Mohon tunggu...
Ario Sadewo
Ario Sadewo Mohon Tunggu... karyawan swasta -

keep it simple. mampir ya ke kepikiranbarusan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

#4

6 Oktober 2012   01:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:12 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Laki laki itu mendorongku ke sebuah tembok dipinggir jalan, menahan dadaku dengan lengan kirinya, dan tangan kanannya memegang tangan kiriku, mendekatkan kepalanya ke mataku, kata katanya mengintimidasi. "Apa yang lo lakukan, boy", baru kali itu aku melihat rupa wajahnya berubah merah, sebab selama ini aku pikir laki laki ini laki laki pemalu, manja dan ga ada tampang seramnya sedikitpun.

"Maksudmu apa"

"Kenapa dia deket deket lo, dia ngomong apa?, boy, kenapa surat ini ga dikasih" sambil merogoh ke kantong bajuku. Kemudian meletakknya dihidungku.

"Sudah itu, mata lo buta apa, dia yang balikin lagi" aku berontak

"Tapi surat ini harus diberikan ke dia, lo gw bayar buat itu, trus dia bisikin apa tadi?"

"Maksud lo apa sih, duit segitu aja, pake marah marah segala, kalo lo berani, lo kasih aja ke dia sendiri, emang gw anjing lo apa", Aku berjalan mundur menjauhi dia. Tiga langkah kemudian aku berbalik berjalan membelakanginya.

"Woi, boy, gw masih ada urusan sama lo, gw bayar"

"Sori, gw udah males"

"Gw bayar 2 kali lipet"

"Ogah" aku terus melangkah.

"Gw bayar 4 kali lipet deh, boy eh boy". Dan akhirnya "Ok setengah juta"

Aku terhenti, sepertinya kata 'juta' lebih enak terdengar dibanding dengan 'lipet'. Aku berbalik

"Serius" kata kataku terucap masih dengan nada curiga.

"Ya, sekarang lo balik lagi, kasih surat ini lagi", Surat kali ini sudah dia siapkan sebelumnya, sepertinya memang sudah dia ketahui jika surat yang pertama ini tidak berhasil. hmm.. tindakan yang terencana. Rupanya laki laki ini maniak juga.

Persetan dengan itu. "bayarannya sekarang, lo jangan ngomong doank!". Kemudian dia membuka dompetnya dan memberikan 400 ribu dimuka, "nih, sisanya nanti".

Kali ini suratnya lebih tebal, dan ada isinya, seperti secarik foto yang diambil dengan fotobox. Ada beberapa lembar. "Ok gw kasih ke dia, bagaimana dia tahu kalo gw mau kasih ke surat ke dia?".

"Lo tungguin aja ampe keluar". Mukanya mulai berubah, "Dan pastiin itu lo kasih ke dia". Kepalanya menunduk dan berjalan kembali ke seberang, tempat dimana dia bisa mengamati lagi.

...

Menunggu kedua kalinya ini lebih lama dari sebelumnya, sampai satpam itu mendekat ke tempatku, sembari mengobrol, "Mas nunggu siapa",

"Cewek yang tadi pak"

"Ya masih lama itu dek, tunggu aja di pos, duduk aja"

"Iya pak, ". Cape juga menunggu sambil berdiri, lalu kuputuskan juga ikut duduk, di kantor satpam tak jauh dari tempatku ini.

"Sudah dapet berapa hari ini?". Pertanyaan itu begitu aneh dari satpam yang baru kukenal ini.

"Dapet apa pak, kok?"

"Dapet duit khan dari orang itu". Kepalanya menunjuk ke seberang, mengantikan tangannya yg sibuk memainkan korek gas.

"Egh.. iya"

"Beliin kopi gih". Dengan entengnya dia meminta.

"Egh..."

"Hehhhh... cepet gih, biar asik ngobrolnya, apa kau ga ngerokok?". Ada istilah dikepalaku yang terbesit, JAPREM. Jatah preman. Ya benar dia minta jatah.

"Ini pak, beli aja sendiri". Kuberikan 10 ribu, "Saya ga bisa ninggalin tempat ini, bapak aja yang beli"

"Alhamdulilah, tunggu ya". Satpam itu beranjak.

Aku melamun melihat lorong itu, dan sayup terdengar suara koor dari dalam gedung. Tidak lama setelah itu satpam itu kembali membawa dua cangkir kopi dan beberapa batang rokok. "Ini dek, minum kopinya, mbak itu masih lama keluarnya, kamu ngak ngerokok khan?". Dia mengambil korek dan mulai membakar rokoknya. "Akhirnya makan malam juga".

"Pak pak, makan malam kok cuma pake kopi ama rokok, makan nasi pak".

"Jqustru itu, saya ini ga suka makan nasi, orang bule aja ga makan nasi,"

"Ga suka, apa ga ke beli pak?"

"Bisa aja kamu dek, diminum kopinya". Seolah dia menjadi tuan rumah, padahal kopinya dibeli pakai duitku. "Sudah sering dek, orang kayak kamu yang kesini buat nemuin cewek itu".

Aku tersedak dengan kopi yang mau kuseruput,"APA?"

"Ya begitulah, jadi saya yang keberapa pak?". Aku mengibaratkan aku ini seperti selingkuhan yang keberapa... aneh, tapi ini yang kurasakan.

"Ga tau dek, kayaknya minggu ini sudah ada 3 orang sebelum kamu. Tapi cuma kamu yang beda, kamu dua kali kesini, yang lainnya langsung pergi". Matanya melirik dan menyeruput kopinya lagi, "Adek tinggal dimana?".

"Di kalimalang pak".

"Oo deket lah". Dan kami mulai cerita saling mengisi waktu dan kopi yang hampir habis, sampai beberapa lama suara koor mulai terdengar berhenti, berganti dengan tepuk tangan keras. "Itu sepertnya sudah selesai, adek menunggulah kesana".

Aku berdiri di depan lorong. dan melihat beberapa orang keluar bersamaan, aku melihat wanita itu keluar sedang bercengkrama dengan seseorang. Dia tidak memperhatikan aku, "Mbak". Aku memanggilnya. untungnya dia mendengar dan menghampiri aku.

"Ada apa lagi"

"Ada surat lagi", aku tidak secanggung tadi. Mungkin karena ada uang setengah juta di kantongku.

"Ambil saja lah". Dia mulai pergi.

"Jangan mbak, tolong terima".

"Kamu kenapa" wanita itu bingung.

"Tolong mbak, terima surat ini". Aku harus memberikan surat ini, pikirku jika dia tidak terima, uang ku bisa melayang.

"Ambil saja, saya ga perlu". Kemudian ia bergerak menjauh, aku tahan tangannya. "Maaf, anda sepertinya harus membaca surat ini". Ku taruh ditelapak tangannya.

Mulutnya mencibir sembari membuka surat itu. tiba tiba terdengar suara decitan rem kemudian disusul dentuman keras. Orang orang lari ke depan gerbang. aku dan wanita itu berlari kedepan gerbang. "ada yang tabrakan" pekik seseorang. Satpam terlihat berlari ke tengah jalan, mengatur lalu lintas. Dan mengamankan korban yang bergetar ambil terbaring, korbannya sedang menghadapi sakratul maut. "Cepat bawa ke rumah sakit, ada yang punya mobil" pekik seseorang.

wanita itu tercengang

aku pun juga

laki laki itu korban kecelakaan

---lanjutan dari cerpen #3 -- lihat profil

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun