Mohon tunggu...
Aris Munandar
Aris Munandar Mohon Tunggu... Penulis - Foto : Aris Munandar saat sedang berkunjung ke kantor Kepala Staf Presiden

Berfisik Lokal Bermental

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

New Normal Dipusaran PSBB

1 Juni 2020   23:45 Diperbarui: 1 Juni 2020   23:55 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak hanya Menkopolhukam yang menunjukkan keraguan, rekanan lainnya Menko Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan pada suatau kesempatan mengatakan akan ada penyebaran gelombang kedua (second wave). Tak terkecuali, Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto ikut mengkhawatirkan adanya second wave.

Dengan demikian otomatis New Normal menjadi keraguan banyak pihak, karena pernyataan-pernyataan beberapa pembantu presiden Jokowi itu menunjukkan sikap sebagai tanda tak setuju dengan normal baru. Jika diinternal pemerintah saja masih ada tarik ulur, bagaimana dengan rakyat pada umumnya? Maka wajar jika Amien Rais dan tokoh-tokoh lain tidak setuju dengan istilah yang sedang hangat diperbincangkan saat ini.

Entah faktor apa yang mendorong pemerintah Indonesia bersikeras menerapkan normal baru. Korea Selatan sebagai Negara uji coba pertama di dunia yang menerapkan New Normal saja kini telah menyesal, karena pasca itu kasus positif mengalami lonjakan gelombang kedua Covid-19. Inilah yang kita khawatirkan. Apakah pengalaman gagal di Negara yang telah menjadi uji coba itu tidak diambil sebagai suatu pelajaran?

Jika gelombang penyebaran kedua itu terjadi, maka sia-sia lah perjuangan selama ini mengurung diri (karantina mandiri), ekonomi anjlok, PHK massal, pengangguran, hingga menyebabkan kelaparan dan berbagai dampak lainnya.

Akibatnya umat muslim menjadi salah satu pihak yang paling dirugikan, karena semua petinggi Ormas Islam menyerukan kepada jamaahnya agar tetap menaati protokol kesehatan dan PSBB dengan beribadah dirumah masing-masing. Namun pemerintah justru akan menerapkan normal baru ditengah ancaman second wave.

Jika hal ini terus dibiarkan, hal buruk akan menimpa pemerintah. Ketidakpercayaan publik (public distrust) makin meningkat. Mungkin data yang dirilis Indo Barometer diatas akan semakin bertambah jika gelembung bola liar terus menggelinding.

Ditambah oleh pernyataan Menkopolhukam, Mahfud MD yang membandingkan tingkat kematian akibat kecelakaan dan diare lebih banyak dari kematian akibat Corona. Ini membuat kita semua menjadi permisif sekaligus kecewa dengan pemerintah.

Untungnya api ketidakpercayaan itu sedikit dipadami oleh Kapolri Idham Azis, perihal pengerahan TNI-Polri yang diperkirakan mencapai 340.000 personil gabungan. Dalam keterangan persnya, Jenderal Polisi itu menyatakan bahwa pengerahan tersebut bukan untuk penegakkan hukum, melainkan untuk mengedukasi masyarakat.

Langkah ini kita sepakat (meskipun kita kadang ragu dengan kebijakan pemerintah), karena kedisiplinan menaati protokol kesehatan menjadi prioritas utama. Tujuannya agar mempercepat laju pemutusan mata rantai penyakit menular itu mudah teratasi.

Aris Munandar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun