Kegagalan Rendra mempertahankan tuju
Dalam puisi “Mancuria” Rendra bilang begini di bait pertama:
Di padang-padang yang luas
kuda-kuda liar berpacu.
Rindu dan tuju selalu berpacu.
Bait ini luar bisa padu, setiap unsurnya saling jelaskan dengan baik secara bolak-balik. Pemilihan kuda-kuda liar di padang-padang yang luas menjadi metafor untuk rindu yang sedang aku lirik jelaskan. Kalau kuda-kudanya kita ganti dengan kuda pedati atau kuda sewaan di tempat pariwisata maka baris ketiga bait ini tidak punya kekuatan yang sama lagi. Anda boleh saja menulis puisi tentang kuda sewaan dengan latar alun-alun sebuah kota, tetapi mampukah puisi tersebut menjelaskan rindu sekuat Rendra dalam “Mancuria”?
Mari kita teruskan.
Rindu dalam bait ini ternyata aku lirik jelaskan tidak punya tujuan. Kata tuju di larik ketiga merupakan bentuk verba, berasal dari meN- dan tuju, bukan dari tujuan.
Maka rindu yang biasa digunakan untuk siapa atau untuk apa (misal rindu Mama sehingga ingin pulang kampung, rindu pantai sehingga ingin ke Anyer), menurut Rendra di bait pertama bukanlah rindu yang sebenar-benarnya rindu. Rindu mestilah suatu keberpacuan rindu-dan-tuju yang liar di padang-padang yang luas. Padang-padang yang luas tentu bukan tujuan dari kuda-kuda liar, tapi sebanding maknanya dengan keliaran itu sendiri. Apa itu keliaran? Rendra menjawab: padang-padang yang luas.
Salah jika baris terakhir itu kita maknai rindu dan tujuan selalu berpacu karena di padang-padang yang luas tidak ada tujuan, ke mana pun kuda-kuda liar itu memacu diri mereka akan berada di padang-padang luas yang sama.
Karena itu mungkin Rendra ingin bilang bahwa rindu yang sebenar-benarnya rindu itu tidak menuju siapa dan juga apa. Tapi mungkinkah ada rindu yang semacam itu, rindu yang tanpa tujuan? Ternyata Rendra gagal mempertahankan kekuatan bait pertama.
Di bait ke-4 aku lirik berkata demikian.