"Lalu Jonas bilang pada ayahku, 'Meski dewa berkenan sekalipun, tuan Santos tidak akan bisa mengayunkan pedang dengan benar. Aku pernah bertemu wanita penghibur dengan genggaman yang lebih kuat dari tuan muda,' begitu katanya." Seru Santos sambil tertawa terbahak-bahak.Â
Selena ikut tertawa bukan hanya karena lelucon Santos, tapi karena melihat sisi yang sangat berbeda dari sang tuan muda ketika alkohol mempengaruhinya. Keanggunan dan wibawa yang ia miliki seolah terganti oleh kehangatan seorang kawan lama yang tidak pernah hilang meski terpisahkan oleh waktu.
"Jadi kau tidak belajar ilmu pedang lagi?" Tanya Selena.
"Ayah sudah bosan mencarikanku guru. Lagian aku juga merasa kalau kekerasan tidak cocok untukku. Jadi aku memutuskan untuk mempertajam hal lain selain ujung pedang."
"Seperti apa?"
"Pikiranku.."
Seketika bunyi ledakan terdengar dari lantai bawah. Kaget, Santos berlari menuju tangga untuk melihat apa yang terjadi. Â Pintu depan hancur berkeping-keping karena ledakan. Beberapa saat kemudian puluhan orang bersenjata tajam mulai memasuki ruangan dansa. Mereka mengenakan rompi tebal berwarna hitam beserta kain abu-abu yang menutupi wajah.
"Apa itu tadi?" Tanya Selena yang mengikuti Santos dari belakang. Nafasnya tak karuan karena panik.
"Bandit." Aneh. benar-benar aneh_Â pikir Santos.
Bandit? menyerang kediaman Qasillas? mereka pasti sudah bosan hidup. Segera Santos merangkul jemari Selena dan menariknya menyeberangi ujung tangga melewati lorong menuju ruangan di sudut rumah.
"Kita harus bersembunyi dulu." Ujarnya.