Pada artikel ini saya akan mencoba menyajikan konsep "Cogito ergo sum" menurut Descartes untuk menelaah secara kritis bagaimana cara kita merasionalisasikan eksistensi Tuhan. Karena itu, saya akan terlebih dahulu menghantar kita memahami apa itu kesadaran menurut Rene Descartes.
Kesadaran
Kesadaran adalah bagian penting dari kehidupan manusia yang berelasi dengan banyak hal, baik dengan sesamanya maupun alam di sekitarnya. Kesadaran menjadi penggerak bagi manusia untuk memberadakan akal budinya secara maksimal. Pemberadaan akal budi secara maksimal akan mengantar manusia kepada sikap kritis terhadap apa yang didengar maupun dilihatnya dan tidak mudah larut oleh perkataan orang.
Rene Descartes menjadi pelopor dari pergerakkan manusia untuk memahami kesadaran secara mendalam. Descartes menciptakan ruang untuk manusia dalam bergumul dan berdinamika dengan kesadarannya. Bagi Descartes, pancaindra manusia memiliki keterbatasan dalam mencerap pengetahuan yang ada di sekitarnya.Â
Ia berusaha memberi pendasaran metodis yang baru dalam filsafat. Dengan metode "cogito ergo sum", Descartes memahami kesadaran sebagai aturan-aturan yang dapat dipakai untuk menemukan fundamentum certum et inconcussum veritatis (kepastian dasariah dan kebenaran yang kokoh) metode itu disebut "le doute methodique" (metode kesangsian).[1]
Descartes mencetuskan suatu metode yang diberi nama metode kesangsian guna mengkritisi segala sesuatu dengan menyangsikannya. Kesangsian itu bertujuan untuk mengantar manusia kepada kedalaman cara berpikir manusia terhadap segala sesuatu. Kedalaman itu akan menjauhkan manusia dari segala macam bentuk kesesatan. Kesangsian bagi Descartes membuat manusia berada dan menjadi nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Metode kesangsian yang digunakan oleh Descartes ditujukan terhadap segala sesuatu baik yang bersifat material maupun rohani. Kesangsian ini mendorong manusia untuk mengetahui secara jelas dan benar apa yang diperolehnya melalui lingkungan hidupnya. Dari metode kesangsiannya itu, ia mengatakan je pense donc je suis atau cogito ergo sum (aku berpikir, maka aku ada).[2]
Ungkapan cogito ergo sum menjadi simbol dari kesadaran manusia yang membuat manusia itu berada seutuhnya. Keberadaan manusia dengan kesadarannya menjauhkan manusia dari kesesatan dalam percaya. Manusia menjadi nyata apabila ia berpikir dan sadar akan apa yang ada disekitarnya.Â
Kesadarannya itu diwujudkan dengan menyangsikan segala sesuatu. Yang ditemukan dengan metode kesangsian adalah kebenaran dan kepastian yang kokoh, yaitu "cogito" atau kesadaran-diri.[3] Rene Descartes berpandangan bahwa filsafat pada zamannya telah kehilangan dirinya.Â
Pandangan itu didasarkan pada kritiknya terhadap para filsuf yang masih berpegang teguh pada pemikiran-pemikiran para filsuf lama (tradisionalis). Ia juga berpendapat bahwa filsafat tidak boleh terikat pada pengandaian-pengandaian apapun. Filsafat sebagai ilmu dasariah dan radikal tidak boleh bertolak dari pengandaian-pengandaian apapun.[4] Oleh sebab itu, ia melahirkan metode kesangsian sebagai pendobrak dari pola berpikir filsafat semacam itu.