Ia harus bangun.
Dengan kekuatan yang masih tersisa, Ouhm melekatkan kedua kepalan tangannya kewajah sembari merunduk kedepan. Tumpuan kakinya kokoh membusur. Kuda-kuda tersebut merupakan kuda-kuda terbaik untuk digunakan jika ingin menyelesaikan pertarungan dengan satu serangan tepat.Â
Namun untuk bisa berhasil, ia harus membuka dirinya sekali lagi terhadap energi Virant. Jika ia melakukannya dengan hati-hati, ia tidak akan menarik perhatian raja yang baru. Jika ia masuk terlalu jauh, pria itu bisa mengendalikan pikirannya dan ia tidak akan bertemu keluarganya lagi. Ini perjudian yang akan menentukan hidup dan matinya.
"Aku tahu aku bersalah. Keluargamu tidak sepantasnya mati ditanganku dan aku menyesali perbuatanku. Aku juga tidak pantas meminta maaf pad__" Ia menghentikan perkataanya karena rasa sesak didada yang begitu menusuk. Beberapa saat kemudian darah keluar dari mulutnya bersama batuk.
"Maaf katamu? Kau tahu berapa umur adikku saat kau mencabut nyawanya? Ia bahkan belum bisa membaca. Ia hanya anak kecil, tidak ada hubungannya dengan perang terkutuk padukamu. Tidak bisakah kau membiarkannya hidup?" Ujar Haka setengah menangis.
"Perintah tetaplah perintah..." Ouhm menundukan kepalanya karena malu atas jawaban menjijikan itu. Ia tidak menyangka bahwa dirinya yang dulu begitu bodoh hingga mempercayai idealisme seorang bangsawan seperti Walishiga, sampai-sampai ia membunuh anak kecil yang tidak berdosa, meskipun secara tidak sengaja. Akan tetapi tidak ada waktu baginya untuk menyesal sekarang.
"Jika kau datang mencariku sembilan tahun lalu, dengan senang hati aku akan memberikan nyawaku. Tapi sekarang aku punya orang-orang yang harus kulindungi. Aku tidak akan meninggalkan mereka. Tidak pantaskah sampah sepertiku bahagia?" Jawab Ouhm memantapkan tekatnya.
Tawa Haka semakin menjadi-jadi. Ia meremas kepala dan menyeka rambut panjangnya kebelakang. Sesaat kemudian, seringai dingin menghiasi wajahnya. Angin bertiup kencang merundukan rerumputan padang yang seolah ingin berpaling dari bencana yang akan datang. Sang pengembara mengeluarkan sesuatu dari rompi. Sebuah boneka dari jerami yang terlilit bunga kershang di lehernya. Gerhana.
Tidak, oh dewi, demi kemulian dewi Shid dan tiga pangeran, kumohon jangan....
"Bagaimana kau bisa mendapatkan benda itu, apa yang sudah kau lakukan?" Ouhm berteriak tak kuasa menahan emosi. Sakit ditubuhnya sudah tak lagi dihiraukan, sebab jika yang ia bayangkan adalah kenyataan, tidak ada satupun luka yang bisa menghancurkannya lebih dari pada kehilangan keluarganya.
"Perintah tetaplah perintah, bukankah begitu, tuan Ouhm?"