bajingan! sekarang berikan benda itu." Ujar Selena menjuruskan pisau pembunuh ke leher Santos. Ia melepaskan gaun panjang dipinggangnya, meninggalkan celana hitam dari kulit yang memudahkannya bergerak.
"Aku tidak tahu maksudmu. Ambil saja barang berharga yang ada disini. Tapi tolong biarkan aku hidup." Pintah si tuan muda, suaranya gemetaran.
"Jangan pura-pura bodoh," Pisau menembus kulit leher Santos, darah mengalir membasahi ujung pisau, "Desa Florina hancur lebur karena dirimu, Santos Qasillas. Berikan buku itu padaku." Ujar gadis itu.
Santos terdiam sejenak. Sekarang semuanya jelas. Gadis ini mengincar benda yang paling berharga di ruangan ini. Buku catatan rencana pembangunan yang dirancang dirinya dan sang ayah.Â