Â
Di Indonesia, sejatinya sudah terdapat peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ilmu pengetahuan dan teknologi yang tercantum pada UU No. 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.Â
Pemerintah juga sudah menyediakan kebijakan terkait ketenagarkerjaan pada UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagarkerjaan. Namun, kebijakan yang mengaitkan dua hal tersebut, dalam tajuk ancaman disrupsi teknologi terhadap lapangan pekerjaan, belum dipertimbangkan oleh pemerintah.Â
Namun, pemerintah telah mewacanakan pada tahun 2019 sebuah jaminan nasional bagi korban-korban PHK akibat transformasi atau digitalisasi yang terjadi pada sektor industri sebagaimana yang dikatakan oleh Menteri Ketenagakerjaan kala itu, Hanif Dhakiri.Â
Pada tahun 2020, wacana tersebut direalisasikan melalui UU Ciptaker Pasal 46A Ayat 1 yang menyebutkan bahwa pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) berhak mendapatkan jaminan kehilangan melalui BPJS.Â
Selain itu, pada UU No. 11 Tahun 2019, walaupun tidak mengatur secara langsung mengenai penggunaan teknologi sebagai alternatif pengganti tenaga kerja manusia,Â
UU No. 11 Tahun 2019 pada Pasal 75 dan 76 mengatur mengenai tenaga kerja Indonesia yang berhak mendapat pengetahuan dan keterampilan pada teknologi asing yang masuk dan berkembang di Indonesia, yang mana dinilai oleh pemerintah dapat mengembangkan tenaga kerja Indonesia agar tidak tergeser oleh teknologi asing,
Pasal 75
(1) Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan dapat dilaksanakan oleh Kelembagaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi asing dan/atau orang asing.
(2) Pelaksanaan Perielitian. Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan oleh Kelembagaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi asing dan/atau orang asing sebagairnana dimaksud pada ayat (1) wajib memperoleh izin dari Pemerintah Pusat-.
(3) Dalam pelaksanaan pemberian izin Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan bagi Kelembagaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi asing dan/atau orang asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan kelayakan etik oleh komisi etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (4).