Mohon tunggu...
Arini Tazkiyah
Arini Tazkiyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Antropologi Universitas Airlangga

Segalanya tidak selalu mudah, tetapi selalu berusaha melakukan apa yang benar.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Adaptasi dan Inovasi: Strategi UMKM Jawa Timur Bertahan saat Pandemi Covid 19

30 Mei 2023   01:51 Diperbarui: 30 Mei 2023   02:15 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Latar Belakang 

Pandemi Covid-19 telah membawa perekonomian nasional dan global ke arah resesi ekonomi. Hal ini ditandai dengan kontraksi atau menurunnya angka pertumbuhan ekonomi nasional saat pandemi terjadi. Perekonomian nasional pada tahun 2020 mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,07%  dibandingkan pada tahun 2019. 

Pada triwulan I-2020 ekonomi Indonesia mengalami kontraksi sebesar 2,41%  dan pada triwulan II-2020 mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar  5,32% (bps.go.go.id, 2020). Kontraksi tersebut terutama disebabkan oleh penurunan konsumsi rumah tangga akibat pembatasan sosial yang dilakukan pemerintah untuk mencegah penularan Covid-19. Penurunan pada investasi termasuk dalam pembangunan dan dan perolehan aset tetap dan penurunan perdagangan luar negeri yang cukup tajam. 

Pemberlakuan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) menimbulkan dilema di masyarakat maupun pemerintah. Kebijakan ini dianggap yang paling efektif untuk pencegahan penyebaran Covid-19, tetapi di sisi lain kebijakan ini membatasi bahkan membawa pengaruh buruk terhadap aktivitas sosial, ekonomi, dan budaya. 

Laporan Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) menyebutkan bahwa pandemi ini berimplikasi terhadap ancaman krisis ekonomi besar yang ditandai dengan berhentinya berbagai aktivitas ekonomi di berbagai negara, jatuhnya tingkat konsumsi masyarakat akibat adanya pembatasan berskala besar, hilangnya kepercayaan konsumen, serta jatuhnya bursa saham yang akhirnya mengarah pada ketidakpastian (Nalini, 2021 dalam Betty, 2021: 1-2). 

Pandemi turut menambah jumlah pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. Badan Pusat Statistik mengatakan bahwa angka pengangguran naik sebesar 2,7 juta hingga Agustus menjadi hampir 10 juta orang (BPS, 2020). Jutaan orang lainnya bekerja dengan jam kerja yang lebih sedikit atau dengan gaji yang terlalu sedikit. Setelah mengalami kemajuan selama  bertahun-tahun, kemiskinan meningkat sebesar 2,8 juta orang pada tahun 2021 hingga Desember (BPS, 2021). Secara keseluruhan, 27,6 juta orang hidup dalam garis kemiskinan nasional sekitar Rp.458.947 (US$ 31,8) per kapita per bulan. Tingkat kemiskinan melonjak menjadi 10,2 % mencapai 2 digit untuk pertama kalinya sejak 2017. Tetapi masih tetap lebih tinggi di pedesaan, yaitu 13,2% (UNICEF, 2021). 

UMKM menjadi sektor ekonomi yang paling terdampak dari adanya pandemi Covid-19. Mereka mengalami penurunan penjualan produk yang mengakibatkan penurunan modal dan pemasukan serta pengurangan jumlah tenaga kerja yang digunakan dan kinerja UMKM lainnya (Eugenia & Akhmad, 2022: 102). 

Selama ini, UMKM Indonesia merupakan punggung penjaga kestabilan perekonomian Indonesia. Kementerian Koperasi dan UKM mencatat, jumlah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mencapai 65,47 juta unit pada tahun 2019. Jumlah tersebut mencapai 99% dari total keseluruhan usaha yang ada di Indonesia. Secara rinci, sebanyak 64,6 juta unit merupakan usaha mikro, setara dengan 98,67% dari total UMKM di Indonesia. Sebanyak 798.679 unit merupakan usaha kecil, proporsinya sebesar 1,22 % dan usaha menengah hanya sebanyak 65.465 unit dan memberikan andil sebesar 0,1% dari total UMKM di Indonesia (dataindonesia.id, 2022). 

Dari data tersebut, Indonesia mempunyai potensi basis ekonomi nasional yang kuat karena jumlah UMKM terutama usaha mikro yang besar dapat menyerap tenaga kerja yang sangat besar. Basis usaha ini terbukti kuat dalam menghadapi krisis ekonomi di Indonesia. Saat krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998 dan 2008, UMKM merupakan komponen ekonomi yang dapat bertahan mempertahankan ekonomi Indonesia. 

Perekonomian Indonesia yang selama ini berbasis pada sektor korporasi terbukti saat krisis tidak dapat bertahan dengan baik. Banyak yang gulung tikar saat masa pandemi karena terbatasnya modal serta kondisi pandemi yang tidak menentu. UMKM dengan fleksibilitas nya mampu bertahan dengan adaptasi dan inovasi yang dilakukan. Saat pandemi UMKM menyediakan barang yang dibutuhkan masyarakat seperti makanan dan minuman sehingga dapat terus berjalan di tengah ketidakpastian pandemi. 

Hasil survey yang dilakukan Katadata Insight Center (KIC) (Zakiah, dkk. 2022: 13) terhadap 206 pelaku UMKM Jabodetabek menunjukkan bahwa mayoritas UMKM (82,9%) mengalami dampak negatif pada masa pandemi dan hanya 5,9% UMKM yang mengalami pertumbuhan secara positif. Kondisi yang melanda UMKM ini secara langsung mempengaruhi perlambatan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2020 karena UMKM merupakan penyedia lapangan pekerjaan paling besar di Indonesia (Wahyuningsih, 2009 dalam Zakiah, dkk., 2022: 13). 

Kondisi ini mendorong pemerintah untuk memperbaiki kondisi UMKM pada masa pandemi melalui kebijakan PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) yang berfokus kepada tiga kebijakan utama yaitu peningkatan konsumsi dalam negeri (demand), peningkatan aktivitas dunia usaha (supply), serta menjaga stabilitas ekonomi dan ekspansi moneter. Banyak dana yang dianggarkan pemerintah untuk dapat menghidupkan geliat UMKM yang berdampak penting bagi kemajuan ekonomi Indonesia. 

Ketidakberdayaan UMKM saat pandemi disebabkan para pelaku usaha yang belum banyak mengenal teknologi. Sehingga, masih sedikit UMKM yang menjual produknya secara online melalui marketplace, atau penjualan melalui situs website yang dikelola secara mandiri. UMKM yang telah melakukan digitalisasi terhadap penjualan produknya dapat secara aktif memperluas jaringan konsumen serta cara berbelanja saat pandemi. Fleksibilitas serta kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi penjualan saat ini perlu dikembangkan oleh para pelaku usaha UMKM dengan pelatihan dan pendampingan aktif dari pemerintah. 

Jawa Timur menempati posisi ketiga wilayah yang memiliki jumlah UMKM terbanyak dalam skala nasional setelah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Jumlah UMKM di Jawa Timur mengalami peningkatan selama tahun 2010-2016 meskipun tidak secara signifikan. Peningkatan jumlah UMKM ini diikuti dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi Jawa Timur yang tentunya memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur seperti penyediaan lapangan pekerjaan dan meningkatkan ekonomi lokal (Widhi & Teguh, 2019: 559). 

Persebaran jumlah UMKM 9.783.920 unit mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 13.665.632 angkatan kerja pada tahun 2018. UMKM mampu mengentas kemiskinan di Jawa Timur dengan memberikan lapangan pekerjaan yang luas serta meningkatkan kemampuan kerja serta daya saing sumber daya manusia yang dimiliki Jawa Timur. 

Pembahasan 

Pengertian UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) 

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 pasal 1 dan pasal 6 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UU UMKM) telah dijelaskan mengenai definisi UMKM serta kriterianya. didefinisikan sebagai berikut: 

  1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana dalam Undang-Undang ini. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut; memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). 

  2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang ini. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut; memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).  

  3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut; memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai paling dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). 

Berdasarkan ulasan di atas UMKM dapat disimpulkan sebagai usaha ekonomi yang dibangun secara perorangan atau kelompok dalam bentuk badan usaha. Jumlah hasil penjualan tahunan menentukan apakah usaha tersebut masuk ke dalam golongan usaha mikro, kecil, atau menengah. 

UMKM sebagai salah satu penggerak ekonomi Indonesia turut berdampak terhadap adanya pandemi Covid-19. Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UMKM Kebijakan PSBB, yang membatasi mobilitas masyarakat di luar rumah menjadikan sektor UMKM harus beradaptasi dengan keadaan tersebut. UMKM yang biasanya melakukan penjualan dengan sistem konvensional dengan membuka gerai dan melakukan transaksi secara langsung dengan konsumen harus menata ulang kebiasaan tersebut dengan beralih ke sistem digitalisasi saat memasarkan produknya. 

Dampak Pandemi terhadap UMKM Jawa Timur 

Saat pandemi, konsumsi serta daya beli masyarakat menurun drastis dikarenakan banyak terjadi PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) oleh beberapa perusahaan yang menyebabkan banyak masyarakat pekerja kehilangan pekerjaan. Sebagian besar masyarakat memilih berhati-hati dalam menggunakan uang mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup karena ketidakpastian pandemi. Hal ini yang menyebabkan turunnya daya beli serta konsumsi masyarakat akan barang-barang konsumsi terutama di luar kebutuhan pokok yang berimbas pada kinerja usaha produsen dan penjual. 

Pada aspek perusahaan, pandemi ini telah mengganggu kinerja banyak perusahaan terutama yang bergerak di bidang perdagangan, transportasi, e-commerce, serta pariwisata. Kebijakan social distancing yang menjadikan segala sektor pekerjaan dipindahkan dalam rumah (work from home) berdampak pada kinerja serta penghasilan perusahaan yang kemudian diikuti oleh pemutusan hubungan kerja. 

Bahkan ada beberapa perusahaan yang gagal survive memilih untuk gulung tikar perusahaannya. Pada UMKM, adanya pandemi menyebabkan turunnya permintaan dari konsumen terhadap pemenuhan barang dan jasa yang berdampak pada suplai, pemutusan hubungan kerja karyawan dan ancaman macetnya pembayaran kredit (Bahtiar & Saragih, 2020 dalam Betty, 2021: 3). 

Provinsi Jawa Timur merupakan penyumbang terbesar kedua bagi perekonomian Indonesia dengan tingkat pertumbuhan setara dengan tingkat nasional dan provinsi-provinsi besar besar lainnya di Jawa. Tiga sektor lapangan usaha utama penopang PDRB Jawa Timur secara berturut-turut adalah sektor industri pengolahan (29,03%), perdagangan (18,18%) dan pertanian (12,80%) (BPS Jawa Timur, 2019). Saat awal pandemi Covid-19 (2020 Jawa Timur mengalami penurunan sebesar -2,07% selama tahun 2020 dan -0,74% sejak awal hingga pertengahan tahun 2021 (BPS Jawa Timur, 2019). 

Secara geografis, Provinsi Jawa Timur memiliki banyak potensi alam, industri, pengolahan, serta jasa yang dapat dikembangkan untuk penyumbang ekonomi Jawa Timur. Sebelum pandemi terjadi, pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur relatif cepat pada sektor-sektor ekonomi tertentu seperti sektor pengadaan air, limbah dan daur ulang, penyediaan akomodasi makan dan minum, informasi dan komunikasi dan masih banyak sektor ekonomi lainnya. Sedangkan terdapat perubahan pada saat pandemi Covid-19, sektor ekonomi yang masih dapat bertahan dan bertumbuh secara cepat saat pandemi di antaranya, pertanian, kehutanan, perikanan, jasa pendidikan, jasa kesehatan dan kegiatan sosial serta sektor lainnya (Nurul, dkk., 2021: 111).

Permasalahan yang dihadapi UMKM Jatim selama pandemi memberikan dampak yang sangat besar khususnya pada sektor industri pengolahan sebesar 49% dan sektor penyediaan akomodasi serta usaha makanan dan minuman sebesar 45%.

 Permasalahan tersebut meliputi kekurangan modal, proses produksi yang terhambat, penjualan yang menurun drastis, kesulitan dalam mendapatkan bahan baku, serta proses distribusi barang dan jasa yang terhambat (Diana & Soehardi, 2021: 84). Sekalipun UMKM menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia, tidak menutup kemungkinan bahwa UMKM mengalami kalah bersaing dengan perusahaan baik nasional maupun swasta. Karena beberapa perbedaan yang ada dari segi modal yang dimiliki, teknologi yang dikuasai, jumlah tenaga kerja yang ada, serta inovasi dan kreativitas.

Kontribusi Pemerintah Jawa Timur untuk Membangkitkan UMKM 

Pemerintah Provinsi Jawa Timur berkomitmen terus memperkuat dan memberdayakan UMKM untuk segera bangkit dari imbas pandemi Covid-19. Pendirian rumah kurasi yang bertujuan untuk menyeleksi produk UMKM sebelum dikirim ke luar negeri agar produk memiliki standar yang baik dari sisi kualitas yang dapat meningkatkan daya saing. Kurasi produk UMKM merupakan proses menjaga nilai serta mengelola produk UMKM untuk dapat dikembangkan atau dilestarikan di kemudian hari. Rumah Kurasi sendiri didirikan oleh Bank Indonesia Kantor Perwakilan Jatim. 

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyatakan bahwa total 318 produk UMKM telah berhasil dikurasi dengan detail 17 UKM dikurasi dengan sasaran tembus pasar ekspor, kemudian 42 UKM untuk pasar modern dan 259 UKM dalam pasar tradisional. Dari segi pembiayaan, Pemerintah Jatim terus menambah jumlah dana yang diberikan untuk kredit bagi UMKM selama masa pandemi. Pada tahun 2019 nominal yang diberikan untuk kredit UMKM Jatim sebesar Rp. 159,9 triliun rupiah, kemudian tahun 2020 sebesar Rp. 159,5 triliun rupiah, dan tahun 2021 sebesar 180,1 triliun rupiah (https://kominfo.jatimprov.go.id). 

Beberapa kota di Jawa Timur berkontribusi aktif dalam memberdayakan UMKM daerahnya dalam memberikan pendampingan, perlindungan, serta pemberian dana bagi UMKM dengan menerapkan berbagai strategi. Contohnya Pemerintah Kota Surabaya yang mewajibkan para ASN (Aparatur Sipil Negara) untuk menggunakan produk UMKM Kota Surabaya selama bertugas. Hal ini dicontohkan oleh Eri Cahyadi selaku Walikota yang selalu menggunakan produk UMKM Kota Surabaya selama bertugas. 

Untuk mengembangkan inovasi produk UMKM Eri mengajak 14 desainer UMKM Surabaya untuk berkolaborasi dengan 16 pembatik Surabaya dengan menciptakan delapan motif batik yang dikenal dengan Batik Suroboyo. Dalam bentuk digitalisasi untuk pengembangan UMKM, Pemerintah Kota Surabaya meluncurkan aplikasi e-Peken Surabaya yang merupakan e-commerce untuk memasarkan produk yang diperuntukkan untuk para pelaku usaha kelontong lokal. 

Produk yang dijual beragam mulai dari kebutuhan rumah tangga, sembako, hingga produk tangan karya UMKM lokal. Ini merupakan e-commerce pemerintahan pertama di Indonesia (surabaya.go.id). Dalam meningkatkan pemasaran secara offline, pemerintah Surabaya juga mengembangkan Sentra Wisata Kuliner di berbagai wilayah dengan terus melakukan pembenahan pada pembangunan tempat (www.jawapos.com). 

Pemerintah Kota Madiun juga sama melakukan pengembangan pada UMKM lokal. Di dalam buku yang berjudul No Covid Gas Ekonomi UMKM Bangkit Kebijakan Pemberdayaan UMKM Kota Madiun Berbasis Ekonomi Kreatif Masa Pandemi Covid-19 (Nugroho, dkk, 2022) dijelaskan beberapa upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Madiun untuk membangkitkan ekonomi UMKM yang terdampak Covid-19. Beberapa upaya yang dilakukan bertujuan bukan hanya membangkitkan ekonomi UMKM saat pandemi saja melainkan juga pemberdayaan UMKM yang berkelanjutan. Melalui pemanfaatan dana APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) pemerintah Kota Madiun aktif mengembangkan UMKM melalui pembangunan tempat usaha, berbagai macam pelatihan UMKM, dan lain sebagainya.

Seperti, pelatihan yang  menggandeng Dinas Tenaga Kerja dan pihak swasta untuk melakukan pelatihan bagi beberapa sektor UMKM, salah satunya pada sektor makanan. Memberikan fasilitas pengurusan sertifikat PIRT (Pangan Industri Rumah Tangga), sertifikat halal, dan surat izin melakukan usaha tanpa dipungut biaya. Terakhir, Kota Madiun mengadakan acara Virtual Expo yang bekerja sama dengan perwakilan Bank Indonesia Kediri dengan menampilkan berbagai hasil UMKM para pelaku usaha Madiun dan beberapa daerah lain.

Kesimpulan 

UMKM merupakan sektor ekonomi paling berdampak pada saat Covid-19. Kebijakan yang bertujuan membatasi pergerakan masyarakat menjadikan UMKM kehilangan omset penjualan bahkan ada yang terpaksa berhenti karena kurang nya modal. Adanya inovasi, kreativitas  perlu dilakukan para pelaku usaha UMKM agar terus bertahan di tengah pandemi. Pemerintah juga perlu memberikan kontribusi nyata terhadap pemberdayaan UMKM di sektor regional maupun nasional. Kontribusi nyata pemerintah membawa dampak baik terhadap kebertahanan UMKM. 

UMKM Jawa Timur mampu bertahan saat pandemi karena adanya kontribusi nyata dari pemerintah yang membantu para pelaku usaha UMKM dengan menerapkan digitalisasi penjualan dan pemasaran. Salah satunya adalah Kota Surabaya dan Kota Madiun yang pemerintahnya mampu membangun wadah yang bermanfaat bagi UMKM yang bukan hanya saat pandemi tapi terus berkelanjutan. Pemberian dana, pelatihan, serta wadah bagi UMKM yang dilakukan pemerintah Kota Surabaya dan Kota Madiun perlu menjadi contoh baik yang dapat menjadi pertimbangan pemerintah nasional untuk mengembangkan UMKM sebagai basis ekonomi kerakyatan untuk memulihkan serta meningkatkan kesejahteraan ekonomi nasional yang terdampak pandemi Covid-19. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun