dua detik,
tiga detik,
Hanya kesunyian yang meliputi keduanya. Angin bertiup, membuat dedaunan muda pohon cemara serta rerumputan padang menari-nari menghasilkan suara gesek yang mengelitik telinga. Lonceng angin di depan gubuk membunyikan nada-nada liar namun berirama. Keduanya membentuk harmoni yang seolah menunggu Haka untuk bergabung dengan orkestra semesta, bersama seruling yang ia pegang.
Suara suling menyerang telinga Ouhm dengan irama yang tak pernah ia bayangkan. Sekarang ia mengerti kenapa benda itu harus terbuat dari silinder logam. Getaran yang dihasilkan jauh lebih dalam dan berat, sangat berbeda dengan suling bambu. Setiap tiupan dari bibir Haka menggema, lalu memecut gendang telinga dengan bunyi melekuk tajam pada setiap ujung nada. Irama yang brutal namun sangat indah dalam komposisinya.
"Alkisah ..." Pria itu mulai bercerita. "di sebuah hutan antaberanta, hiduplah tiga ekor beruang. Ayah beruang, ibu beruang dan anak beruang. Ayah beruang dikenal sebagai binatang yang ramah terhadap siapa saja. Ibu beruang sangat suka memasak bubur dan konon buburnya adalah yang paling lezat di seluruh penjuru hutan. Anak beruang yang masih kecil berteman dengan setiap penghuni hutan dan merekapun sangat mencintainya.
Oleh karenanya, rumah mereka selalu menjadi tempat peristirahatan bagi binatang-binatang hutan yang sedang kesulitan, baik itu hewan yang terluka karena diburuh oleh manusia maupun mereka yang hanya ingin mencicipi bubur si ibu beruang."
Suling kembali berbunyi, kali ini tanpa suara angin yang mengiringi. Ouhm tenggelam kedalam nada yang lebih nyaring dari sebelumnya. Ini terasa seperti sihir. Alam seolah diam sejenak untuk merenungi setiap nada yang keluar dari seruling Haka.
"Suatu ketika anak beruang yang sedang bermain-main di tengah hutan bertemu dengan seekor anjing liar yang tersesat. Tidak ada satupun luka ditubuhnya, namun ia terlihat sangat kesakitan. Karena rasa kasihan, anak beruang mendekatinya lalu bertanya.
'Hai anjing, mengapa engkau begitu murung?'
Si anjing tak menjawab.
Nada seruling melekuk-lekuk bagai ombak di lautan menggambarkan kebingungan si anak beruang.