Mohon tunggu...
Ari Pratiwi
Ari Pratiwi Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Anak dan Keluarga

Dosen dan Psikolog

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Toxic Parent: This is Real!

21 Juli 2021   07:00 Diperbarui: 23 Juli 2021   05:25 2363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Toxic parents bisa berdampak negatif pada perkembangan anak. Toxic parent terkadang tidak bisa dideteksi oleh orang luar karena penampakan orangtua dan keluarga ini bisa saja tampak baik-baik (Twinsterphoto via KOMPAS.com)

Beberapa waktu terakhir di layanan konseling, saya sering dapat klien remaja menuju dewasa awal dengan masalah yang cukup rumit.

Awalnya mereka datang dengan keluhan tidak bisa tidur, merasa kesepian, merasa ada yang tidak nyaman tapi entah apa yang membuat tak nyaman, berlanjut ke perasaan kesepian di tengah keramaian, keinginan menyakiti diri sendiri hingga pemikiran bunuh diri.

Usut punya usut, setelah ngobrol ke sana ke mari, hampir seluruhnya berpangkal dari keluarga. Yang paling "standar" kuliah di jurusan yang diinginkan orangtua, bukan keinginannya sendiri. 

Ada yang ibunya selalu menyalahkan dia atas perceraian dengan ayahnya, ada ibu yang sering melampiaskan kekesalan karena ayahnya berselingkuh atau melakukan kekerasan pada ibu, ada ibu yang selalu membandingkannya dengan saudara, ada ibu yang tidak percaya ketika ia mengalami pelecehan seksual dari teman atau pacar dan justru menyalahkannya, jijik padanya. Bahkan ada ibu yang "iri" pada anaknya. Si anak dijatuhkan di depan teman-temannya yang datang ke rumah dengan kata-kata tidak pantas. 

Pengakuan lain ada juga ayah yang tidak pernah puas dengan pencapaian yang sudah dengan susah payah dicapai oleh anaknya, ada ayah yang menyembunyikan keluarganya yang lain alias poligami diam-diam, ada ayah yang bahkan tidak pernah menemuinya apalagi memberinya nafkah bahkan ayah yang justru meminjam uangnya hasil wiraswasta.

Kata-kata seperti, "Alahh cuma gitu aja bisanya", "masa gitu ga bisa", "nggak usah panggil bunda lagi kalau ga mau nurut sama bunda", "bapak melakukan ini demi kamu, cari uang demi kamu" (dengan tujuan manipulasi anak) dan semacamnya kerap terdengar.

Semua ini muaranya adalah toxic parent. Terus menerus merongrong, menyalahkan, tidak memberi kesempatan anak untuk berkembang jadi dirinya, untuk bertumbuh lebih baik. Toxic parent tidak bisa dihukum karena luka yang disebabkannya tidak nyata, berbeda dengan kekerasan fisik yang langsung bisa divisum. 

Sayangnya, luka batin akibat ucapan dan perilaku toxic ini bisa merembet ke mana-mana, menggerogoti pikiran anak dan akhirnya merusak mentalnya.

Toxic parent terkadang tidak bisa dideteksi oleh orang luar karena penampakan orangtua dan keluarga ini bisa saja tampak baik-baik.

Kadang bahkan anak-anaknya adalah anak berprestasi, berparas rupawan dan memiliki sosialisasi yang baik, namun bila ditelisik lebih jauh, akan tampak luka dalam batin yang rapuh. 

Sedihnya, kadang anak tidak bisa lepas dari lingkaran keluarga, kadang anak tidak menyadari bahwa orangtuanyalah yang merusaknya, kadang anak tidak berdaya dan terus bergantung pada toxic orangtua dan tanpa sadar menjadi toxic juga untuk lingkungannya.

Apa sebenarnya toxic parent itu?

Toxic person atau indvidu beracun adalah seseorang yang meracuni hidup orang lain, tidak suportif, tidak senang ketika orang lain sukses dan justru berharap kegagalan orang lain.

Intinya, orang ini akan melakukan sabotase terhadap usaha orang lain sehingga orang tersebut tidak bahagia dan tidak produktif (Glass, 1995). 

Individu yang dianggap beracun ini bisa orangtua, pacar atau pasangan, teman dan orang lain. Dalam tulisan ini tentu akan berfokus pada orangtua.

Ditambahkan oleh Forward (1986), pada dasarnya, tidak ada orangtua yang stabil secara emosional setiap waktu, orangtua terkadang memang berbuat salah dan menyebabkan anak menjadi merasa sakit hati. Kebanyakan orangtua juga terkadang membentak anak. 

Hal ini tidak menjadi masalah, karena orangtua hanyalah manusia biasa. Yang menjadikan situasi menjadi toxic adalah ketika orangtua, seperti racun kimia, terus menyebar dan mencederai kebahagiaan anak. Seiring dengan anak tumbuh, rasa sakitnya semakin kuat karena orangtua masih terus menerus melakukan perilaku yang menyakiti anak. 

Dengan istilah yang sedikit berbeda namun memiliki makna serupa yaitu “poisonous parents”, Dunham dan Dermer (2011) menyatakan bahwa hubungan yang toxic pada level tertentu akan sangat merusak hubungan orangtua-anak, yang pada akhirnya akan membentuk anak yang kesulitan menjalin hubungan yang sehat dengan orang lain.

Selanjutnya, mari kita berkenalan dengan jenis-jenisnya. Menurut Dunham dan Dermer (2011), beberapa jenis toxic parent adalah :

1) Pageant parent

Berusaha membentuk anak sebagai cermin mereka. Menitipkan mimpi mereka yang belum kesampaian kepada anak-anak. Anak-anak dipaksa menjadi apa yang orangtua inginkan untuk diri mereka sendiri. Ada beberapa jenis pageant parent, yaitu :

a) The showbiz parent

Orangtua tampak ingin memberikan yang terbaik untuk anak, tapi dengan cara memaksa dan mengeksploitasi anak, misalnya untuk menjadi anak yang paling pintar, paling berbakat.

b) Fictitious parent

Mengagungkan anak ke dunia luar, namun dengan cara fantasi yang tidak sesuai realita anak yang sebenarnya hanya agar tidak kalah dengan orang lain, misalnya bilang ke orang lain anaknya pintar main piano padahal tidak.

c) Superstar parent

Orangtua berkompetisi dengan anak. Mereka merasa harus lebih unggul dari anak dan anak tidak akan pernah sebaik mereka atau lebih baik daripada mereka. Ada mixed message yang tidak konsisten dalam pengasuhan. Kadang orangtua memaksa anak sebaik mereka, tapi juga mengkritik dan mengecilkan kemampuan anak.

2) Dismissive parent

Orangtua tidak terkoneksi dengan anak dengan cara yang bermakna. Orangtua mungkin tidak hadir secara fisik, emosional atau finansial. Mereka tampak di rumah setiap hari namun tidak terlibat secara emosional dengan anak dan lebih memikirkan diri sendiri. Dismissive parent dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :

a) Stepford parent

Orangtua melakukan apa yang mereka pikir perlu dilakukan karena hal tersebut harus dilakukan, bukan karena kebutuhan si anak. Dari luar, orang akan melihat keluarga ini baik dan orangtua memperhatikan anak.

Hal ini menjadi lebih sulit untuk anak karena mereka akan merasa bersalah. Mereka akan merasa seharusnya mereka bersyukur hidup dengan orangtua yang baik, namun sebenarnya tetap merasa empty dan tidak terhubung secara emosi.

b) Prerogative parent

Orangtua menganggap parenting adalah pilihan dan membuat anak merasa seharusnya mereka bersyukur telah dilahirkan dan diberikan segala hal oleh orangtua apapun itu, termasuk pilihan yang dipilihkan orangtua.

Orangtua akhirnya menjadi menentukan hidup anak namun bukan berdasar kebutuhan anak tapi karena kebutuhan orangtua itu sendiri.

Misal, orangtua memperhatikan anak karena ingin diperhatikan, bukan karena benar-benar memperhatikan anak

c) Acquaintance parent

Orangtua memenuhi kebutuhan anak mereka, tampak baik dan sopan. Lebih tampak seperti “cognitive love map”. Saling mengagumi, sopan satu sama lain tapi tidak terlibat emosi yang mendalam (mungkin seperti orang Jawa jaman dulu. Ibu sopan ke ayah, ayah menghargai ibu, tapi sebenarnya tidak terlibat secara emosi. Ibu menyusuh anak sopan ke ayah, ayah juga baik sabar ke anak, tapi tidak ada emosi yang meluap-luap)

d) Donor parent

Orangtua hanya sebagai orangtua biologis lalu tidak pernah mengurusi anak. Anak tidak tahu kapan orangtua akan hadir dan tidak. Orangtua tidak dapat diandalkan kehadirannya oleh anak.

3) Contemptuous parent

Orangtua adalah juri dan hakim terhadap perilaku, kebutuhan, keinginan dan mimpi anak. Mereka sangat suka mengkritik, mengutuk, meremehkan dan melakukan pemerasan secara emosi. Sarkas, sinis, menggunakan nama panggilan, memutar mata, mendengus. menghina dan memberikan guyonan kasar.

Misal, memanggil anak pemalas hanya karena tidak segera melakukan yang diminta orangtua, pembohong ketika salah memberikan informasi. Orangtua melakukan “pembunuhan karakter” anak.

a) Zealot

Orangtua yang fanatik terhadap pemikiran mereka sendiri dan akan menggunakan kekuatan dan otoritas mereka untuk mendominasi, mengontrol atau memanipulasi anak mereka.

Power ini mungkin berdasar uang, agama atau afeksi. Mereka memanfaatkan ketakutan anak sehingga sering menakut-nakuti dan mengancam anak.

b) Sesaw parent

Sikap orangtua naik dan turun tidak dapat ditebak. Saat sikap baik, hubungan dengan anak membaik. Tapi kadang lalu tiba-tiba ada saja hal yang dikomplain oleh orangtua dan membuat anak patah hati.

c) Mommy or daddy dearest parent

Orangtua yang melakukan kekerasan fisik dan emosional hanya karena masalah sepele. Misal ibu marah karena anak meletakkan baju mahal yang dibelikannya dengan salah. Ia akan mengungkit berapa harga baju itu dan bagaimana anak salah, lalu memukul dan mengeluarkan kata-kata kotor.

Bila anda sebagai orangtua membaca tulisan di atas lalu mendapati diri anda serupa dengan salah satu gambaran kasus atau cocok dengan salah satu jenis orangtua diatas, atau anda memiliki orangtua yang serupa dengan kasus di atas, maka silakan tunggu lanjutan tulisan ini yang akan mengulas tentang mengapa ada toxic parent dan bagaimana seseorang bisa menjadi toxic parent.

***

Referensi

Dunham, Shea M., Shannon B. Dermer., Jon Carlson. 2011. Poisonous Parenting : Toxic Relationships between parents and their adult children. New York : Routledge

Forward, Susan., Craig Buck. 1986. Toxic parents : Overcoming Their Hurtful Legacy and Reclaiming Your Life. New York : Bantam Books

Glass, Lilian. 1995. Toxic People : 10 Ways Of Dealing With People Who Make Your Life Miserable. New York : Simon & Schuster

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun